Aku hanya akan memandang wajah lugunya dari jauh. Setiap kali dia ada dihadapanku dadaku mulai berdebar karena ada jantung yang sedang bergoyang-goyang dibalik tulang dada ini. Entah sejak kapan aku mulai suka padanya.
"Ingin rasanya aku menyapanya tapi itu hanya hayalanku saja." Batin Monna.
-Author's pov-
Dulu......
saat pertama kali duduk di bangku SD, ada seorang anak perempuan bernama Monna. Dia gadis kecil yang lugu. Aslinya pendiam jadi dia tidak banyak bicara dan susah untuk bersosialisasi. Waktu pertama kali datang ke sekolah tersebut dia tampak ragu dan malu. Monna berusaha menenangkan dirinya. Tampak banyak anak seumurannya berlarian riang gemira. Ada juga yang malu-malu seraya memegang tangan ibunya.
Hari pertama belajar hanya dipenuhi dengan ucapan perkenalan antara murid dengan guru. Kemudian saat bel masuk anak-anak dipersilahkan mencari tempat duduk masing-masing. Kelas tampak gusar karena ada beberapa anak yang tidak terima jika tempat duduknya diambil oleh anak lain. Suasana seperti pasar , ribut sana-sini.
"Anak-anak tolong disiplin! Jangan ribut, kalau tidak biar ibu aja yang ngatur tempat duduk kalian!"
"Iya bu" ucap anak-anak secara serentak.
Sedangkan aku masih repot mencari tempat duduk. Menurutku aku akan duduk dengan siapa saja yang penting tidak duduk dengan laki-laki. Akhirnya aku mendapat tempat duduk disamping anak perempuan dengan rambut panjang sedada, rambutnya agak ikal dan digerai. Jika aku, panjang rambutku sebahu, gaya rambut bob dengan poni menjuntai ke depan, seperti karakter kartun Dora. Yah....sebenarnya aku dipaksa memakai poni. Tapi aku pasrah saja.
Setelah itu dilanjutkan dengan mengabsen murid-murid. Setelah beberapa murid dipanggil akhirnya..
"Monna Dyana Putri!" panggil ibu guru.
"Saya bu!" sahut Mona dengan mengacungkan tangan kanannya.
Disana banyak yang masih malu-malu untuk berkenalan, dan masih dengan tampang yang canggung. Aku memang tidak pandai bersosialisasi, jadi aku tidak punya teman sama sekali. Mungkin karena egoku.
Teeeett....teett...teet.... Bel istirahat berbunyi.
"Aku tidak lapar, aku tidak ingin ke kantin, dan aku sendirian
Tidak ada yang mengajakku bermain......siapapun tolong hibur aku temani aku......aku membutuhkan seorang teman. Apakah tidak ada yang ingin bermain denganku? Apakah aku seburuk itu, kalian semua tidak ingin dekat denganku? Lebih baik aku diam dikelas saja...." konflik batin Monna.Waktu itu aku memang sangat kesepian...
Mona tampak bersedih karena tidak ada yang mau bermain dengannya walaupun begitu dia tidak menangis, dia hanya ingin bermain layaknya anak perempuan.
Dengan melipat kedua tangannya ke atas meja, meletakkan kepalanya dan memejamkan mata. Suara riuh anak kecil sangat keras terdengar, tertawa sambil berlarian mengejar satu sama lain. Monna tetap tidak berkutit dari tempat duduknya.
Aku iri dengan mereka, tertawa, kejar-kejaran, main lompat tali, main guli dan yang lainnya. Tidak ada yang peduli denganku. Hanya aku saja disini ditemani dengan kesendirianku yang setia menemani. Aku sangat sedih, hanya bisa menghayal sesuatu yang tidak mungkin. Menatap papan hitam. Ingin rasanya aku menulis sesuatu dengan kapur ini. Tapi aku tidak seberani itu. Oh, ya! Dari tadi aku menghayal sampai-sampai aku tidak merasakan ada orang yang datang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasia Hati
Teen FictionSaat kebencian mulai menyerang, di situlah kesempatan bagi rasa cinta merasuki diri dan mengubah alur ceritanya.... Baca selanjutnya.....