Gemercik air hujan terdengar menubruk jendela kamar. Kilatan putih terlihat jelas menghiasi langit, disusul suara bergemuruh meramaikan suasana yang sunyi. Disana ia diam, terduduk bersama keheningan yang menyelimuti hatinya.
Tangannya menggenggam erat benda yang mulai terlihat lusuh itu. Ia menatap nanar cincin yang melingkar di jari manis. Air mata yang sedari tadi ia tahan, akhirnya meluncur bebas membasahi pipi kala memori menyesakkan itu terputar kembali di pelupuk matanya.
Apakah tuhan telah menggariskan takdir itu padanya? Pantaskah ia bertanya 'kenapa' untuk takdirnya itu? Apakah bisa jika ia merubah takdir untuk masa depannya kelak?
Hembusan napas panjang terdengar sangat jelas. Kemudian, terdengar pintu kamar di ketuk sambil memanggil namanya.
"Ann."
"Iya?" Teriaknya. Dihapuslah airmata yang sedari tadi mengalir. Ia beranjak dari keadaannya yang semula.
Sebelum ia membukakan pintu, ia terlebih dahulu menyalakan lampu yang memang sengaja ia padamkan dari tadi. Kemudian, ia berjalan gontai ke arah pintu kamarnya itu dan membukanya.
Terlihat sosok wanita paruh baya memakai daster rumahan warna merah maroon menatapnya dengan penuh iba. Kemudian ia tersenyum lirih.
"Makan dulu sayang, kamu belum makan apapun dari siang." Ucap Maya mamahnya Anne dengan mengelus lembut rambut anaknya sayang. Terdengar suara lembut itu dan prilaku mamanya membuat Anne ingin menangis.
"Anne gak lapar mah." Ucap Anneke Felicia sambil berusaha tersenyum.
Melihat Anne yang seperti itu membuat Maya tak kuasa. Ingin sekali ia menangis saat ini. Tapi niatnya ia urungkan, Maya tau bahwa Anne bersusah payah untuk terlihat baik-baik saja.
Tapi, Maya sungguh tak kuasa melihat senyum di bibir pucat Anne yang terlihat seperti paksa itu. Kedua matanya pun terlihat sayu dengan kantung hitam yang menghiasi di bawah kantung matanya.
Maya berhambur memeluk Anne erat. Ia menangis sambil memeluknya. Persetan dengan apapun. Ia benar-benar tak sanggup melihat keadaan anaknya yang seperti itu.
"Sudah sayang, mamah gak kuat liat kondisi kamu yang kayak gini." Ucap Maya sambil menangis.
"Apa salah Anne mah?" Tanyanya lirih. Air matanya sudah mengalir sejak Maya memeluknya.
Kemudian Maya melepaskan pelukannya dan memegang kedua bahu Anne.
"Kamu gak salah apa-apa Ann. Dia yang bodoh. Semuanya sudah terjadi, jadi ikhlaskan saja ya nak. Semoga kamu mendapatkan jauh yang lebih baik dari apa yang pernah kamu dapatkan."
"Anne takut untuk percaya lagi." Ia berucap sambil menunduk.
"Percayalah, tuhan telah menuliskan takdir indah untuk setiap umatnya."
Haruskah aku percaya?
Baca dulu aja prolognya siapa tau suka😋
Dilanjut kalau ada niat😂 hehe gak deng. Dilanjut kalau dapat respon dari readers:)Ditunggu Lanjutannya ya:)
See you👐
KAMU SEDANG MEMBACA
Lingkaran Trauma
Teen FictionKisah Rumit. Lebih rumit dari sinetron yang sering ditonton mamah :(