Petualangan Bersama Profesor Stain - @shireishou

857 108 58
                                    

================================================

Apa yang kalian harap mengisi akhir pekan? Apa kalian ingin bersantai dan bersenang-senang?

Malam Mingguku jauh dari kata tenang. Namun, aku melalui segala kehebohan ini demi menjaga kedamaian yang sedang kalian rasakan.

"Andrew, a-aku sudah tidak kuat!"

Aku menghentikan lariku dan menoleh ke belakang. Profesor Stain tertunduk memegangi lututnya sambil terengah-engah. Bahu rapuhnya naik-turun seiring napas yang tak beraturan.

"Ayo, Prof! Ada satu rudal nuklir raksasa yang harus kita batalkan peluncurannya!" Aku mendekatinya gusar.

"Ta-tapi ... aku tidak diciptakan Tuhan untuk berlari," rintihnya lagi.

Ya, Tuhan! Kenapa di saat sedang menjalankan sebuah misi penting, aku malah harus menemukannya?

Ketika tadi berlari melintasi sebuah ruangan, aku melihatnya sedang sibuk mencoret-coret papan tulis dengan aneka angka dan persamaan yang tak bisa kupahami. Jika bukan karena dirinya adalah sahabat dekat almarhum ayahku, pasti sudah kutinggalkan ia di sarang musuh.

Bagaimana bisa seorang profesor tanpa sadar telah diculik dan diperdaya untuk menemukan formula membuat rudal nuklir raksasa?! Entah itu artinya dia bodoh atau jenius.

Lalu sekarang misiku untuk membatalkan peluncuran rudal nuklir itu, harus ditambah dengan menyelamatkan profesor tua yang berlari saja tidak bisa. Luar biasa!

Aku memandang cetak biru yang terpantul di kacamataku. Luc sudah mengirimkan peta ke mana aku harus bergerak. Tim pembersih sudah mengalihkan pertahanan ke sisi lain gedung. Pasti hanya ada sedikit penjaga yang menyadari kalau satu tikus lihai sudah menyusup ke arena terlarang.

"Prof, kita hanya harus berlari sejauh 500 meter lagi sebelum sampai ke ruangan pengawas," jelasku berusaha bersabar. "Setelah membereskan penjaga, kita bisa masuk ke ruang bawah tanah untuk memasukkan kode pembatalan peluncuran."

Profesor berumur 68 tahun itu menegakkan tubuhnya. Sungguh, ia lebih tampak seperti kakek berumur 80 tahun yang begitu ringkih. Padahal kami baru berlari sekitar 400 meter di lorong berkelok-kelok ini.

"Aku tidak kuat! Lagi pula, kenapa kau membawaku pergi? Padahal aku sedang menyelesaikan formula terbaru." Ia bersungut. "Kalau sampai aku mati, akan kuadukan pada ayahmu di surga!"

Nah! Kelakuan seperti anak kecil yang sedang merajuk ini mampu membuatku makin sakit kepala. Aku tak ingin Profesor Stain mengadu pada almarhum ayah kalau aku mengabaikannya. Bisa-bisa aku dicap anak durhaka dan tak diizinkan masuk surga oleh Tuhan.

Oke, itu memang terlalu jauh dan aku tidak ingin masuk surga saat ini. Namun, sebagai agen rahasia, tidak ada salahnya berjaga-jaga.

Aku langsung berjongkok dan menghadapkan punggungku ke arahnya. "Naiklah!"

Profesor Stain tampak senang saat dia naik dan memeluk leherku kuat-kuat.

"Hup!" Ya ampun, ternyata ia lebih berat dari dugaanku.

Tiba-tiba suara sirine mengejutkan kami berdua. Kurang ajar! Ketahuan! Tanpa membuang waktu, aku langsung berlari sekuat tenaga menuju ruangan pengawas.

Derap langkah para tentara terdengar dari belakang. Mungkin menghilangnya Profesor Stain langsung menarik perhatian.

Tiba-tiba desing peluru terdengar. Mereka sudah mulai mendekat. Aku menoleh dan tidak melihat keberadaan mereka. Tampaknya peluru terus ditembakkan acak kalau-kalau aku berada di tikungan berikutnya.

Seven Wonders - Tournament 2018Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang