003

1.9K 209 55
                                    

“Yaudah, duluan ya. Mau menikmati cokelat dari Zayn dulu, bye!” Seru Stella sambil menjulurkan lidahnya. Aku hanya tersenyum kecut menanggapinya. Akupun menyibakkan rambutku ke kanan bahuku tapi aku hampir terlonjak karena disebelahku ada Zayn. Sejak kapan dia ada disini?

“Zayn? Lo kok disini? Sejak kapan?” Tanyaku sedikit menjauh darinya. Sekarang aku di koridor sepi dengannya, dan dia tiba tiba muncul. Kemungkinan besar dia hantu kan?

“Tenang, gue bukan hantu.” Jawabnya.

“Eh, sejak kapan lo suka fotografi? Tumben bawa kamera? Pinjem dong,” Seruku mengambil kamera SLR dari tangannya kemudian mengutak atik isinya.

Akupun berjalan didepannya kemudian mulai asyik memfoto objek yang ada di koridor, termasuk memfoto Zayn.

“Sombong, difoto tapi sok cool,” Ketusku melihat hasil jepretanku.

“Emang cool, buktinya banyak yang ngrebutin gue.” Kata Zayn membanggakan dirinya.

“Yang ngrebutin lo itu pasti bodoh.” Ups. Sepertinya aku mengatai diriku sendiri.

“Berarti lo bodoh?” Tanya Zayn mengalihkan pandangannya kearahku. Akupun mengalihkan pandanganku dari matanya ke SLR lagi. Fuck, aku mengumpat dalam hati.

“Ga usah gelagapan gitu dong, santai,” Ucap Zayn disertai kekehannya. Tunggu, dia tertawa? Tumben.

“Zayn, lo suka sama siapa sih?” Tanyaku. Sungguh, kata kata ini keluar dengan sendirinya dari mulutku. Zayn hanya diam, sambil menatap dinding yang ada di depan kita.

“No respon. Gue simpulin lo suka sama Stella.” Ucapku akhirnya.

“Kok lo bisa nyimpulin kalau gue suka sama Stella?” Tanya Zayn terdengar sedikit panik. Eh, apa dia benar benar suka sama Stella. Nggak. Nggak boleh.

“Yakan lo ngasih cokelat ke dia. Tau gak sih, gue juga mau Zayn, OH HOW I WISH THAT WAS MEEEE” Kataku sambil bernyanyi tepat di telinganya. Apa yang baru saja aku katakan? Bodoh.

“Suara lo jelek,” Protes Zayn sambil mengusap telinganya.

“Iya gue tau suara gue gak sebagus Stella.” Ucapku ketus. Aku cuma ingin lihat reaksi Zayn, tapi hening. Kami sama sama tenggelam dalam pikiran masing masing.

“Gue duluan,” Kataku canggung sambil mengembalikan SLR nya kemudian beranjak pergi.

“Tunggu An,” Panggil Zayn. Duh, jantungku bekerja lebih cepat dari biasanya. Akupun membalikkan badanku kemudian menatap mata hazel nya. OMFG matanya membuat kupu kupu diperutku terbangun.

“Tolong bilang ke Niall, nanti gue kerumahnya, mau pinjem DVD. Thanks,” Ucapnya terdengar sedikit ragu. Akupun membalasnya dengan anggukan kemudian pergi.

***

YAY! Hari ini aku pulang bersama Niall dan Zayn. Dan untungnya aku duduk di kursi belakang, jadi aku bisa bebas melihat Zayn lewat kaca spion depan.

“An, jangan lihat Zayn terus. Ntar Zayn nya risih,” Kata Niall sambil tertawa mengejekku. Aku hanya membalasnya dengan memutar mataku. Saat aku kembali menatap Zayn lewat kaca spion, mata kami bertemu tapi Zayn menautkan alisnya sambil menatapku. Akupun memilih menunduk, dan kurasa saran Niall ada benarnya juga.

Setelah sampai di rumahku dan Niall, aku segera membuka pagar dan seperti biasa, melepas sepatu sambil berlari. Dan sialnya, aku tersandung tali sepatuku sendiri sehingga aku tersungkur kedepan.

“Shit, lutut gue perih,” Ucapku meniup lutut.

“Makanya gausah pamer buka sepatu sambil jalan, kena batunya kan?” Kata Zayn disampingku.

“Gue ga pamer. Itu kebiasaan gue,” Ketusku sambil mendengus.

“Ayo berdiri, apa mau disini terus?” Aku langsung terkesiap saat Zayn mengulurkan tangannya.

“Eh gajadi deh, ntar malah gabisa tidur.” Kata Zayn disusul dengan ketawanya. Aku hanya memutar bola mataku.

“Niall, bantuin.” Ucapku ke Niall yang baru saja memarkirkan mobilnya.

“Lah daritadi ada Zayn, kok ga—oke oke gue tau. Sini gue aja yang bantuin, entar kena sesak nafas lo kalo ditolongin Zayn.” Ucap Niall sambil menarik tanganku untuk berdiri. Aku pun menaruh tanganku di leher Niall dengan keras  “Nyebelin.” Ucapku sarkastik. Niall hanya terkekeh mendengar perkataanku barusan.

Aku duduk di sofa saat Niall mengambilkan kotak obat untukku.

“Gue yang obatin, tapi diem ya, gausah cengeng.” Ucap Niall mengejek.

“Iya ah buruan.” Jawabku ketus.

“NIALL FUCK YOU KENAPA LO TEKEN SIH SAKIT AH JANGAN SAMAIN GUE KAYAK DONAT YA—“ Perkataanku terhenti ketika Zayn mengambil alih untuk mengobatiku. Ugh, kupu kupu di perutku bangun lagi, dan jantungku lebih cepat bekerja.

“Ceilah giliran Zayn yang ngobatin aja diem.” Ucap Niall sarkastik sambil menarik hidungku pelan.

“Eh apasih kan kalau Zayn ga diteken ka—AARRGGHH ZAYN SHIT SIALAN LO INI SAKIT AWW” Seruku ketika Zayn menekan lututku yang terluka.

“HAHAHA enak ya sama Zayn ga diteken,” Ucap Niall menjulurkan lidahnya kearahku.

“Udah ah sini biar gue sendiri.” Aku merebut kapas dari tangan Zayn.

“yaudah Z, kita ambil DVD nya di kamar gue. Bye Andrea, semoga tambah sakit ya,” Ucap Niall mendoakanku yang tidak baik.

“Sialan semoga balik.” Ucapku sedikit berteriak.

“Sabar dong, gak usah emosi. Cepet sembuh ya.” Kata Zayn memegang bahuku kemudian pergi. Aku serasa mati sekarang.

***

.

.

Vomments baby <3 maaf pendek plus banyak typo.

ILYSM :3

Beauty and The Best [ pending ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang