Deux

24 2 0
                                    

"Nylsoo?"

Genta mengangguk yakin, mengunyah makanannya sampai halus kemudian menelannya, "Dia bilang itu namanya. Padahal jelas-jelas waktu itu dia bilang namanya Gabriel."

"Nylsoo si QueenKa itu? Serius dia bilang Gabriel? Mungkin yang lo temuin itu kembarannya, Gen." Ridwan mencomot satu keripik bawang yang dipesan Genta.

"Kembaran? Jadi Nylsoo punya kembaran namanya Gabriel?"

"Nggak tau juga siapa nama kembarannya. Tapi yang jelas waktu itu dia pernah dateng ke kampus ini, katanya mau ngasih berkas Nylsoo yang ketinggalan."

"Kok gue rada nggak yakin?" Genta memasang pose berpikir, di kepalanya memikirkan teori Nylsoo dan Gabriel. Keduanya emang punya sifat yang beda, jauh. Tapi ya semirip-miripnya kembaran pasti ada suatu bagian yang nggak mirip sama sekali 'kan? Misalnya di lekuk wajah—walau pun hanya sedikit.

Tapi, serius. Gabriel sama Nylsoo itu sama persisi mukanya. Bak dua benda yang memakai cetakan sama. Aneh, kalau menurut Genta. Lagipula masa iya Gabriel kerja di café sementara kembarannya bak anak sosialita—sana-sini mahal semua.

Sampai situ, tidak ada lagi perbincangan di antara keduanya. Ridwan sibuk dengan makanannya, sementara Genta sibuk dengan pikirannya. Duh, persoalan ini lebih sulit daripada disuruh mencari X dalam pelajaran matematika.

"Ah itu, Bae Nylsoo."

Puja mata Ridwan yang jeli. Bahkan disaat menghayati menyantap makanan matanya masih dapat menangkap seonggok daging berjalan bernama Nylsoo.

Fokus Genta beralih ke arah Nylsoo, mengamati wajahnya beberapa saat. Serius, mirip loh, nggak ada celah bedanya. Ada sih, penampilannya doang, tapi masa iya?

Feeling Genta tuh nggak pernah salah, sekalinya salah harus tetep dibenerin. Ya in aja.

"Nylsoo!"

Beberapa wanita di satu meja melambaikan tangannya pada Nylsoo, membuat si empunya nama menghampiri mereka. Mereka tampak bercanda ria, membuat Genta bertanya-tanya apa yang mereka bicarakan?

"Liatnya biasa aja! Copot tuh mata tau rasa." Kutuk Ridwan bareng-bareng yuk, ngacauin suasana.

"Diem, Wan. Gue cuma masih kepikiran aja soal Gabriel sama Nylsoo, mukanya mirip serius. Bisa jadi 'kan kalo Nylsoo cuma pura-pura kaya di sini padahal aslinya dia kerja part time di café?" Muka Genta berubah serius—yang ini beneran serius. Genta sendiri heran kenapa dia terlalu ngepoin masalah orang lain?

"Asumsi lo nggak masuk akal, Gen. Gue bahkan ngeliat sendiri segede apaan rumah Nylsoo waktu seangkatan ngadain party." Ridwan menoyor kepala Genta, ingatannya masih begitu jernih untuk mengingat rumah Nylsoo yang memang sepakat dijadikan tempat party seangkatan. Gede gila, untung waktu itu dia nggak kesasar.

"Kapan ada party?! Kok gue nggak diundang?!!"

"Makanya jadi orang jangan bolos terus, mentang-mentang bebas. Dah, makan buru. Bel bunyi bentar lagi, atau kalo lo nggak mau, buat gue aja."

Dan seketika Genta melindungi makanannya dari kerakusan Ridwan.

*****

'Kan, cuma gara-gara Nylsoo dan Gabriel, Genta jadi insomnia. Emang bangsat. Kayaknya kalo belom tau apa penyebabnya Genta bakal kepikiran terus—padahal aslinya nggak gini. Jangan-jangan dia beneran jatuh cinta pada pandangan pertama?!

Ya... tapi nggak mungkinlah.

"Genta!"

"Eh iya apaan?" Genta tertarik kembali ke dunia nyata setelah suara nyaring masuk ke telinganya.

"Fokus, Gen. Gila, gue jelasin panjang lebar malah kayak masuk telinga kiri keluar telinga kanan! Lo mau mulut gue berbusa?!"

Sementara yang diceramahin memasang cengiran kotaknya disertai wajah tanpa dosa, "Mian, tolong ulang."

"Dan seketika lo jadi make bahasa Korea. Sehat?"

"Sehat wal 'afiat. Gue bahkan nggak pernah ngerasa sesehat ini," racau Genta. Ia merebahkan dirinya ke kasur, pusing sangat.

Sementara si lawan bicara berdesis, "Ngomong sama mata lo yang kayak panda itu sana. Penipuan publik."

Ngomongnya sih nggak bakal kepikiran, nyatanya apa? Semalaman dia browsing internet buat nyari informasi.

Penipuan. Buang aja ke laut, biar disantap megalodon.

"Mau ke mana?!!" Teriakan melengking itu kembali terdengar saat Genta buru-buru bangkit dan memakai jaketnya kembali.

"Nyari kebenaran!" Genta melambai-lambaikan tangannya dan langsung ngacir ke tempst tujuan menggunakan motor. Sementara yang ditinggal hanya berdecih pelan,

"Orang gila jangan diurus, Thara. Jangan diurus."

—Caramel Macchiato—

Caramel MacchiatoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang