4. Rindu itu, kamu si fatamorganaku

19 4 0
                                    

Akan ada hari dimana aku dan kamu bertemu untuk saling berbagi cerita

••••••

BERGANTI dengan pagi, Riana terkepar kaget saat mendengar suara lantang di depan rumahnya. Sesaat, ia terdiam. Berusaha mengabaikan dan menutup teliga.

"Selalu, bahkan selalu berisik itu membangunkan tidurku dengan paksa." Gumam Riana marah.

Mungkin karena suara itu lebih mengajaknya bersemangat. Akhirnya Riana yang masih di balut rasa pusing dan kepalanya yang berlinang-linang, segera memaksa matanya untuk terbelalak. Dan dalam beberapa detik selanjutnya, Riana telah bersedia membangunkan dirinya dari lelap malam dan bergegas ke sekolah.

Matahari yang Riana nanti-nantikan, yang mampu menebar bibit nyaman dan cahaya pagi dari dinginnya hawa hujan saat itu, terwujud dengan munculnya mentari yang mempesona.

Riana dengan semangat menyaksikan dan membayangkan peredaran sekolahnya yang kembali disinari teriknya matahari dan satpam yang mulai semangat menyambut kedatangan mereka di pagi hari.

****

Tiba di sekolah, tiba-tiba arah mata serta senyuman paras itu kembali bersinar saat memperhatikan pria yang berjalan melintasi Riana dengan senyuman yang tak asing untuknya. Diam tak berkutik apa-apa. Sekian detik, ia kembali jenuh, kembali menunduk. Sementara pria itu telah jauh meninggalkannya. Hening. Keberisikan tawa nyaris terdengar hingga Riana dapat menoleh seketika.

"Hey, kamu. Kenapa masih disini? Sekolah hampit dimulai, idola guru!" Sergah seseorang di depan Riana. Riana mengangguk, yang kemudian mata merah dan berair itu kembali basah saat mengenang satu keistimewaan dalam dirinya.

Duduk di kursi dan diam. Itulah Rutinitasnya saat tiba di sekolah. Satu buku yang justru membuat anak-anak lain merasa jengkel.

"Kamu, sudahlah jangan terlalu banyak membaca. Saraf otakmu apa tidak lelah berkerja seharian? Sebelum masuk, bersenang-senanglah dulu."

Banyak komentar dan respon yang ia dapatkan dari seluruh teman-teman sekelasnya.

Dan itu, jari jemarinya yang tak henti menulis, mata serta kepala yang tak henti bekerja. Hingga jam istirahat tiba, Riana masih di kelas. Ia lelah, menegakkan pinggangnya yang luruh.

Hingga seseorang datang dan berucap;

"Riana, kau ini kenapa? Tak pernahkah ada waktu untukmu berjalan-jalan atau sekedar berbincang? Kau selalu menyibukkan dirimu, pandai berbicara, kau mengatakan Bla.. Bla.. Bla.. Sehingga yang lainnya merasa kalah. Kau tak seharusnya memberatkan otakmu, bersenang-senanglah dulu. Ayo..!" Papar seseorang dengan cepat.

Riana tertahan. Terhenti. Perempuan itu berkacak pinggang.

"Kau ini menyebalkan! Oh.. Tidak-tidak. Kau baik, cerdas. Tapi kau harus tau, duduk dan ngobrol sekedarnya membuatmu tersenyum. Kau ini seperti siput yang tak ingin kehilangan cangkangnya saja. Apa sahabat terbaikmu itu semua? Buku peralatan idemu. Riana aku bingung memperhatikan sikapmu yag polos ini. Kau tau.. Kau harus berteman! Berteman! Riana kau ini aneh." Tutur perempuan itu panjang lebar.

Riana mengangguk, Perempuan itu menghela nafas.

"Diamlah disini, hingga kau menyadari. Kau butuh ketenangan. Jika iya, panggil aku." Pergi dan meninggalkannya. Menutup pintu kelas dan hening.

Terlihat lebih ceria, Alisia tertegun. Melirik kearah jendela. Lama. Seseorang di balik sana memperhatikannya. Namun Riana menunduk. Di balik itu, ia kembali menoleh dari kelasnya. Menyaksikan dan mendengarkan, seseorang itu berjalan dengan cepat diiringi langkah kaki yang semakin membuat Riana gugup. Gadis itu menutup wajahnya gugup.

(Cinta? Oh.. Tidak-tidak, bukan. Tapi, Kagum? Terlalu berat. Rindu? Bagiku. Dia? Justru. Di sayang? Ingin. Menyayang? Pasti. Hubungan? Semoga. Terus apa? .. Haruskah aku yang mengatakannya duluan?)

Riana masih diam dalam kesendirian. Menatap jauh tak terukur batasan. Hingga merasa janggal, kekompakan-keberisikan itu tiba-tiba mengusik dan semakin ribut, besar dan menjerit.

"Aku sayang dia! Apa aku harus mengatakannya pertama? Atau menunggunya?!" Cewek dan beberapa teman yang lain masuk sambil menjeritkan sesuatu yang familiar.

"OH TUHAN..!" Riana langsung menutup teliga, tak sanggup menahan suara nyaring yang memekakkan teliga.

Ocehan cewek itu di sambut datar oleh temannya.

"Hm.. Mungkin pilihan cintanya adalah pilihan yang bijak, sehingga kamu tak akan bisa. Dia adalah pria yang cuek, penuh kejutan. Dan kamu, mungkin bukan tipicalnya." Ujarnya Manggut-manggut. "Oh atau, bukan takdir?!"

Cewek itu menggeleng, tak meyakinkan.

"Tidak! Hei, jodoh atau bukan, kita belum tau." Sungutnya kesal.

Kobaran api dari mata cewek itu menyala-nyala lantaran temannya tak mendukung. Namun tiba-tiba saja, seseorang membuka pintu kelas dan angkat bicara.

"Hei, kau! Kenapa kau harus teriak-teriak keras seperti ini? Semuanya juga sama, pernah menyukai seseorang. Tapi tak pernah gegabah seperti kamu!"

Cewek itu melipat tangan di depan dada, kuciran rambut kudanya semakin memperlihatkan kesombongan.

"Biarkan saja! Apalah itu, aku tak peduli."

It's okey, Serah dah!
------

****


Bebeh clin

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 23, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Rindu!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang