Part 1

43 7 9
                                    

Arlen Kevin Mahendra, siapa yang tak kenal dengan seorang pria tampan penuh pesona tersebut? Kapten basket, anak olimpiade, pintar dalam banyak pelajaran khususnya matematika.

Jika kebanyakan anak yang dikagumi seantero sekolah adalah anak IPS, berbeda dengan Arlen. Arlen adalah anak IPA yang termasuk dalam kategori anak kesayangan guru tersebut.

Arlen, anak kelas XI IPA-2, senyumnya manis membuat para kaum hawa terpesona, kulitnya bersih, tingginya kurang lebih 175 cm seimbang dengan bentuk tubuhnya yang atletis, hidungnya mancung, memiliki alis tebal dan bibirnya tipis berwarna pink. Tatapannya teduh. Siapa yang tidak mau dengannya?

Itulah yang dipikirkan Regina sejak tadi. Mengapa bisa, cowok dengan paket komplit seperti Arlen malah memilih Regina, anak yang termasuk kategori pemalas, di sekolah hanya makan, ngegosip dan tidur, yang memiliki prestasi berbeda dengan orang lain, yaitu ghibah.

Kalau masalah fisik? Regina juga kalah saing dengan cewek-cewek yang berada di Galaksi, hanya memiliki tubuh yang semampai, selain itu? Ia hanya seseorang yang sangat-sangat biasa, tidak bisa berdandan, kulitnya putih pucat dan tidak bisa gemuk walaupun hobi yang setiap hari ia lakukan adalah makan.

Soal ekstrakulikuler? Regina memilih mengikuti jurnalis, karena ia suka dalam hal berbau fotografi, namun sayangnya, sejak kelas sepuluh dulu, Regina hanya menghadiri ekstrakulikuler itu sebanyak dua kali, dan selain itu, Regina memilih untuk bolos.

Atau cowok itu salah orang? Seharusnya menembak anak cheerleader malah salah menembak Regina? Atau malah cowok itu menembak Vanya, sahabat yang tadinya bersama Regina saat insiden tembak menembak tadi, yang seharusnya menarik tangan Vanya tapi malah menarik tangan Regina.

Setelah kejadian di lapangan basket tadi selesai, para kaum hawa langsung pergi dari tempatnya masing-masing, banyak yang kecewa atas keputusan Regina, ia tahu, stok cogan semakin berkurang. Regina langsung melenggang pergi menuju ke kelasnya. Dan pastinya, seorang Arlen tak mengejarnya.

Regina menggeleng-gelengkan kepala mencoba mengenyahkan pemikiran mustahil tersebut, sampai ada seorang yang memanggilnya, dan Regina pun menoleh mendapati Citra, teman sekelasnya.

"Ciye yang baru jadian, di cariin yayang beb tuh," ujar Citra dengan dagu yang terarah ke pintu kelas XI IPS-3, kelasnya. Regina mengikuti arah pandang Citra. Ia melihat Arlen yang menunggunya disana. Tak lama kemudian Regina menghampiri Dani.

"Ngapain di sini?" Regina menatap Arlen sambil menyidekapkan kedua tangan di depan dada.

"Nggak boleh emang nemuin pacar sendiri?" tanya Arlen yang membuat Regina salah tingkah sendiri, padahal sebelumnya ia tak pernah seperti ini dengan cowok.

"Hah pacar? Siapa yang lo maksud?"

"Tadi lo yang ngomong sendiri." Arlen berujar enteng.

Regina semakin gugup, ia mencoba menyembunyikan rasa gugupnya,"Tadi gue cuma ngomong doang, nggak serius, gue cuma kasian tadi kalo lo gue tolak lo pasti malu."

Arlen hanya menatap Regina dengan datar, Regina tetap salah tingkah sendiri.

"Lo sekarang pacar gue, dan nanti, gue tunggu di parkiran, nanti pulang bareng gue, nggak ada alasan." Selesai mengucapkan hal tersebut, Arlen mengacak rambut Regina dan kemudian bergegas pergi meninggalkan Regina yang mematung di tempat.

Regina merasa ada sengatan listrik yang mengalir di tubuhnya, jantungnya berdetak melebihi ritme tak seperti biasanya. Lututnya tiba-tiba melemas.

'Kok gue jadi gini, sih,' ujarnya dalam hati.

-

-

-

Tbc?

DIFFERENT (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang