Part 4

19 2 1
                                    

Pikiran Regina terus terngiang dengan perkataan Arlen tadi, akibatnya, ia tak bisa fokus menerima pelajaran sampai jam pelajaran selesai.

Sampai sekarang pun.

Sepulang sekolah, ia langsung  merebahkan tubuh di kasur kesayangannya, lalu membanting ponsel di atas kasur, kemudian memejamkan mata untuk kembali tidak memikirkan cowok itu lagi.

Tiba-tiba ponsel Regina berdering mengalunkan lagu One Call Away. Regina membuka matanya berat, lalu menutup matanya lagi. Membiarkan si penelepon jengah menelepon Regina.

Telepon dimatikan. Namun, tak lama kemudian ponselnya berdering kembali. Regina berdecak kesal, ia mengambil ponselnya dengan kasar, lalu menggeser tombol berwarna hijau untuk mengangkat telepon dari seberang sana tanpa melihat siapa.

Gue di depan rumah lo, cepet keluar!

Regina membelalakkan matanya, lalu menatap layar ponselnya. Benar yang ia duga, Arlen meneleponnya. Dan lagi-lagi ia kepikiran dengan perkataan Arlen tadi.

Heh malah diem aja.

Regina tersentak.

Ngapain lo ke sini?

Jemput lo lah.

Ngapain?

Temenin gue, cepet turun.

Regina membuka tirai di kamarnya, dari kamar, ia bisa melihat Arlen sedang menunggu di sana.

Gue ganti baju dulu.

Setelah itu Regina mematikan sambungan teleponnya. Ia mencuci muka sebentar agar tak terlihat kusut, baru ia berganti baju.

***

"Ngapain lo disini?" Mata coklat Regina menatap Arlen sambil melipat kedua tangannya.

"Ikut aja!" suruh Arlen sambil menunjuk ke belakang jok kemudinya.

"Mau kemana?"

"Udah nanti lo bakal tau."

"Iya iya."

Regina pasrah. Sedangkan Arlen tersenyum tipis yang menunjukkan lesung pipi sebelah kirinya. Untung Regina tidak melihatnya, karena jika ia melihatnya, pasti lututnya melemas lagi.

"Agak deketan sini!" Regina pun maju satu langkah mendekati Arlen. Kemudian Arlen mengambil helm yang ada di jok belakang, lalu menghadap ke Regina sambil memegang helm, ia pun memasangkan helm ke kepala Regina. Arlen pun semakin mendekat. Jarak antara mereka pun sangat dekat, debaran jantung mereka lebih cepat tak sesuai dengan tempo seperti biasanya. Dan Regina pun memejamkan mata.

Embusan napas Arlen terasa di pipi Regina, Regina semakin memejamkan matanya erat.

'Jantung gue jangan sampai copot,' batinnya.

'jangan-jangan dia mau cium gue?' Regina membatin yang aneh-aneh.

Arlen semakin dekat, dan akhirnya,

Srokk,

Arlen menutup kaca helm Regina dengan keras.

Dan Regina malu seketika.

*****

"Tadi kenapa merem-merem juga," ujar Arlen sambil terbahak sampai-sampai matanya mengeluarkan air mata.

Regina mengerucutkan bibirnya, "ih udah diem, nggak lucu tau." Mengingat kejadian di depan rumah Regina tadi membuat Regina salah tingkah. Regina merasa pipinya semakin memanas karena malu.

"Lucu banget, buktinya gue aja ketawa." Arlen tak kuasa menahan tawanya lagi, Regina malah semakin geram.

"Udah gue mau pulang aja," tukas Regina kesal, ia berdiri lalu menyambar tasnya, untung saja Arlen segera menahan lengan Regina.

"Eits, jangan dong, kan cuma bercanda tadi."

"Tapi nggak lucu,"

"Iya-iya maaf, duduk lagi ayo!" Arlen mendorong pundak Regina agar kembali duduk seperti posisi semula. Anehnya, Regina menurut saja.

"Yaudah, mau pesen apa?" Regina yang semula mengalihkan pandangannya kini menatap cowok bermata abu-abu tersebut. Ia menarik daftar menu yang dipegang oleh Arlen, pilihannya jatuh kepada kue yang terkenal ini.

"Gue mau tiramisu cake sama matcha latte," ujar Regina dengan senyum yang mengembang, karena sudah lama ia tak membeli makanan ini.

"Oke, tunggu aja." Arlen bergegas ke kasir untuk memesan serta membayarnya.

Regina meneliti setiap sudut ruangan dengan ekor matanya. Ia terkagum melihat cafe bernuansa retro ini, cafe ini baru dibuka sekitar satu bulan lalu dan Regina baru datang ke sini  untuk pertama kalinya. Cafe ini masih terlihat sepi, mungkin nanti pada malam hari akan terlihat ramai karena para anak muda yang ke sini.

Tak lama Arlen datang. Regina menatap Arlen. Lalu bertanya, "masih lama ya?", dan Arlen hanya menjawab dengan deheman saja.

Hanya duduk berdua, dan Regina tak pintar memecah suasana. Mereka canggung, tanpa berbicara. Akhirnya Arlen memainkan ponselnya. Dan Regina memilih untuk memandang sekitarnya.

"Rere," suara bariton terdengar di ambang pintu masuk membuat pemilik nama--Regina-- menoleh, tanpa disadari Arlen pun ikut menoleh.

Regina membulatkan mata, tak percaya dengan apa yang telah di lihatnya, tubuhnya membeku saat cowok jangkung itu mendekati Regina dan memeluknya dari belakang.

"Gue kangen banget sama lo," tukasnya.

-

-

-

Sampai ketemu di part selanjutnyaaaa......

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 18, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DIFFERENT (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang