Istana itu tidaklah begitu megah jika dibandingkan dengan kerajaan Kuga.
Namun, hal-hal didalamnya sudah lebih dari cukup untuk membuat Mikoto terkagum-kagum.
"Hime-sama, sebelah sini," suara Mirai menuntunnya kearah sebuah ruangan dengan pintu mahabesar berlapis ukiran.
Mirai mengatakan sesuatu pada salah satu penjaga di sisi pintu tersebut. Mikoto tentu tak dapat mendengarnya, namun, gadis itu menerka, Mirai tengah meminta izin untuk masuk ke ruangan sang Raja.
Benar saja, tak lama kemudian pintu didorong, menampakkan isi dalam ruangan.
"Hime-sama," intro Mirai membuat Mikoto lantas berjalan anggun memasuki ruangan berlantai marmer tersebut.
Tepat di depan singgasana sang Raja, Mikoto bersimpuh, memberikan penghormatan.
"Maafkan atas kelancangan saya Yang Mulia, perkenankan diri ini memberikan penghormatan pada Yang Mulia," ucap Mikoto dalam.
Sang Raja nampak senang melihat kehadiran tamu yang tak pernah diduga-duga ini, "Angkatlah kepalamu Putri, dan katakanlah, darimana asalmu," suruhnya.
Mikoto bangun dan menatap wajah senja sang Raja, "Saya berasal dari kerajaan Kuga Yang Mulia, Putri mahkota, Kuga Mikoto,"
Dapat ditangkap ekspresi terkejut dari wajah renta disana, "Kerajaan Kuga? Wahai Putri, apakah yang membawamu sampai ke kerajaan ditepi kebesaranmu itu,"
"Saya, dan pelayan saya hanya butuh suasana baru sampai penobatan saya dua minggu lagi, maaf jika terkesan lancang Yang Mulia, namun, jika Yang Mulia berkenan, sudikah membiarkan saya dan pelayan saya menetap di kerajaan Yang Mulia, barang beberapa hari?" Mikoto meminta sopan.
"Dengan segala hormatku sebagai Raja, kau, diizinkan menetap disini, sampai hari penobatanmu," sang Raja tersenyum, tidak pudar kharisma disana walau telah dimakan usia.
"Dengan segala hormat Yang Mulia,"
—»«—
Ada jamuan makan malam hari ini. Menyambut sang Putri kerajaan lain yang akan menetap hingga hari pengobatannya. Mikoto sendiri tidak pernah membayangkan hal seperti ini akan terjadi. Tapi toh, gadis itu juga tak mempermasalahkannya.
Para pelayan menunduk ramah pada sang Putri kala berpapasan di lorong istana, sungguh suatu pemandangan yang lain dimata Mikoto. Selama ini Mikoto tidak pernah terlalu dekat dengan orang istana, paling hanya Mirai. Raja dan Ratu pun ia tak begitu dekat. Padahal mereka adalah kedua orangtuanya.
Malam ini istana ramai dan hangat. Mikoto dapat tertawa disela-sela perjamuan. Sungguh hal baru bagi diri akan suasana seperti ini.
Ketika perjamuan berakhir, pelayan istana kini berganti tugas membereskan sisa-sisa perjamuan. Mikoto pun sudah selesai, melirik sesaat sosok sang Pangeran diujung meja. Juga baru saja menyelesaikan miliknya.
"Mirai," Mikoto melirik kearah gadis berambut ungu disampingnya.
"Eh, iya Hime-sama?" sahut Mirai.
"Janjimu, malam ini," tagih sang Putri.
Mirai menghela napas, "Baiklah Hime-sama, biarkan saya memberi tahu Ouji-sama dan Masamune-san terlebih dahulu," katanya lantas beranjak dari kursi.
"Jadi begini," Mirai bergumam, terlihat canggung.
Kini mereka berempat, Mikoto, Natsuhiko, Masamune serta Mirai tengah berada si balkon istana. Angin malam semilir berhembus, namun tidak dapat menghilangkan atmosfer yang telah terbentuk.
"Sebenarnya Hime-sama, aku berasal dari sini, kerajaan Azuma," ucap Mirai.
Mikoto tentu saja terkejut, "Bagaimana bisa? Ayahmu adalah orang asli kerajaan Kuga!" tudingnya tak sabaran.
"Kumohon dengarkan dulu Hime-sama," pinta Mirai.
Mikoto menarik napas dalam, berusaha sabar.
"Aku bukanlah siapa-siapa sejak kecil, hingga ayah dari Masamune-san, yang saat itu adalah jenderal perang kerajaan Azuma mengambilku,"
"Aku dibesarkan di istana sejak hari itu, dilatih berbagai macam tentang kehidupan istana, hari-hari dimana aku dibuat menjadi seorang penjaga Pangeran," lanjut Mirai.
"Ada sebuah tradisi di kerajaan Azuma, dimana seorang Pangeran harus memiliki dua pengawal, laki-laki dan perempuan, sepasang, dan akibat adanya tradisi itu, aku dipilih menjadi sepasang penjaga Pangeran bersama Masamune-san," Mirai masih menundukkan kepala, nada bicaranya agak berbeda.
"Namun, tepat saat aku tahu takdirku, sang Raja, mengeluarkan sebuah titah padaku," Mirai memejamkan mata, membiarkan larut bersama suasana malam.
"Aku akan diberikan pada kerajaan Kuga, dilanjutkan dan dibesarkan disana demi menjaga sang Putri, saar itu umurku enambelas, Hime-sama ingat bukan?" Mirai menatap sang Putri.
Mikoto mulai paham maksud semuanya, apa yang diketahuinya selama ini adalah sebuah kepalsuan. Semuanya salah, tidak sama.
"Tapi, kenapa kau diberikan padaku? Apa alasannya?" tukas Mikoto pada Mirai.
"Karena kerajaan kami percaya, Hime-sama adalah pasangan kerajaan kami, takdir sang Pangeran," Masamune yang menjawab.
"Ya, demi hal itu, demi menentang takdir buruk kedua kalinya, kami harus memutuskan sebuah hubungan abadi," Mirai menatap kearah Natsuhiko.
"Demi cinta yang haus akan balasan, kami harus memutuskan hubungan kerajaan Kuga dengan kerajaan Nijou," tegas Mirai dan Masamune bersamaan.
Mikoto terdiam, menatap sosok Natsuhiko yang sedari tadi bungkam, mengingat sebuah memori yang tak seharusnya ia ingat.
"Hime-sama, perlu anda tahu, sang Raja dulu datang, melamar sang Ratu, ibunda Hime-sama saat ini, tapi apa? Pertalian itu, semuanya merusak keadaan." lirih Mirai.
"Cinta tidak lagi menjadi dasar sebuah ikatan, tapi menjadi racun yang merusak, membantah ikatan selain didalam lingkaran,"
Mikoto memejamkan mata, melawan ingatan yang berputar kejam dalam kepala.
"Hanya karena Ouji-sama adalah anak seorang selir yang lahir terlebih dahulu atas sebuah kesalahan, kerajaan Kuga lantas menolak kami sepenuhnya," lanjut Masamune.
"Natsuhiko ...," Mikoto membuka matanya, menyebutkan namanya.
"Kau kah yang menungguku selama ini ...?"
Natsuhiko memandang manik Mikoto, netra hazel itu terlihat tegas, "Ya,"
"Tapi bukan berdasarkan takdir."
NEXT—»
YOU ARE READING
TALE:INADREAM。
Fanfiction〚ft. norn9 ❛dongeng seperti apa yang ingin kau baca? kemarilah, akan kuceritakan padamu sebuah kisah....❜ Himawari Project © writerlatte °since 2018