03. Ratu Baru

91 3 2
                                    

Ratu Arkadewi. Dialah ratuku yang baru.

Pertama kali aku mendengar namanya dipanggil oleh salah satu asisten rumah tangganya, kupikir aku salah dengar. Kukira aku terlempar oleh mesin waktu, menjelajahi berbagai dimensi hingga akhirnya aku dimiliki oleh seorang ratu lagi. Seseorang yang penuh kuasa dan menduduki tahta tertinggi.

Tapi, apabila gadis jelita ini seorang ratu, mengapa ia tak tampak seperti itu? Ia masih terlalu muda untuk menduduki jabatan itu. Apa jangan-jangan suaminya adalah seorang pria tua bergelar raja yang suka mempersunting gadis bertahun-tahun lebih muda darinya untuk menjadi pendamping? Pakaian yang ia kenakan juga terlalu standar. Saat asisten rumah tangga memanggilnya untuk segera berangkat sekolah, ia masih duduk di pinggir tempat tidur dan mengenakan piyama biru muda bergambar beruang putih. Biar pun sedang tidur, seorang ratu tak mungkin memakai piyama bermotif seperti itu. Ratu akan tidur di atas kasur yang bantalnya terbuat dari kumpulan bulu-bulu angsa, dengan gaun tidur mengilat dan mewah. Seorang ratu tak mungkin juga tidur di ruangan berwarna pastel yang diisi dengan perabotan kayu. Warna dindingnya harus mencerminkan kekuasaan, yang menyebabkan siapa saja yang melihatnya akan merasa dirinya tak pantas memasuki kamarnya. Misalnya berwarna cokelat keemaasan, atau tembaga, bisa juga emas seluruhnya, dengan langit-langit yang dihias serupa dengan batu rubi merah berkilau. Perabotan di dalamnya pun harus terbuat dari banyak logam, marmer, dan batu-batu mulia termahal. Sejak kapan seorang ratu mau diberi sesuatu yang umum dimiliki orang banyak seperti perabotan kayu?

"Mbak Ratu, ayo bangun. Sarapan sudah siap," ujar asisten rumah tangga itu lagi sambil mengetuk pintu sedikit lebih keras. Suaranya seperti berasal dari ibu-ibu berumur sekitar empat puluh tahun. Apa wanita tua ini sudah lama melayani ratu? Eh, tapi kok ada embel-embel mbak di depannya? Apa maksudnya? Bukankah seharusnya ia mengatakan Baginda?

Ratuku yang baru mengusap matanya dan menguap. Ia menutup mulutnya dengan tangan. Tindakan yang sopan meski tak ada yang melihatnya selain aku.

"Iya, Bi," sahutnya dengan nada malas. Aku terus memerhatikannya yang memandang jam dinding lalu meraih sesuatu di balik bantalnya. Sesuatu yang membuat perhatiannya tak lagi tertuju pada teriakan wanita tua di balik pintu kamarnya. Benda itu berbentuk persegi panjang, membuat jari-jarinya bergerak ke sana kemari. Seperti sedang menggesernya naik-turun dan dari kanan ke kiri. Akhirnya aku tahu kalau benda itu bernama smartphone atau telepon pintar. Sepintar apapun benda modern itu, aku yakin aku jauh lebih pintar dan bisa diandalkan asal kekuatanku kembali utuh. Tidak, aku tidak iri kok.

Ratuku meletakkan benda berwarna hitam itu ke atas bantal dan beranjak bangun. Matanya yang tadi masih setengah tertutup kini terbuka lebar. Ia mencuil kotoran mata di ujung-ujungnya dengan telunjuk sebelum berjalan gontai menuju kamar mandi yang pintunya terletak di sebelahku.

Suara wanita tua itu kini sudah tak terdengar. Sebagai gantinya, samar-samar aku mendengar suara piring dan sendok yang berdenting. Seakan-akan dia yakin Ratu sudah bangun dan akan turun sebentar lagi sehingga makanannya harus sudah tersedia di atas piring. Aku penasaran, apakah semua peralatan makannya terbuat dari logam mulia? Ratu seharusnya menggunakan segala barang yang tak jauh-jauh dari itu.

Tempat tidur yang ia tinggalkan berantakan. Sarung bantalnya terbuka setengah hingga bantal polosnya yang berwarna putih terlihat mencuat keluar. Begitu pun dengan sarung gulingnya. Talinya terburai hingga guling itu terlihat seperti es krim yang dibuka bungkusnya. Sepreinya yang polos berwarna biru krayon lecek dan terlepas dari kasur di kedua ujung bawahnya. Kasur itu terlalu kecil untuk tempat tidur seorang ratu. Belum lagi kalau suaminya tidur–

Eh, dimana suaminya? Dimana sang raja? Aku tak melihat seorang lelaki pun menghampirinya sejak aku dibawa olehnya. Tempat tidur itu memang bukan single bed alias queen size, tapi tetap saja kecil bagi sepasang suami-istri penguasa kerajaan yang terhormat.

Mirror Mirror On the WallTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang