#2

97 12 2
                                    

Reynaldi's POV

Flashback On

"Kak.. kenapa kita harus turun saat hujan? Bukannya berbahaya dan licin?" Tanyaku khawatir.

"Tenang saja Rey, aku sudah mempertimbangkannya dengan Andro kok" jawab kakakku dengan santai.

"Iya rey, kamu tenang saja. Kakakmu itu salah satu pendaki hebat yang pernah dimiliki negeri ini. Kami sudah pernah berada di situasi yang lebih berbahaya dari sekarang kok" Andro berusaha menenangkan diriku yang terus khawatir.

"Sudah Rey, tak usah khawatir. Kakakmu pernah mendaki gunung yang lebih tinggi dari ini, dan dia selamat kok. Bahkan dia selalu bawa oleh-oleh ketika sampai di rumah" kataku dalam hati, berusaha menenangkan diri sendiri.

"Andro! Kita bertukar posisi, sekarang kamu didepan. Aku dibelakang saja" ucap kakakku mendadak.

"Ada apa Arya?"

"Sudah dro, jangan banyak tanya." Balas kakakku singkat.

"Baiklah."

Brukkk

"Lari, Dro! Lari sekarang juga! Bawa rey bersamamu.", teriak kakakku yang baru saja terjatuh.

"Kenapa kak? Kenapa kita harus lari?", Tanyaku panik sambil berlari menghampiri.

"Kak Andro, kenapa diam saja? Kenapa ga bantu angkat kak Arya?!"

"Rey... sudah! Jangan tolong kakak, kakiku terkilir. Andro! Cepat tarik Rey pergi! bahaya, Dro!"

Andro menarik tanganku paksa. Memaksa ku terus berlari menjauhi Arya yang masih tersungkur di tanah.

"AAGHH!" Sebuah teriakan keras melengking dari mulut Arya bersamaan dengan suara tanah yang meluncur kebawah.

Flashback Off

Itulah terakhir kali aku melihat Arya, hampir seluruh badannya tertimbun oleh tanah dan bebatuan. Hanya wajahnya yang dapat kulihat. Wajah yang dihiasi senyuman dan air mata. Senyuman terakhir sebelum dia pergi meninggalkanku.

"Rey..."

"Rey"

"Rey! Bangun rey!"

Aku langsung tersentak dari tidur ku. Tubuhku berkeringat cemas. Nafasku terengah-engah. Ibuku mengenggam tanganku lembut.

"Rey, kamu mimpi itu lagi ya?", Tanya ibuku lembut.

"Iyaa mah, aku mimpi kejadian itu lagi."

"Sudah rey, jangan terlalu dipikirkan. Kak Arya sudah tenang kok disana. Sekarang kamu mandi dulu yaa, kamu baru pulang dari stasiun kan."

Setelah membersihkan diri dan merapihkan semua barang-barang. Aku memutuskan duduk di teras rumah, menikmati malam yang sunyi ditemani secangkir teh dan setoples biskuit. Kubiarkan pikiran ku berterbangan memasuki ruangan-ruangan memorinya.

Satu nama muncul dalam benakku, Aryadi Angkasa. Pendaki hebat sekaligus kakak yang hebat. Dia selalu berkata bahwa mendaki bukan untuk mencari kematian, kita dapat hidup untuk membicarakan pendakian kita nanti.

Kak Arya, aku percaya kau sudah tenang berada di puncak sana. Izinkan aku untuk terus berusaha mendaki di bawahmu, dan membawa selalu ingatan-ingatan baik tentangmu.

Teh ku hampir habis. Namun pikiranku masih terus berterbangan. Kali ini nama Namira muncul di benakku. Nama yang indah jika dipanggil ara. Karena ara ialah rasi bintang di selatan yang berada di antara rasi bintang Centaurus dan Lupus. Tapi ara juga bisa berarti pohon fikus yang mengeluarkan banyak getah.

Ara, indah namun terkadang berbahaya. Perempuan itu menabrak ku tadi pagi di stasiun. Dia tak terlalu tinggi, mungkin sekitar 165 cm. Dengan senyum yang manis dan mata coklat yang berbinar-binar. Dia sempat menawarkan untuk membantu membawa barang-barangku.

"Perempuan yang polos, baru pertama kali ketemu orang asing, udah menawarkan diri untuk membantu" ucapku dalam hati.

"Namira? Kenapa Semesta izinkan kau hadir di hidupku?"

🐸🐸🐸

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 12, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Rey And RaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang