PART 2

142 5 0
                                    



Tiga hari sudah berlalu sejak kematian ibu. Beliau sudah dimakamkan di tempat pemakaman yang lumayan jauh dari rumahku. Sejak saat itu, aku belum masuk sekolah karena masih sangat berat untukku melangkah ke luar rumah. Lagipula, kalaupun aku pergi ke sekolah aku hanya akan menerima ucapan duka cita dari teman atau guru, dan rasanya sangat menyedihkan.

Bukan berarti aku tidak menghargainya, hanya saja aku masih belum sanggup melepas kepergian ibu.

Salsa, Axel dan Vino baru saja pulang setelah mampir ke rumahku. Mereka melakukan berbagai macam cara agar aku kembali ceria seperti biasanya. Akhirnya, aku membalas perlakuan mereka dengan sebuah senyuman—senyuman agak dipaksa. Mereka tahu itu, namun memilih untuk tidak mengomentarinya.

Kurebahkan tubuhku di atas tempat tidur kamarku yang ada di lantai dua. Walaupun biasanya aku selalu sendiri di rumah, tapi kali ini rasanya berbeda. Sungguh, aku rindu pada suasana hangat layaknya keluarga. Ada ayah, ibu, dan aku yang makan bersama di meja makan sambil menonton televisi. Terkadang ayah mengeluarkan guyonannya, membuat kami tertawa. Di akhir pekan, ibu biasanya mengajak kami pergi wisata dan makan malam di restoran.

Padahal, dulu aku pernah bahagia.

Kedua bola mataku melirik ke arah buku tebal yang ada di meja belajarku. Itu buku fantasi terakhir yang diberikan ibu, sekaligus cerita paling menarik di antara cerita yang pernah kubaca. Aku tertarik untuk melihatnya lagi, karena itu aku beranjak dari posisi tidur dan duduk menghadap meja belajar. Tanganku bergerak membuka lembar demi lembar buku itu.

"Tokoh utama buku ini juga kehilangan orangtuanya, tapi dia bisa berkumpul bersama lagi karena ada makhluk misterius yang memberinya kesempatan untuk menghidupkan kembali orangtuanya...Benar-benar mustahil," gumamku pada diri sendiri. Kusandarkan pipi kananku di telapak tangan kananku.

"Tapi, seandainya...aku benar-benar diberi kesempatan untuk membuat ibuku hidup lagi...maka apapun akan kulakukan. Karena aku...hanya mau bahagia..." mendekati kalimat akhir, air mataku kembali tumpah membasahi buku fantasi ini. Kubenamkan wajahku di atas meja ditutupi dengan tanganku.

"Kamu mau mencobanya, nona manis?"

Aku tersentak kaget ketika tiba-tiba mendengar suara misterius. Segera kudongakkan kepalaku ke belakang dimana suara itu berasal. Aku bisa merasakan kedua bola mataku kembali membulat, sekujur tubuhku membeku. Kugeleng-gelengkan kepalaku berulang kali, lalu mengusap kedua mataku kalau-kalau tadi ada kotoran yang masuk sehingga membuat pandanganku buram. Tapi tidak, sosok ini benar adanya.

Bukan, dia bukan setan dengan penampilan menyeramkan seperti di film horor. Dia seperti sosok remaja laki-laki pada umumnya, mungkin seumuran denganku. Memakai jas berwarna biru tua yang tidak dikancing, lengkap dengan dasi berwarna senada. Kemeja putih ia kenakan di dalam, tak lupa dengan celana panjang berwarna hitam. Sepatunya hanya sepatu kets yang biasa dikenakan anak sekolah.

Yang membedakan dia dengan manusia, adalah dia mempunyai tanduk berwarna merah diselingi sebuah garis hitam. Ada sayap hitam yang tak begitu lebar membentang di punggungnya, lengkap dengan ekor hitam dengan ujung yang tajam. Terlebih lagi, matanya merah menyala. Tidak lupa juga dengan taring di mulutnya.

 Tidak lupa juga dengan taring di mulutnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Anonymous WorldWhere stories live. Discover now