PART 1

237 8 0
                                    


Saat aku masih anak-anak, ibuku selalu membacakan buku dongeng untukku sebelum tidur. Itu sebabnya aku sangat menyukai kisah-kisah fantasi, sampai koleksi buku dongeng dan buku cerita fantasi milikku menggunung. Tentu saja, anak kecil sepertiku akan mempercayai setiap kisah yang tertulis di buku tersebut. Dan sejujurnya, sampai sekarangpun aku masih mempercayainya.

Di suatu tempat di dunia ini, ada seorang putri salju cantik jelita yang pernah mati setelah memakan apel beracun dari nenek sihir jahat, lalu hidup kembali setelah bertemu dengan pangeran tampan yang mencintainya. Ada seorang perempuan cantik yang tinggal di sebuah desa, lalu bertemu dengan seorang pangeran yang saat itu dikutuk menjadi makhluk buruk rupa. Ada seorang perempuan bernama Cinderella yang akhirnya bisa berdansa dan hidup bahagia bersama seorang pangeran mengalahkan niat jahat dari sang ibu tiri dan saudara-saudaranya.

Selain itu, masih banyak kisah-kisah lain yang sudah kubaca sejak dulu. Dari cerita yang begitu populer, hingga cerita yang kini sudah terlupakan. Jika aku berkata kepada orang lain bahwa cerita fantasi itu benar-benar nyata, maka mereka pasti akan menertawakanku. Kadang-kadang, aku juga berpikir kalau itu adalah sebuah gagasan konyol. Cerita fantasi dan dongeng itu adalah hasil buah pikiran manusia untuk menyenangkan hati anak-anak. Mana mungkin hal seperti itu bisa terjadi di dunia nyata.

Seiring beranjak dewasa, akhirnya aku menyerah pada khayalan masa kecilku itu. Di umurku yang sudah menginjak 16 tahun, akupun menyimpan seluruh buku-buku dongeng pemberian ibu di kardus tertutup dan menempatkannya di sudut kamarku. Mungkin suatu saat nanti bisa kusumbangkan ke sekolah-sekolah dasar sebagai bahan bacaan anak-anak.

Setelah membereskan buku-buku tersebut, aku segera mencuci tangan, mengambil tas selempang berwarna merah kesayanganku, dan beranjak meninggalkan rumah. Kalian mungkin berpikir, kemana aku akan pergi? Apakah aku hanya tinggal sendirian?

Akan kujawab pertanyaan kalian. Aku melangkahkan kaki menjauh dari rumah ke stasiun kereta untuk pergi ke rumah sakit. Ibuku tercinta yang selalu membacakan buku dongeng untukku di waktu kecil, sedang berjuang melawan penyakitnya. Sedangkan ayahku, pergi meninggalkan rumah entah sudah berapa tahun yang lalu. Aku sudah lupa—atau, aku memang tidak mau mengingatnya. Saat itu, ibu bilang kalau ayah akan tinggal di rumah berbeda dalam waktu yang sangat lama. Alasannya untuk menghidupi aku dan ibu.

Diriku yang saat itu masih anak-anak, tentu tidak punya pilihan selain mempercayainya. Tapi, akhirnya aku tahu alasan sebenarnya setelah menyadari fakta bahwa ayah tidak kunjung pulang ke rumah kami, atau sekedar menghubungiku. Ibu dan ayah sudah bercerai. Mereka tidak akan pernah bertemu dan berkumpul bertiga bersamaku di rumah sederhana itu.

Aku tidak pernah mengatakan pada ibu bahwa aku sudah tahu semuanya. Lebih baik aku diam dan berusaha menerima semua kenyataan ini. Setelah itu, kembali fokus untuk merawat ibu di rumah sakit dan belajar keras demi prestasi di sekolah.

"Oh, halo, Rani," Ibu langsung menyapaku dengan lembut begitu aku membuka pintu kamar rawat ibuku. Keriput di wajah ibu terlihat jelas di mataku, dan setiap harinya ibu selalu terlihat pucat. Sama sekali tidak ada tanda-tanda akan sembuh dalam waktu dekat.

"Halo, ibu. Hari ini kondisi ibu stabil?" tanyaku sambil menaruh buket bunga di meja samping tempat tidur ibu. Ibu menganggukkan kepala sebagai jawaban dari pertanyaanku.

Setelahnya, aku mengajak ibu mengobrol ceria tentang apa saja. Misalnya, tentang acara televisi kesukaan ibu, berita yang sedang hangat diperbincangkan, atau apapun yang terjadi padaku di sekolah. Meskipun ibu hanya sering menanggapinya dengan anggukan dan senyuman, namun itu sudah lebih dari cukup untukku. Aku ingin yakin kalau ibu pasti akan sembuh, meskipun dalam waktu yang lama.

Anonymous WorldWhere stories live. Discover now