11. We Need To Talk

2.8K 192 56
                                    

180225

Sudah seharian ini Yoongi kehilangan rasa fokus terhadap pekerjaannya. Semua tidak berjalan baik, tidak ada yang terselesaikan sempurna. Dan saat ini, Yoongi tak bisa sembarangan menyalahkan orang lain tentang permasalahannya. Di kursinya, ia duduk sambil memijat pelipisnya yang berdenyut. Komputer menyala, musik berdentum kecil dan beberapa kertas yang sengaja dan tak sengaja berhamburan di ujung meja. Semua kekacauan ini terjadi bukan hanya sekali, tetapi sejak beberapa hari yang lalu meskipun terparahnya sekarang.

"Kau tentu tidak membayangkan aku akan kembali pada Sunhee 'kan, hyung? Hari itu aku hanya menemaninya membeli hadiah untuk Yoonmi. Kami memang pergi berdua, tapi hanya untuk itu, aku tidak pergi ke tempat lain sesudahnya. Hyung, aku tahu posisiku di sini dan aku sama sekali tidak akan melakukan hal aneh untuk mengganggu kehidupan Sunhee denganmu. Aku dan Sunhee itu sudah lama berakhir. Dan aku juga sudah lama melupakan perasaan yang bisa membahayakan kalian."

Yoongi tahu itu. Bahkan ia sudah melihat kebersamaan yang terjalin adalah teman, tidak lebih. Tapi kenapa sisi egoisnya begitu pandai menghasutnya? Kecemburuannya malah menghancurkannya, menjadikan ia seorang yang kejam karena berakhir menyakiti hati yang lain.

Ponselnya mengedip beberapa kali, tapi bukan pemberitahuan dari orang yang ditunggunya. Terakhir Sunhee menghubungi karena meminta izin untuk pergi menginap di rumah Ayahnya, satu minggu yang lalu, hanya satu hari, dan sekarang ia berada di rumah. Tapi kerisauan Yoongi bukan itu saja. Istrinya berada di rumah, tapi nyawanya entah dimana. Ia seolah enggan menghadirkan dirinya dalam wujud seorang istri seperti biasa. Nyatanya, mereka memang sulit untuk saling memahami.

Beberapa jam berlalu dengan pikiran yang kacau. Sepertinya malam ini Yoongi tidak bisa memastikan akan pulang atau tidak. Penuturan dari Taehyung benar-benar mempermalukan dirinya. Bagaimana ia minum alkohol berlebih malam itu, dan pulang dengan keadaan marah luar biasa hingga berbuat hal di luar batas pada istrinya, membuat Yoongi ingin menghilang saat ini juga. Sekarang ia memikirkan kejadian itu lagi. Ia menjadi si brengsek yang liar dengan menyakiti istrinya sendiri. Wanita itu bahkan tidak mengerti kenapa Yoongi berbuat hal sedemikian rupa. Yoongi terlalu marah, ia terlalu dibutakan oleh rasa cemburu. Dan baru ia sadari bahwa perasaan itu benar-benar menyesalkan.

'Yoonmi sakit,'


Pesan tersebut menambah kekalutan lelaki dua puluh lima tahun. Segera setelah itu, ia bangkit dari kursi nyamannya, meraih jaket kulit hitam yang menggantung, kemudian bergegas tanpa berpikir panjang.

Tidak terlalu sulit bagi Yoongi untuk mencapai tujuan. Pukul sebelas jalanan Seoul sudah merenggang dan dalam waktu kurang dari setengah jam ia telah sampai di kediamannya. Lampu rumahnya hanya menyala di beberapa tempat dan saat Yoongi mempercepat langkah ke arah kamar putrinya, ia tak menemukan seseorang di sana. Baru ketika ia hendak berbelok ke tangga, ia menjumpai wanitanya yang diam menatap dirinya.

"Yoonmi ada di kamar atas." kata suara lirih itu. Dan betapa Yoongi tak mengira jika dirinya akan reflek begini. Ia berlari menaiki tangga, memeluk wanita itu dengan erat dan mengabaikan detak jantungnya yang tak menentu.

Ia tidak tahu kenapa.

"Yoon..."

Yoongi merindukan ini, sungguh.

"Yoonmi hanya demam biasa."

"Yoongi..." katanya, entah yang keberapa kali, hingga akhirnya lelaki itu tersadar.

Ia merenggangkan pelukan, membuat sejenak keduanya bertatapan lama memperhatikan presensi yang dirindukan dengan kecanggungan membingungkan. Dan Yoongi sama sekali tidak bisa berpikir mengenali ketidaknormalan jantungnya yang mendadak tak menentu. Rasa hangat menjalar ke seluruh tubuhnya, mungkin efek jaket terlalu tebal, atau mungkin ada sesuatu yang tidak disadari, dan ia sama sekali tidak bisa mengartikan itu.

"Aku akan melihatnya sebentar," Yoongi bicara tiba-tiba, menggaruk tengkuk yang tak gatal dan mulai melangkah meninggalkan Sunhee yang bergeming. Tapi, belum sampai diundakan terakhir, Yoongi kembali berbalik, menatap punggung wanitanya dan berkata selembut mungkin.

"Hee, bisa kita bicara setelah ini?"

-0-

Sulit bagi Sunhee untuk menahan perasaannya. Ini sudah terhitung seminggu lebih mereka tak melakukan pembicaraan apa pun. Mungkin hanya dia yang begitu. Berdiam diri, membisukan keadaan, dan berpura tak acuh pada kehadiran Yoongi mulai hari itu. Sunhee membuat labirin rumit yang ia ciptakan sendiri, membuat tembok untuk membentengi diri dari hal-hal yang berkaitan tentang Yoongi.

Masalah tidak seharusnya dihindari

Begitu kata ayahnya tempo lalu. Ia tidak menginap, hanya mengobrol hal ringan tentang masalah keluarga. Dengan alibi 'andai jika ia memiliki masalah' dan atau memberikan contoh seorang teman, yang sebenarnya tidak pernah ada. Tapi ayahnya tersenyum, seolah tahu, dan berpura-pura tidak tahu. Memberikan solusi ini itu layaknya wejangan yang biasa diberikan orang tua pada putrinya yang berumah tangga. Padahal, ayahnya tidak memiliki pengalaman panjang tentang itu.

Pada saat akhir pertemuan, ia menggapai tangan Sunhee yang saat itu berkaos panjang, memberikan senyum yang berefek kenyamanan dan mengatakan tentang masalah tidak harus dihindari tapi diselesaikan dengan pikiran yang tenang. Tidak berburu-buru, berbelit-belit, dan emosional. Hanya perlu kerja sama dan peduli terhadap alasan masalah itu terjadi. Satu pendengar dan satu penjelas, satu bertanya dan satu menjawab, tidak perlu risih, tapi ciptakan kesepakatan. Dengan pikiran yang dingin, bukan dengan hati yang dingin.

Lantas Sunhee pulang dengan perasaan tak tenang. Sebab, ia merasa muak setiap kali berpapasan dengan Yoongi. Ia takut. Ia tidak bisa bersikap biasa pada lelaki itu. Entah dirinya tak tahu diri atau mungkin berharap terlalu banyak Yoongi akan paham tanpa ia minta. Ia butuh lelaki itu bicara sekalipun dirinya terus diam. Ia butuh lelaki itu datang sekalipun dirinya abai. Ia menunggu itu.

Ia sakit ketika Yoongi mencoba menatapnya. Meskipun matnya berbeda, tapi rasa perih itu terus ada. Menghantui layaknya sebuah trauma sehabis kejadian buruk yang menimpa. Sunhee tak bisa untuk memulai lebih awal. Sunhee tak bisa untuk mengajak Yoongi bicara, ia kalut dan ia kacau saat lelaki itu memperhatikannya.

Kemudian suatu hari, sesuatu yang mendesak mengingkarinya untuk menahan lagi. Lelaki itu berwajah kusut, begitu berantakan saat Sunhee tatapi sekejap sebeljm akhirnya ia tidak bisa melihat lagi. Lelaki itu begitu dekat, begitu menempel, sampai rasanya ada sesak yang dirindukan ketika tubuh mereka bertaut rapat.

Min Yoongi sama sekali tak mendengar, bahkan ketika ia memanggil dan memberi penjelasan bahwa putrinya baik-baik saja. Lalu lelaki itu diam melepaskan, membuat Sunhee dapat kembali menatap wajah lelahnya yang seolah terperajat untuk beberapa detik pertama. Lelaki itu seolah tidak memahami dengan apa yang telah ia lakukan padanya barusan.

"Aku akan melihatnya sebentar," Yoongi akhirnya bicara dengan wajah gugup. Ia bahkan menggaruk tengkuk ketika Sunhee sengaja tak merespons dengan tindakan apa pun. Bahkan saat ia berhenti di undakan tangga menuju kamar Yoonmi dan mengatakan, "Hee, bisa kita bicara setelah ini?"

Sunhee lupa bahwa ada banyak pilihan untuk bereaksi pada ucapan lelaki itu. Ia terlanjur bingung. Terlanjur lupa dengan caranya memperlakukan lelaki itu dengan baik. Ia hanya terlalu kaku. Bingung untuk melakukan apa untuk mengembalikan sikapnya seperti semula. Seperti... melupakan kejadian itu.

[]

[Suga × Sunhee] (Revision) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang