Prolog

23 6 0
                                    

Tring.

Bel yang terpasang di atas pintu café berbunyi, menandakan ada seorang pelanggan-mungkin- yang masuk. Sepertinya bukan mungkin lagi, tetapi memang ada pelanggan baru, seorang pria berpenampilan santai. Mungkin jika kau lihat lebih mendalam lagi, dia jelas bukan pria santai seperti penampilannya.

Kakinya melangkah ke arah salah satu meja yang kosong, lantas duduk di sana dan mengetukkan jemarinya ke meja; menunggu salah seorang pelayan menghampirinya dengan membawa buku menu.

"Selamat datang, ingin pesan apa?"

Dan untuk pertama kalinya, ia terpukau dengan sosok di hadapannya. Entah kenapa, padahal, perempuan di hadapannya hanya memakai pakaian yang sama dengan pekerja lainnya. Parasnya pun, sama saja dengan para jalang elit yang menghabiskan uang untuk perawatan hanya untuk menjadi pemuas nafsu di salah satu club.

"Ada rekomendasi, mungkin?" Terkutuklah mulutnya yang entah mengapa tidak bisa direm.

"Ada, rekomendasi saya, americano." Raut gadis pelayan itu berubah menjadi datar, mood sedang buruk untuk dirayu, bisa-bisa isi café hancur semua karena kegeraman sang macan.

"Hm? Moodmu buruk sekali." Pria itu bertopang dagu, "Ada yang lain, manis mungkin?"

"Sebentar."

Gadis pelayan itu pergi, mengambil coffé yang ia maksud. Sebenarnya pria itu takut, iya takut. Takut bukannya diberikan kopi yang manis, malah diberikan black coffé.

Sama saja kalau begitu 'kan.

Beberapa menit kemudian, gadis itu kembali dengan nampan berisi cangkir kopi beralaskan piring ceper kecil. "Silakan dinikmati."

Baru saja ingin pergi ke dapur jika saja tangannya tidak ditahan, memaksanya untuk diam di tempat.

"Nggak kamu taruh sianida 'kan, kopinya?"

Menghela napas lega setelah mendapat gelengan pelan dari sang lawan bicara, pria itu menyeruput kopinya sedikit demi sedikit.

"Sedikit, aku kasihnya."

Berakhir tercecer di meja tidak jadi masuk ke kerongkongan. Matanya mendelik menatap si gadis pelayan, "Serius, kamu?"

Gadis itu terkekeh kecil, "Enggak, bercanda. Silakan dihabiskan, jangan lupa bayar." Melenggang pergi meninggalkan si lawan bicara yang tengah tersenyum kecil.

Sepertinya dia bakal rajin menabung di café ini—yang dalam artiannya, berkunjung. Kopinya manis ngomong-ngomong, apa namanya ya?

—Caramel Macchiato—

Caramel MacchiatoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang