Listen : Chapter 3 [ Accident ]
Tirai jendela kamarku mulai terbuka secara otomatis ketika alarm pagi berbunyi tepat pada jam 6 pagi. Ya, aku memang bangun bukan dari alarm yang berbunyi itu. Melainkan semacam wireless earphone yang mengirimkan sinyal getar menuju otak-ku. Benda sekeren itu memang sudah di buat se-canggih mungkin oleh perusahaan ayah. Ia memang sangat pandai membuat suatu benda keren nan canggih.
Aku menguap. Berusaha mengusir kantukku agar bisa bersiap sekolah. Masalah hari yang lalu, memang tidak bisa dilupakan. Tapi aku harus menerima dan ikhlas agar semuanya bisa diterima berlapang dada.
Sudah, aku tidak mau membuat suasana pagi ini menjadi buruk lagi. Alangkah lebih baik aku menjalani hari seperti biasa. Tapi rasanya memang berat, masih ada kekurangan yang menganjal di hati ini. Mengapa rasanya sulit sekali menerima semua ini? kenyataan yang kualami memang sangat jauh berbeda dari hal-hal yang kupikirkan sebelumnya.
Aku mengambil ponsel yang berbentuk seperti kedua magnet itu, dan menjauhkan kedua kutubnya. Muncul sebuah layar hologram. Jam 6.02, better get ready. Namun tiba saja terpampang kontak seseorang mengirim pesan di beranda ponselku. Pagi-pagi begini? Ah, ternyata Rose. Memang lebih baik aku membalasnya.
Chat :
Rose : Ra! masuk sekolah kan?! iya kan?! udah bangun beluum?!
Tara : Iya, Rose. Baru aja aku bangun, udah di spam-in gini
Rose : Hehe, habisnya takut Tara nggak jadi masuk. Nanti kalo Tara nggak ada jadi sepi.
Tara : Iya Rose, Aku hari ini masuk. Belum siap-siap, nih. Nanti aku telat gimana?
Rose : Yasudah, nggak usah buru-buru. Aku lagi OTW ke rumah kamu ya. Sama seseorang, pasti kamu penasaran. Jangan lama-lama siap-siapnya! XOXO
Aku tersontak. Rose? tumben-tumbennya menjemput. Memang bisa saja, sih dia berniat menjemput karena arah sekolah dan rumahku satu arah dari rumah Rose. Tapi dia ingin menjemputku dengan siapa?
Sudah lah, lagi pula aku harus bersiap sekarang juga.
Sebenarnya tidak banyak yang harus kusiapkan lagi pagi ini. Buku pelajaran hari ini sudah ku siapkan kemarin malam, memang praktis. Jadi aku tinggal bergegas mandi.
15 menit kemudian, seragam dan ranselku sudah siap. Beserta alat bantu pendengaranku yang sudah terpasang di kedua telingaku layaknya earphone. Namun yang satu ini berbeda. Talinya menyambung ke tengkuk-ku. Alat ini sudah biasa kupakai sejak dulu. Walau awalnya sempat risih, namun sekarang aku jauh lebih terbiasa.
Aku bergegas menuju ruang makan. Namun ruang makan terlihat lengang, aku tidak melihat ada apa-apa di meja makan. Aku berjalan menuju meja makan, menaruh ranselku di kursi. Aku melihat ke sekeliling ruangan. Kemana papa? apakah papa sudah berangkat duluan? mengapa tidak membangunkanku?
Di dekatku, berdiri sebuah kulkas rancangan terbaru. Baru saja dibeli papa minggu kemarin. Bentuknya masih seperti kulkas pada umumnya, berbentuk balok. namun ada sesuatu yang berbeda hingga membuatku takjub. Cara membuka pintu kulkas tersebut berbeda. Tidak ada gagang pintu kulkas disitu, namun ada sebuah tombol berwarna hitam disana. Jika tombol kecil itu didorong, pintu kulkas akan terbuka sendiri. Ya, menurutku itu memang keren sekali. Apa aku yang ketinggalan jaman? di ibu kota kulkasnya pasti lebih keren dibanding punyaku ini.
Aku masih menatap lamat kulkas tersebut, bukan karena masih antusias karena kecanggihannya. Namun di pintu kulkas paling atas ada sorot lingkaran biru yang menyala-nyala. Tentu saja aku sangat penasaran. Aku berdiri dari kursi dan mendekati kulkas tersebut. Cahaya birunya berkedap-kedip, seperti menandakan sesuatu. Tapi apa itu? Aku memutuskan untuk mengusap pintu kulkas tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
LISTEN
Teen FictionNamaku Tara, remaja perempuan kelas XI. Aku berbeda dari remaja kebanyakan. Sejak kejadian 14 tahun silam, aku berubah menjadi sosok Tara yang lain. Aku sangat tertutup. Aku Tara, dan aku penderita tuna rungu. Aku masih bisa berbicara. Tidak seper...