Part 3

16 2 0
                                    

"Re, lo gak ke kantin?" tanya Vania, teman sebangkunya, sekaligus sahabat bagi Regina.

Regina menggeleng, "gue masih kenyang, lo duluan aja," ujarnya, beberapa saat kemudian Vania mengangguk dan memutuskan untuk pergi dari hadapan Regina.

Cewek berkulit putih pucat tersebut meneruskan kembali aktivitasnya, yaitu membaca sebuah novel fiksi remaja yang baru saja dibelinya dua minggu lalu.

Kalau ditanya hobi, Regina akan menjawab hobinya adalah membaca. Membaca novel, bukan membaca buku-buku pelajaran yang sangat membosankan. Lucunya, ia kuat jika membaca novel setebal apapun dalam satu hari. Namun, jika disuruh membaca materi pelajaran sekolah, sepuluh halaman saja sudah tepar.

Tiba-tiba ponselnya berbunyi. Ada pesan masuk yang Regina tak tahu siapa. Ia menaruh novelnya lalu tangannya meraih ponsel yang tergeletak di meja. Keningnya mengerut melihat pesan WhatsApp yang muncul dengan nomor yang tidak diketahui Regina.

Udah makan?

Siapa?

Regina memencet tombol send, tak lama kemudian pesan muncul lagi dari seseorang yang tak diketahui tersebut.

Tunggu di situ!

"Siapa sih!" gumam Regina pelan. Tak mau ambil pusing, ia melanjutkan membaca novelnya lagi.

Tiba-tiba sebuah mangkuk yang berisikan bakso dan satu es teh mendarat di mejanya. Regina mendongak, terkejut melihat siapa yang membawakannya makanan ini.

"Mungkin aja gue cuma disuruh nemenin dia makan." Regina bergumam pelan.

"Buat lo!"

"Apa!" Cowok itu berdecak, "kebiasaan budeg ya lo."

"Ish," Regina mencebikkan bibirnya kesal. Cowok itu memutar untuk dapat duduk di samping kanan Regina.

"Gue tau lo belum makan."

Regina menatap Arlen tak percaya," lo kok tau gue belum makan? Lo peramal ya?"

Dani menautkan kedua alisnya, "bukan lah, mana ada peramal ganteng kaya gue," ujar Arlen yang membuat Regina mendengus.

'gak lucu' batin Regina sambil memutar bola mata jengah.

"Oh jadi lo ya yang ngirim pesan ke gue tadi?"

"Iyalah, siapa lagi coba?"

"Mungkin aja haters gue yang gak suka karena gue deket sama lo."

"Mana ada haters nanyain udah makan apa belum."

"Kali aja dia mau kasih makan yang dikasih sianidanya, kan gue juga gak tau." Regina mencebikkan bibirnya kesal.

Arlen tertawa pelan, lesung pipi sebelah kanannya muncul. Baru kali ini Regina melihat seorang Arlen yang terlihat sombong ini tertawa manis. Regina seakan erpana seperti para kaum hawa di sekitarnya.

"Tadi gue ke kantin, lihat Vania nggak sama lo, gue tanyain ternyata lo gak ke kantin, jadi gue bawain ke sini. Yaudah cepet makan." Arlen mendekatkan mangkuk tersebut di dekat Regina. Regina senang, tapi malu untuk mengatakannya.

'Jadi gini rasanya punya pacar, seneng juga diperhatiin.' batinnya, yang pasti tersenyum geli.

"Gue tungguin."

Regina yang baru saja mau menyendokkan bakso ke dalam mulutnya tiba-tiba mendongak menghadap Arlen dan tergagap.

"Eh..eng, enggak."

"Lo lucu," Arlen malah tertawa, sangat manis. Membuat pipi Regina tiba-tiba memanas, ia hanya bisa berdoa semoga pipinya tidak merah padam karena kebaperan.

Padahal hanya hal-hal kecil.

"Udah makan dulu aja!" Regina mengangguk, lalu melanjutkan makan tanpa menawarkan kepada Arlen.

Sedangkan Arlen, tak bermain ponsel ataupun bertanya-tanya tentang Regina. Ia malah memandang lekat Regina.

Memang, Regina tak secantik cewek-cewek yang mengejarnya, tak seputih ataupun tak semanis mantannya yang terdahulu. Namun tak tahu mengapa, perasaan ketertarikan yang ada dalam diri Arlen justru jatuh pada cewek ini, cewek biasa ini.

Regina malah blushing sendiri ditatap oleh Arlen. Ia mendorong tubuh Dani agar tak memandangnya lagi. Namun sayang, usaha itu gagal karena Dani tetap saja kembali memandang lekat Regina.

"Kalau lo gak serius sama gue, jangan bikin baper gue!" tukas Regina yang pastinya disertai dengan keberanian lebih.

"Gue serius sama lo, maka dari itu, gue pengin buat lo jatuh hati sama gue!"

-

-

-

-

-

Banyak kurangnya mohon maaf.

DIFFERENT (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang