秘密 || secret

97 15 0
                                    

"Hime-sama, anda akan pergi kemana?"

Suara yang cukup familiar di telinga Mikoto itu membuat sang gadis menolehkan kepala.

"Aku mau pergi Mirai," senyum Mikoto lembut mengarah pada si gadis bersurai ungu pekat.

"Tapi Hime-sama, bagaimana kalau terjadi sesuatu nanti? Penobatan Hime-sama tinggal dua minggu lagi..." lirih gadis itu lagi.

"Nee Mirai, justru karena itulah aku pergi," Mikoto memandang langit, cerah, awannya sedikit.

"Apakah Yang Mulia tahu soal ini? Jika tidak maka Hime-sama tidak boleh pergi," tukas Mirai lagi. Gadis itu adalah salah satu pelayan pribadi sang putri. Mizuki Mirai, pelayan yang terbilang sangat disayangi sang Putri mahkota.

Pudar senyum antusias di wajah Mikoto, tergantikan raut lelah, "Mirai, kau mau ikut denganku?"

"Eh? Apa maksud Hime-sama?" Mirai melebarkan mata tak paham.

"Bukankah kau sudah tahu? Raja selalu menyetujui apapun keputusanku, selama hal itu baik dan demi kemajuan kerajaan selanjutnya, maka Raja pasti takkan menolak," aura penuh penekanan keluar seiring perkataan Mikoto.

"Tapi Raja tahu hal ini berbahaya juga bagiku, jadi beliau meminta seorang yang dapat kupercaya menemani, aku memilihmu Mirai, ikutlah denganku merasakan dunia ini," tegasnya lagi.

Gadis ungu dihadapan Mikoto mengangkat wajahnya penuh rasa hormat, "Dengan segala hormat, Hime-sama,"

-»«-

Tak banyak yang dua gadis itu bawa dalam perjalanan mereka. Saat hari beranjak menjadi malam, suara derap kuda mengisi jalan setapak tepi hutan. Dua gadis yang memiliki waktu dua minggu merasakan hidup yang sebenarnya.

Malam semakin larut dan larut, tenaga mulai melemah.

"Mirai, kurasa kita harus beristirahat dan lanjutkan perjalanan besok," Mikoto memelankan laju kudanya.

Mirai menoleh kearah sosok sang Putri, "Kurasa sebentar lagi kita akan sampai di perkampungan, kita bisa mencari penginapan disana Hime-sama," ucap Mirai.

Mikoto tak menjawab, diam sebagai balasan apa yang dikatakan sang pelayan yang kini menjadi teman perjalanan.

Benar saja, tak sampai sepuluh menit, mereka berdua dapat melihat kerlip lampu malam perumahan penduduk.

Mikoto berdecak melihatnya, "Kirei..."

"Um, sou da ne Hime-sama, jaa, mari kita cari tempat untuk menginap malam ini," Mirai turun dari kudanya dan melihat sekitar, berjalan halus dengan mata awas.

Mikoto tak henti menatap dengan manik antusias, jika dipikir-pikir, ini pertama kalinya sejak lahir ke dunia, ia melihat suasana selain istana sedekat ini.

"Omong-omong Mirai, seperti perkampungan ini bukan daerah kekuasaan kerajaan kita, ya?" ucap Mikoto.

"Benar Hime-sama, ini adalah wilayah pinggiran kekuasaan kerajaan Azuma, sekitar 25 kilometer dari perbatasan timur kerajaan Kuga." Mirai membenarkan.

"Eh? Kerajaan Azuma? Kurasa aku tidak pernah mendengar soal kerajaan ini," Mikoto mengedipkan manik.

Mirai tersenyum simpul, "Ada sebuah rahasia yang selama ini disimpan rapat oleh kerajaan Kuga pada pewaris takhtanya,"

"Rahasia? Apa? Bagaimana bisa ada hal yang tidak ku ketahui seperti ini?" Mikoto berdecak, pertanyaan mulai memenuhi kepalanya.

"Hime-sama tenang saja, aku akan menceritakan itu semua setelah kita mendapat tempat beristirahat,"

Mikoto memejamkan mata, berusaha menahan rasa penasaran yang menguasai diri saat ini.

-»«-

"Selama bertahun-tahun, bahkan berabad-abad, kerajaan Kuga hampir tak pernah lepas dari kerajaan Nijou," suara Mirai mendominasi heningnya malam. Kisah telah dimulai.

Mikoto, yang kini telah berubah sepenuhnya seperti rakyat biasa tanpa gaun tidur menatap penuh hasrat kearah Mirai, meminta penjelasan penuh atas apa yang tersembunyi darinya selama ini.

"Kedua kerajaan bak telah terikat benang merah yang tak kenal putus, selalu bersama, bersatu, tidak terpisahkan,"

"Ikatan kedua kerajaan dan prinsip selalu bersama pada setiap penerus tahktanya membuat kerajaan lain tak mampu mencampuri silsilah bagai torehan takdir indah dewa itu,"

"Termasuk kerajaan Azuma ini," Mirai memejamkan manik.

"Mirai, kau tahu pemimpin kerajaan ini saat ini?" tukas Mikoto cepat.

"Seingatku, kerajaan Azuma dipimpin seorang raja yang permaisurinya telah meninggal setelah melahirkan sang putra mahkota, Azuma Natsuhiko," jawab Mirai.

"Azuma Natsuhiko..." Mikoto bergumam.

"Putra mahkota telah berumur 22 tahun, namun belum memilih calon pendamping hingga sekarang," tambah Mirai lagi.

"Bagaimana bisa begitu?!" terkejut, Mikoto kaget lantas membekap mulut sendiri setelah mendengar suaranya yang agak berlebihan.

Mirai menatap tuan putrinya dengan kekehan, "Rumornya, sang pangeran menunggu seseorang,"

"Menunggu... Siapa?" lirih Mikoto.

"Kurasa cukup sampai disini dulu Hime-sama, kita harus beristirahat untuk melanjutkan perjalanan besok," Mirai beranjak ke sudut ruangan, dimana futon miliknya digelar.

Mikoto beringsut, menenggelamkan wajah dalam selimut, memikirkan kisah janggal yang baru saja dikatakan Mirai.

"Bukannya apa...,"

"Aku hanya merasa perjalanan ini memang sudah ditakdirkan...."


»p.s: Mirai ada di mulmed, yang megang pisau rambut ungu.

»Hime-sama: Tuan Putri
»Kirei: indah/ cantik
»Sou da ne: itu benar
»Futon: tempat tidur khas Jepang

NEXT—»

TALE:INADREAM。Where stories live. Discover now