PROLOG (2)

152 15 2
                                    

Reynaldi's POV

Sore ini, aku berdiri di depan bangunan rumah tua yang dindingnya terbuat dari anyaman bambu. Tempat merebahkan tubuh ketika malam tiba dan saat lelah datang menghampiri. Tempat singgah selama pelarian dari kesibukan satu semester penuh. Ukuran rumah tua ini tidak terlalu besar, didalamnya terdapat satu ruang tamu dengan tv portable kecil, dua ruang kamar tidur, dan dapur yang luas. Dapur yang dijadikan tempat untuk memasak, berkumpul, dan menyantap hidangan bersama.

"Rey! Lekas, jangan kebanyakan bengong. Rijal udah nungguin" teriak nenek dari pagar rumah.

Mendengar teriakannya, aku berbalik badan. Berjalan menghampiri mereka sambil mengurungkan semua ego untuk singgah lebih lama lagi.

"Udah semua? Ga ada yg ketinggalan kan? Coba cek dulu Rey" tanya Rijal memastikan.

"Udah kok".

"Rey hati-hati ya dijalan, maaf nenek gabisa nganterin sampe stasiun. Salam sama ayah ibu kamu" ucap nenek sedih.

"Makasih ya nek buat tiga minggunya. Maaf kalo Rey gabisa ngasih apa-apa, cuma bisa ngerepotin nenek doang" kataku sambil mencium tangannya.

"Gapapa kok Rey. Nenek seneng kamu udah mau liburan disini, suruh ayah ibu kamu liburan disini tahun depan yaa"

"Siap nek. Ayo Jal berangkat".

Sore disini tak kalah indah dengan tempat lain. Senja menemani perjalanan kami. Rijal fokus mengendarai motor bebeknya dengan cepat namun hati-hati. Sementara Aku hanya diam dalam perjalanan, termenung akan hari-hari indah yang pernah kami lalui di kabupaten dengan julukan the sunrise of java. Kabupaten yang terangkai dari dataran tinggi ijen dengan puncaknya gunung raung dan gunung merapi. Dibalik gunung merapi, terdapat gunung ijen yang terkenal dengan kawahnya. Kawah yang mengeluarkan api biru, hanya ada satu di dunia. Takkan kulupakan malam itu, malam dimana kami mengunjungi kawah ijen yang menjadi penantian ku sejak tahun lalu. Malam dimana Aku menyadari betapa indahnya negeri ini. Malam yang akan menjadi jawaban dari pertanyaan "seberapa indah kampung halaman mu?". Malam yang harus disyukuri karena aku bisa naik dengan aman dan turun dengan lengkap.

Tak terasa kami sudah sampai di stasiun. Rijal membawakan sebagian barang ku ke dalam kereta. Aku menjabat tangannya dari pintu masuk kereta. Mengucapkan banyak terimakasih karena sudah menjadi pemandu wisata selama tiga minggu. Petugas menghampiriku, mengingatkan kereta akan segera berangkat sebentar lagi. Rijal menitip salam pada orangtuaku dan menyuruhku tetap hati-hati sepanjang perjalanan.

"Aku berangkat dulu jal. Aku janji akan kembali tahun depan" kataku.

Aku duduk dekat sisi jendela, ku taruh carrier disamping kursi. Kereta mulai berangkat. Ku pasang headset di telinga, menarik nafas dan menghembuskannya agar aku bisa tenang. Tak banyak penumpang didalam kereta ini. Aku lebih suka suasana sepi seperti ini. Berpergian kemana-mana sendiri sudah menjadi kebiasaan ku. Beberapa orang senang jika memiliki teman perjalanan. Namun aku berbeda, aku tak pernah memiliki teman perjalanan. Karena aku Reynaldi Angkasa, laki-laki yang tak banyak bicara dan suka berpergian sendiri. Aku juga tak suka bercerita dengan orang lain, bukan karena aku tak mau. Tapi karena aku lebih suka menulis cerita di blog pribadi. Dan sampai sekarang, aku belum menemukan tempat bercerita yang cocok dengan karakter introvert dalam diriku.

🐸🐸🐸

Rey And RaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang