気持ち || a feeling

58 10 0
                                    

Hari-hari Mikoto di kerajaan Azuma berjalan tanpa halangan. Semuanya terasa begitu menyenangkan bagi Mikoto. Hal-hal baru berhasil didapat dan itu semua meredam hati gadis tersebut dalam ria.

Seperti hari ini, Mikoto tengah duduk di taman kerajaan, ditemani teh serta kue-kue manis, menikmati kicau burung.

Mikoto memejamkan mata, larut dalam pikiran. Selama menetap di kerajaan Azuma, ia dapat dikatakan cukup akrab dengan sang Pangeran. Entah atas dasar apa, Mikoto merasa nyaman dengannya. Tidak peduli sikap dingin dan agak sarkas milik pemuda itu tak dapat dipungkiri mengganggu jua, Mikoto masih dapat mentoleransinya.

"Sendirian lagi?" sebuah suara membuat Mikoto kaget.

"Natsuhiko!" serunya spontan.

"Ya, sudah tau itu aku, untuk apa sekaget itu," yang terlihat di mata terkekeh pelan.

"Hum, lagipula kau sudah lihat 'kan, aku sendirian?" Mikoto meraih cangkir minimalis diatas meja, mendekatkan bibir cangkir ke mulut.

"Kemana Mirai?" Natsuhiko memandangi taman bunga mawar di hadapan.

"Bersama Masamune, lagi," Mikoto menghela napas samar.

"Entah urusan apa yang kali ini mereka bicarakan," sang Putri menopang dagu, mengerjapkan mata malas.

"Kau tahu bukan mereka sudah bertunangan?" Natsuhiko menyahuti dengan nada selidik.

"Yaa, dan sejujurnya itu membuatku kaget, tidak kusangka pelayanku yang kalem-kalem dingin itu memiliki sisi seperti ini, dia melampaui tuannya sendiri," Mikoto terkesan menggerutu.

Natsuhiko melirik kearah Mikoto yang sepertinya ingin misuh lebih banyak dalam bahasa yang lebih halus, "Kau iri dengannya? Pelayanmu sendiri?"

Mikoto cepat menoleh kearah Natsuhiko, "Hah? Jangan bercanda, aku kan juga sudah punya tunangan!" tukasnya.

"Hm, lalu? Kau memangnya mengharapkan apa lagi?" ucap Natsuhiko.

Mendengar ucapan Natsuhiko membuat Mikoto terdiam, bibir bawah digigit kesal, "Aku ... tidak tahu ...,"

"Tunanganmu itu, pangeran Nijou, kan?" tambah Natsuhiko.

Mikoto bergumam, tidak berniat mengiyakan walau memang begitulah kenyataannya.

"Kau menyukainya?"

Pertanyaan itu keluar. Sesuatu yang selama ini terus berputar di kepala seorang Kuga Mikoto. Pertanyaan yang tak pernah ia dapatkan walau diri sudah berusaha. Pertanyaan yang menghantuinya, hingga mencarinya di kerajaan ini. Apa? Apa yang sebenarnya ia rasakan pada Sakuya?

"Sepertinya kau kebingungan," kata Natsuhiko, membuat Mikoto memejamkan mata kuat.

"Jujur saja pada dirimu sendiri,"

"Hah?" Mikoto cepat menatap Natsuhiko yang masih betah dengan pemandangan di hadapan.

"Jujurlah pada dirimu sendiri, kalau kau benar menyukainya maka akuilah, kalau tidak, jangan memaksakannya, itu hanya akan menyiksa perasaanmu," tutur Natsuhiko, membuat Mikoto berdesir.

"Aku ... apakah aku punya rasa pada Sakuya?"

"Kau anggap apa dia selama ini? Tunangan? Apakah kalian bertunangan atas rasa saling menginginkan? Kalau bukan, lalu untuk apa?" lanjut Natsuhiko.

Mikoto mencengkeram kuat cangkir teh, isinya yabg kecoklatan bergemericik, "Sakuya ... hanya teman masa kecil, sungguh tidak lebih, tidak pernah lebih ...."

Natsuhiko tampaknya terkejut mendengar lirihan Mikoto, "Hanya sebatas teman? Jadi kau tidak pernah menyukainya?"

Mikoto menunduk, dadanya penuh, "Aku berusaha jujur, dan ketika kejujuran itu tabu bagi kerajaan kami ...."

"Brak!" meja minimalis digebrak kasar, membuat Mikoto tersentak.

"Jangan bercanda, duniamu sudah salah," tatapan Natsuhiko mengintimidasi.

"Sampai kapan kau mau mempertahankan sebuah kepalsuan, ha? Percuma kau bersamanya, kau hanya akan menyakitinya jika tahu dirimu bahkan tidak punya rasa padanya," tangan diraih, digenggam kuat.

Mikoto tersedak, dadanya sesak, pengakuan yang kejam, diri menangis. Ia sesungguhnya tau semuanya, dia tidak pernah, sekalipun tak pernah memandang seorang Nijou Sakuya lebih dari teman masa kecil.

Kuga Mikoto tidak pernah menyukai, apalagi mencintai Nijou Sakuya.

Tubuh ditarik lembut, direngkuh hangat, "Kalau kau sudah mengerti semuanya, tidak apa, memang berat, maka lepaskan saja semua beban itu, aku ada disini," bisik Natsuhiko.

Mikoto benar-benar menangis disana, menangisi kebodohannya akan rasa yang salah selama ini. Kini ia sadar, tidak ada gunanya melanjutkan semuanya. Semuanya salah.

Dan saat dimana Mikoto mengerti akan hal itu, maka ia pun telah memutuskan. Memutuskan dimana akan hidup dalam sebuah cinta. Untuk seseorang yang telah menunggunya, yang terpisah oleh takdir kejam waktu dunia.

Mikoto akan menentangnya, melampaui sejarah. Demi cinta, demi orang yang benar-benar ia inginkan. Demi sebuah hati baru yang menyadarkan sebuah kebenaran padanya.

NEXT—»

TALE:INADREAM。Where stories live. Discover now