"Kepuuuuunggg!" titah Pria tambun berjanggut merah kepada bala tentaranya. Disana sudah terkumpul ratusan jiwa yang tengah meringis kesakitan, kelaparan, bahkan ada yang terluka di seluruh tubuhnya. Pasukan yang terdiri dari pria berbadan besar itu langsung memberikan pedang panjang tepat di depan leher jiwa-jiwa lemah itu. Kian menyeret hingga, mereka berkumpul dalam sebuah lingkaran besar.
Jiwa-jiwa yang haus akan uluran tangan pemimpin itu merangsek hingga semua jatuh terkulai hampir tunduk di bawah kaki-kaki kekar tak berperikemanusiaan.
Tapi ada satu jiwa yang merasa dirinya harus melawan ketidakadilan ini. Bukan! Yang mereka inginkan bukan penyiksaan yang lebih parah dari sebelumnya. Bahkan mereka tahu, bahwa akan ada pasukan dari Abbasiyah yang akan menyelamatkan mereka dari kebengisan bangsa Eropa dengan misi Recounquistanya. Mengapa ini bisa terjadi?
Dia berontak dengan tubuh yang hanya terbalut dengan kulit saja itu. Ia bangkit meski dengan susah payah. Dia angkat bicara dengan suara yang lirih.
"Pergilah!" katanya sambil berusaha berdiri dengan tegak.
"Apa yang kau inginkan dari kami? Jika kau menginginkan kami untuk bekerja, bagaimana bisa? Kami tak berguna. Sisa kehidupan kami hanya tinggal tulang belulang ini. Ambillah sebanyak yang kau perlukan" Pria itu semakin meracau keadaan dirinya dan jiwa yang lain itu.
"Namun sayang, jika kau menginginkan harga diri kami, aqidah kami. Kau takkan mendapatkannya" Pria itu memberanikan diri untuk mengacungkan telunjuk pada pria tambun yang kini menyusuri langkah kakinya ke kerumunan jiwa jiwa tak berdaya itu.
Pria tambun itu menyeringai, lalu mengambil nafas hendak mengatakan sesuatu.
"Wahai bangsa Moor" kalimat itu sejenak terhenti. "Masuklah ke dalam kapalku." lagi-lagi kalimatnya terhenti di tengah jalan. Semua jiwa itu berbicara pada yang lainnya. Membayangkan apa yang akan terjadi jika mereka masuk ke dalam kapal dengan bendera hitam itu. Mengerikan. Meski ya, bendera di ujung tiang itu sama sekali tidak menyeramkan. Hanya bertuliskan kaligrafi dalam bahasa arab. Kira-kira bunyinya begini. Nashrun minallah wa fathun qariib wa basysyril mukminin ya Muhammad.
Jiwa dengan pakaian berantakan itu semakin takut menghadapi kenyataan apa yang akan terjadi. Sementara sang ksatria pria berjanggut itu diam seketika.
"Kalian akan kembali ke Aljazair dan mendapat perlindungan dari Daulah Abbasiyah. Masuklah dalam kapal Khairuddin Barbarossa maka kalian aman" rahang mereka mengeras. Apa yang musti mereka ekpresikan? Bahagia? Terharu? Entahlah. Yang jelas sekarang mereka berjalan satu persatu memasuki kapal besar yang berasal dari Daulah Utsmaniyah.
"Seru sekali ya Bree (baca:Bii) nontonnya" Naya mengalihkan fokus Aubree dari layar handphonenya. Aubree sekilas melirik ke arah Naya yang tepat berada disampingnya.
"Seru banget kak" timpal Aubree meskipun pandangannya masih ke layar handphone berlayar 5 inchi itu. "Makasih ya kak sudah merekam pentas tadi" senyum Aubree mengembang sambil membenarkan posisi duduknya di kursi penumpang itu. Terlebih karena ia suka sekali memegang benda canggih yang sering abege sebut gadget. Banyak hal yang bisa ia shot dari kejadian yang ada dalam kehidupan. Sekolahnya, rumahnya, semua aktivitasnya deh.
"Iya adik manis" Naya ikut tersenyum melihat adiknya begitu bahagia. Naya memberikan tanda kebahagiannya juga, dia mengacak-acak kepala Aubree saking senangnya. "Al juga senang kan aunty Bree bisa pulang." Naya memberi isyarat pada baby Al yang sedari tadi menggoda aunty yang serius menonton rekaman pentasnya.
"Wah, tapi sayang. Aubree ngga bisa lagi bareng-bareng sama sahabat Bree di sekolah." tambah Naya.
"Hem" Aubree menghentikan aktivitas menontonnya. Lalu memandang ke arah Naya. "Iya sih kak. Tadi juga kita sempat nangis-nangis gegara aku mah ngga lanjut sekolah disana." Hem. Naya menyesal telah menanyakan hal yang membuat adiknya sedih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kakak, Mengapa Aku Berbeda?
SpiritualAkhlak memang penting di amalkan untuk menghiasi perbuatan. Tapi tidak berguna jika pilar pertama nya rusak. Apa itu? A.Q.I.D.A.H Kisah 5 orang perempuan yang tinggal dalam satu atap mengaruskan perempuan tertua berbagi hati untuk yang lainnya. Bel...