Ke Sembilan

2.6K 334 36
                                    

Jika ditanya mengenai kisah horor, Sasuke akan dengan lantang menjawab jika dirinya punya satu cerita tentang itu dalam hidupnya.

Sasuke bukanlah tipikal pemuda yang pengecut apalagi penakut. Dia justru tergolong sebagai pemuda pemberani dan suka tantangan. Selalu ingin tahu dan mudah penasaran.

Tapi Sasuke punya satu cerita yang menurutnya sungguh mengerikan.

....... Sebuah kisah.
By  Sasuke Uchiha.

Malam itu adalah malam ke tujuh puluh lima setelah hari pernikahanku. Tepatnya hari Jumat, tanggal 13 bulan Oktober. Dua hari setelah ulang tahun istri manisku yang menggemaskan. Hari yang tidak akan pernah bisa kulupakan seumur hidupku.

Aku pulang kerja nyaris tengah malam. Saat itu hujan turun dengan lebat dan aku sangat mencemaskan keadaan istriku kalau- kalau listrik padam karena hujan turun disertai badai. Aku buru- buru memarkirkan mobilku di garasi luar rumah dan berlari ke teras. Menghela nafas lega kala mendapati lampu teras rumah dalam keadaan menyala dan itu berarti aku tidak perlu mengkhawatirkan istri manisku yang takut gelap.

Aku bergegas masuk setelah membuka kunci pintu dengan kunci cadangan yang selalu kubawa kemana- mana. Melangkah masuk dengan celana dan kemeja kerja yang basah karena air hujan.

Hal pertama yang selalu ingin kulihat selepas sampai di rumah adalah istriku. Karena itu aku segera meluncur ke kamar kami di sisi ruang tamu dan mendapatinya yang tengah duduk di depan meja komputer dengan kepala menelungkup di dalam lingkaran lengannya di atas meja.

Dia tertidur. Masih dengan komputer menyala dan secangkir cokelat hangat yang masih separuh gelas.

Aku memutuskan untuk mandi lebih dulu sebelum mengangkatnya ke atas ranjang kami dan mencari cemilan malam di dapur.

..

Malam itu suram, aku masih mengingatnya dengan jelas. Begitu aku memindahkan istri manisku di atas ranjang dan menyelimuti tubuhnya sebatas dada aku segera keluar menuju dapur.

Saat melewati ruang tamu, aku sempat melirik keluar jendela dari celah gorden. Membatin betapa gelap di luar sana. Beberapa kali petir menyambar di kejauhan dan bising suara hujan semakin menjadi. Aku begidik. Tubuhku merasa kedinginan. Entah kenapa, barangkali saja karena sempat kehujanan dan memang daya tahan tubuhku yang sedang lemah.

Mengalihkan pandangan, aku melanjutkan langkahku menuju dapur. Berniat makan malam atau mencari- cari camilan apa yang sudah disiapkan istriku malam itu karena perutku sudah sangat lapar. Aku memang selalu menolak ajakan teman kantor untuk makan malam di luar sebab aku hanya ingin menikmati masakan istriku yang luar biasa.

Hingga kemudian, mataku tertuju pada sebuah loyang di atas meja dapur. Loyang merah dengan adonan sesuatu di dalamnya. Seperti adonan roti yang siap dimatangkan lalu diberi topping taburan keju dan meisses cokelat atau lelehan madu. Istriku memang sering membuatnya karena dia hobi membuat makanan manis. Dan aku selalu menyukai apapun jenis masakannya karena aku pria baik hati. Ehem.

Sesaat setelah melihat adonan yang ditingalkan begitu saja, aku mengernyit kala itu. Berpikir apakah istriku lupa untuk menyelesaikan adonan rotinya atau memang petunjuk resep mengatakan untuk mendiamkan adonan ini selama semalam penuh agar mengembang sebelum siap dipanggang atau digoreng atau mungkin dikukus

Pats.

Lalu kemudian lampu mati.

Aku terkesiap pelan karenanya. Nyaris tersandung kaki kursi saat berusaha melangkah mendekati meja untuk mencari sebuah korek api. Nafasku sempat tertahan selama beberapa detik karena aku cukup terkejut dengan suasana dapur yang tiba- tiba gelap.

Pikiranku langsung tertuju pada wanitaku yang tengah tertidur pulas di kamar. Aku cemas dia akan terbangun dan ketakutan begitu mendapati ruang kamar kami dalam keadaan sama gelap gulitanya. Jadi aku bergegas. Meraba- raba kotak kayu kecil di atas meja dan mencari korek api.

Sedikit begidik karena rasa dingin yang menjalari seluruh kulit tubuhku. Dan aku merasa pening tiba- tiba menyerang kepalaku.

Berusaha fokus dan mengabaikan suara gemerisik dari salah satu sudut dapur. Aku tetap mencari- cari dengan jemariku yang panjang, yang biasa aku gunakan untuk memanja- memeluk istriku tiap kali kami tidur.

Aku mendesah lega ketika mendapatkan korek api dan setelahnya aku setengah berlari kembali ke kamar untuk menyalakan lilin sebelum istri tercintaku bangun dari tidur lelapnya.

Barangkali lima belas menit kemudian. Ya, aku sudah kembali ke dapur dengan cahaya minim dari sebuah lilin. Bukannya miskin. Lampu emergency yang biasa dinyalakan tiap kali listrik mati lupa belum ku charge sebelumnya. Dan aku menyesal karena mengabaikan omelan istriku tempo hari untuk segera mengisi ulang daya listriknya.

Kembali pada adonan, karena mataku kembali terpaku pada loyang merah hadiah ulang tahun pertama dariku untuknya ketika kami kuliah di tahun pertama. Aku berpikir mungkin saja Naruto tidak akan sempat menyelesaikan adonan ini hingga menjadi roti siap santap untuk camilan malamku.

Tak perlu komentar, karena memang porsi makanku kelewat banyak. Selain untuk menambah tenaga kalau- kalau kami melakukan olahraga malam. Aku juga membutuhkannya untuk menjinakkan cacing dalam perut yang sama cerewetnya dengan istri tercintaku kalau sedang lapar.

Mengabaikan suara angin mendesis yang menerpa pepohonan dan dinding rumah. Serta petir dan hujan yang tak juga reda, aku bergegas mencari sebuah manci besar dari rak peralatan dapur.

Dalam pikiranku aku hanya harus mengukus adonan hingga matang dan kembali ke kamar cepat- cepat untuk tidur dengan memeluk istriku yang manis menggemaskan.

Ya, begitu.

..
..

"Sasuke?" suara manis menyapa gendang telingaku ketika aku baru saja menaruh piring bekas makan malamku di tempat cuci piring. "Kau sedang- oh, kau baru saja makan? Aku ketiduran."

Istriku datang dengan wajah mengantuk yang terlihat menggemaskan. Sepertinya dia terbangun karena listrik menyala tiba- tiba dan membuat lampu kamar menyala terang.

"Sayang, kenapa bangun, hm?" sapaku begitu dia telah sampai di depanku. Aku mengecup keningnya lembut dan memeluk tubuhnya erat.

Nyaman sekali.

"Aku ingat aku belum menyiapkan apapun untuk pencuci mulut-"

"Apa sih? Bahkan aku sudah memakannya, roti kukus isi daging. Dagingnya agak keras, Sayang," sahutku. Aku tersenyum kecil kala melihatnya mengernyit bingung. Dia pasti senang karena aku sudah membantu pekerjaannya mengurus dapur.

"Aku sudah menyelesaikan adonan yang kau buat, Sayang, aku mengukusnya dan-"

"Apa!?"

"Hei, jangan teriak. Aku hanya tidak ingin mengganggu tidurmu jadi aku mengukusnya sendiri dan memakannya nyaris separ-"

"Kau memakannya, Suke!?"

Tunggu. Kenapa begini reaksinya? Kenapa Naruto melotot begini lebar?

"Adonan itu-"

"Hn?"

"-kemasukan cicak," lirihnya melanjutkan.

Aku bengong.

Naruto meringis kecil. "Aku dapat telefon dari Editor saat aku akan menyingkirkannya, Teme. Lalu aku lupa dan malah ketiduran dan-"

"HUEKKKK!"

"Sasuke!!"

..

Lalu kemudian Sasuke ingat jika dirinya demam selama nyaris seminggu setelahnya.

End

Cerita apaan sih ini?  😒😖

Dan ini malam minggu, bukan malam jum'at, Sas. Tsk.

Saturday NightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang