epilog.

1.7K 249 28
                                    

Wonwoo keluar mengenakan sweater berwarna kuning kebesaran dan celana jeans pendek selutut. Kakinya dibalut dengan sepatu Adidas putih dengan kaus kaki semata kaki. Hari Minggu yang cerah, Wonwoo mengiyakan ajakan Mr. Kim untuk berkencan.

Astaga, memikirkannya saja Wonwoo bisa gila. Mimpi apa ia seminggu ini sampai Mr. Kim akhirnya melihat ke arahnya dan mengajaknya untuk jalan bersama. Wonwoo masih berharap ini bukanlah mimpi belaka. Walaupun ini mimpi, ia harap jangan ada orang yang membangunkannya sampai klimaks terindah dari mimpi ini ia gapai.

Tapi, mustahil bila ia mimpi seindah ini. Ini tampak begitu nyata, karena pada kenyataannya, ia memang tidak sedang tidur. Wonwoo tak kuasa menahan senyum bahagianya sepanjang perjalanan menuju kafe yang tak jauh dari sekolahnya.

Ya, tempat pertemuan pertamanya di luar jam sekolah dengan guru Bahasa Inggris kesayangannya.

Jauh di ujung sana, Wonwoo sudah mendapati sosok jangkung Mr. Kim yang sedang berdiri bersandar pada dinding kafe sebelum akhirnya mata mereka bertemu.

Pipi Wonwoo merona, saat Mr. Kim menyapanya dengan senyum gigi taring khas miliknya. Akhir-akhir ini Wonwoo merutuki dirinya yang mudah malu seperti seorang gadis yang dimabuk cinta.

Dan pada kenyataannya, dia memang dimabuk cinta. Bedanya dia bukan seorang gadis. Dan ia jatuh cinta pada gurunya sendiri yang berusia duapuluhlima tahun.

"Hai, Wonwoo."

"Halo, Mr. Kim."

Keduanya bertukar sapa sampai Wonwoo menilik gaya berpakaian sang guru yang terlihat begitu modis untuk usianya. Dalaman turtle-neck hitam yang dibalut dengan blazzer panjang berwarna cokelat tanah melewati lutut, jeans hitam dan terakhir sepatu pantofel mengkilat berwarna senada dengan celananya, menciptakan perpaduan yang sempurna untuk membalut tubuh jangkung Mr. Kim dan Wonwoo mulai membandingkannya dengan penampilannya yang sangat biasa saja.

Seketika, ia malu bersanding dengan Mr. Kim yang terlampau sempurna.

"Wonwoo, ada apa?" Mr. Kim sedikit menunduk, memperhatikan raut Wonwoo yang tiba-tiba berubah.

"Ah, tidak, tidak apa-apa," Wonwoo menggeleng cepat dan sedikit menjauhkan wajahnya dari Mr. Kim karena ia harus menyelamatkan kondisi hatinya.

Mr. Kim tersenyum teduh lalu mengacak surai sang murid sebelum mengajak Wonwoo masuk ke dalam kafe dan memesan secangkir espresso untuk dirinya dan iced lemon tea untuk Wonwoo.

"Bagaimana harimu, Wonwoo?" tanya Mr. Kim yang membuka obrolan terlebih dahulu.

"Pretty good, Mr. Kim. Bagaimana denganmu?"

Namun, bukannya menjawab pertanyaan Wonwoo, Mr. Kim langsung menggerakan jari telunjuknya ke kanan-kiri guna memberi peringatan berupa sebuah larangan, membuat Wonwoo mengerjapkan matanya.

"Tidak. Mulai sekarang jangan panggil aku Mr. Kim, jika kita berada di luar sekolah, mengerti? Panggil aku Mingyu, dan kurasa kau tidak akan masalah dengan hal itu," ujar Mr. Kim--dan mari sapa dia Mingyu mulai sekarang--dan diakhiri dengan senyum mematikannya.

Wonwoo tak punya alasan untuk tidak mengangguk. Sejak lama ia ingin menyebut nama Mr. Kim-nya itu dengan nama aslinya.

"Baik, Mingyu."

"Good boy."

Lalu keduanya menyesap minuman masing-masing dengan kontak mata yang tetap terjalin satu sama lain. Dan, mereka mulai menyadari bahwa perasaan yang satu tumbuh semakin besar lagi, dan yang satu lagi sadar bahwa ia menemukan seseorang yang pas untuk bersanding dengannya.

love letter ;;meanie ✔Where stories live. Discover now