Rifa masih berjalan untuk pulang kerumahnya. Padahal jam sudah menunjukan angka yang seharusnya membuat matahari terbenam, tetapi nyatanya disini masih ada cahaya matahari yang membuat pemandangan kota menjadi sangat indah.
Rifa mulai mencari ponselnya yang berada di saku almamaternya. Rifa mulai menyalakan ponselnya untuk melihat jam berapa sekarang.
Saat Rifa melihat, ia sangat terkejut sekali karena jamnya menunjukkan pukul 07:13 PM. Ternyata benar dugaannya selama ini kalau sekarang di dunia manusia sudah menunjukan pemandangan malam hari saat ini.
"Apa-apaan ini? Ini jamnya yang salah apa alamnya yang bermasalah? Disini bener-bener beda ya?"
"Ngomong-ngomong aku nggak tau ini jalannya kemana." Rifa mengeluh kesal lalu mulai berlari untuk sampai ke rumahnya dengan cepat walau arahnya pun ia tidak tau.
Tetapi belum lama ia berlari, Rifa mulai terhenti dan memegangi dadanya yang dirasa sakit.
"Hah? Dadaku sakit lagi? Padahal aku tak punya riwayat penyakit jantung." Tanyanya yang merasa heran karena ia sudah lama tidak merasakan sakit di dadanya bagian jantung itu lagi.
Tetapi, sakit itu tidak bertahan lama. Sekitar 3-5 menit, sakit itu sudah menghilang dan Rifa sudah kembali seperti semula.
"Huft. Untung aja nggak lama. Aku harus cepat pulang." Gumam Rifa yang mulai berlari menjauh dari tempat awal ia berdiri. Tetapi, entah kenapa ia merasakan pusing yang harus membuatnya terdiam lagi.
"Kenapa lagi ini? Sudah lega nggak sakit di dada, sekarang malah beralih ke kepala?" Keluh Rifa sambil memegangi kepalanya dengan tangan kiri dan tangan kanannya bertumpu pada dinding bangunan yang ada disebelah kanannya.
"Biasanya kalau pusing begini, ada air kotor di dekatku. Disini memang ada air kotor, tapi itu hanya air got. Kalau air got, biasanya aku tak merasakan apa-apa. Tapi disini sudah tak ada air apapun. Apa benar penyebabnya masih berasal dari air got?" Rifa masih memegangi kepalanya sambil berjalan pelan untuk pulang.
Semakin lama langkahnya semakin pelan hingga membuat Rifa berhenti di tempat. Ia masih merasakan sakit yang ada di kepalanya itu.
Sebenarnya ia ingin meminta bantuan kepada penyihir lain, tetapi penyihir yang ada disana semakin lama semakin sedikit dan akhirnya tertinggal Rifa sendiri lah yang ada disana.
Ia masih menguatkan dirinya untuk berjalan tanpa bertumpu dinding bangunan yang ada disebelahnya. Sekitar 10 meter, Rifa sudah tidak kuat lagi dan berhenti sejenak. Belum lama ia berhenti, tiba-tiba saja ia kehilangan keseimbangan dan akhirnya terjatuh.
Tetapi, ada seorang pemuda dengan rambut sedikit berantakan berwarna biru tua memakai seragam yang sama dengan seragam Rifa berhasil menangkap Rifa dari depan sebelum terjatuh. Rifa juga sempat berpegangan dengan pemuda yang ada didepannya.
"H-hei, kamu kenapa? Apa kamu sakit?" Pemuda itu bertanya terkejut sambil memegangi tubuh Rifa yang mulai melemah.
Rifa pun terkejut dengan suara yang ada didepannya. Ia semakin menyipitkan matanya, berusaha untuk melihat siapa sebenarnya orang yang berada di depannya itu.
Tapi usaha Rifa sia-sia. Rifa sama sekali tidak bisa melihat orang yang ada di depannya, penglihatannya semakin lama semakin buram dan gelap. Kepalanya juga semakin terasa sakit.
"K-kamu, s-siapa?" Tanya Rifa pelan.
Tangan kanannya masih memegang dan meremas kepalanya yang terasa semakin sakit."A-aku?" Pemuda itu menunjuk dirinya sendiri sebelum mendapat anggukan dari Rifa.
"A-aku Frice. Frice Iceroni, kelas 1-8. A-aku satu sekolah denganmu." Pemuda itu menjawab berusaha untuk meyakinkan Rifa, namun disisi lain ia juga merasa gugup.
"Oh gitu? Makasih banyak ya, sudah menangkapku dari depan. Entah apa yang terjadi padaku kalau kamu nggak ada tadi." Rifa berujar dengan senyuman manisnya yang dapat membuat jantung pemuda itu serasa mau meledak.
Wajah pemuda bernama Frice itu juga semakin memerah merona karena malu. Bisa dibilang, dia baru pertama kali ini berinteraksi dengan seorang gadis. Apalagi gadis itu jaraknya sangat dekat dengannya sekarang.
"E-eh, i-iya sama-sama." Frice menjawab, semakin dibuat malu-malu. "T-tapi tadi kamu kenapa?"
"Oh iya. Tadi kepalaku pusing, terus tiba-tiba saja penglihatanku langsung buram. Mungkin karena efek pusing, kakiku juga langsung lemas. Sekarang aku nggak bisa melihatmu, apalagi berdiri tegak dengan sempurna." Rifa menjelaskan, walau terlihat sekali dari raut wajahnya bahwa ia sedang menahan rasa sakitnya saat ini.
"I-itu sebabnya kamu bisa langsung jatuh seperti sekarang?" Sambung Frice yang mulai berusaha untuk menghilangkan kegugupannya.
Mendengar pertanyaan Frice, Rifa mengangguk singkat walau ia tidak tau apakah Frice sedang menatapnya atau tidak.
Frice menghembuskan nafas pelan setelah melihat Rifa mengangguk. Setidaknya mungkin ia bisa membantu untuk seorang gadis yang sedang kesakitan ini.
"Ya sudah. Kalau begitu naik ke punggungku saja," kata Frice menawarkan sambil berjongkok dan menunjukan punggungnya di hadapan Rifa. Tentu saja Rifa yang masih tidak bisa melihat tidak tau bahwa Frice sudah berjongkok di depannya.
Sepertinya Frice paham dengan kerut wajah Rifa yang menandakan bahwa ia tidak paham saat ini. Akhirnya ia mengambil salah satu tangan Rifa untuk dibawa ke salah satu pundaknya.
"L-loh, apa ini?"
"Aku sudah bilang, ayo naik ke punggungku."
Rifa tentunya sangat terkejut. Ia pikir Frice sedang bercanda saja padanya tadi.
"K-kamu serius?"
"Memangnya kamu mau aku meninggalkanmu disini dengan keadaanmu yang tidak bisa melihat?"
Rifa terdiam beberapa saat, seperti sedang berpikir, namun akhirnya salah satu tangannya terangkat untuk meraba salah satu pundak Frice sebelum Rifa naik ke punggung Frice.
"Kau licik juga ternyata."
Frice terkekeh pelan menanggapi komentar Rifa sebelum akhirnya menjawab sambil mengangkat beban tubuh Rifa di pundaknya.
"Hahaha, aku sering mendengar pujian itu."
"Itu bukan pujian!"
Frice masih terkekeh pelan. Menurutnya, Rifa terlihat lucu juga di matanya. Belum pernah ia bertemu dengan gadis seaktif ini saat bertemu dengannya. Yah, walau saat ini gadis itu tidak bisa melihatnya dengan benar.
Entah kenapa Frice sedikit berharap bahwa gadis yang berada dalam gendongannya saat ini tidak mengubah sifatnya setelah bisa melihat wajahnya dengan jelas nanti.
"Ngomong-ngomong, siapa namamu? Aku belum tau namamu."
"Oh iya, aku lupa perkenalan. Namaku Rifa. Panggil saja Rifa dan JANGAN PENASARAN DENGAN NAMA PANJANGKU!"
"M-memang aku memaksamu untuk menjawab hal itu?"
"Y-ya nggak sih."
"Hahaha, sudahlah. Kamu istirahat saja di pundakku. Aku akan membangunkan mu nanti kalau kita sudah sampai di depan gapura asrama."
"Hmm, ya, makasih."
Disisi lain yang tidak terlalu jauh dari tempat Rifa dan Frice berada, terlihat seseorang sedang memperhatikan Rifa dari balik dinding bangunan.
Ia nampak kesal sekali ketika melihat Frice menggendong Rifa dari belakang. Ia semakin berdecih tanda ia sangat kesal saat melihat Rifa bersandar di pundak Frice lalu memutuskan untuk pergi meninggalkan mereka berdua.
.
To be continue....
1055 word
Formenkairi
Remake: Senin, 17 Juli 2023
KAMU SEDANG MEMBACA
[ ⏸️ ] Detective FIVITD : Their Magic and Mystery
FantasíaSeorang penyihir bernama Rifa, ingin mencari kakaknya yang sudah lama menghilang beberapa tahun yang lalu. Berusaha untuk memecahkan semua masalah atau misteri yang ada di dunia dengan kekuatan sihirnya, yang bertujuan untuk mencaritahu keberadaan k...