3

2.4K 297 40
                                    

 "Kau akan pulang sepagi ini?" keluh Chaerin begitu Jungkook memakai kemejanya kembali. Selepas semalam ia memutuskan untuk bermalam di apartemen Chaerin, pasti Yoojung tengah menunggu dengan khawatir di rumah. Ia tahu semua yang ia lakukan saat ini benar-benar salah. Ia penghianat. Namun Jungkook tak ingin menyakiti cinta pertamanya, Kwon Chaerin, setelah mengetahui fakta yang membuat gadis itu meninggalkannya dahulu.

Chaerin membutuhkan dirinya di sisinya. Jika begitu, Jungkook akan memberikan hatinya pada Chaerin untuk waktu-waktu singkat yang dimiliki Chaerin.

"Kau harus menyembunyikannya dari Yoojung. Kau mengerti?"

Chaerin tersenyum sambil mengangguk pelan. Ia menarik selimut untuk menutupi tubuh telanjangnya di atas ranjang. Jungkook telah memakai dasi meski terlihat sedikit berantakan. Chaerin yakin bahwa selama ini pasti Yoojunglah yang membantu Jungkook memakai dasi. Memikirkannya membuatnya sedikit muak.

"Kemarilah." Pinta Chaerin melambai di atas ranjang. Jungkook menurut dan melangkah duduk di sisi ranjang. Chaerin menarik dasi Jungkook membuat pemuda itu tertarik ke arah Chaerin membuat jarak antara mereka terkikis. Dengan cepat Chaerin membetulkan dasi Jungkook. Memandangi wajah Chaerin dari dekat membuat Jungkook merasa senang. Ia melupakan sosok Yoojung dalam dirinya sejenak.

"Kau masih secantik dulu." gumamnya lantas mengecup singkat bibir Chaerin.

"Aku pulang dulu."

"Kau akan datang lagi, kan?"

Jungkook membalikkan badan dan tersenyum lembut. "Tentu."

---

Jungkook tak mendapati Yoojung di rumah, namun ia menemukan sarapan yang telah tersaji di atas meja makan berserta sebuah sticky note.

| Aku menjaga toko hari ini. Harus berangkat pagi karena karyawanku mendadak sakit. |

Jungkook tersenyum simpul kemudian menatap masakan buatan Yoojung. Sebenarnya ia benar-benar sedang lelah karena semalam. Jungkook juga sedang malas untuk sarapan. Namun demi Yoojung, masakan terenak buatan istrinya, dan juga rasa bersalah karena penghianatan yang ia sembunyikan membuatnya tetap duduk di kursi dan mulai menyantap makanan buatan Yoojung.

Sedangkan itu, di sebuah toko parfum milik Yoojung, gadis itu tengah menata beberapa botol parfum kosong dalam etalase ketika pintu masuk berdencing pertanda seseorang masuk ke dalam toko.

"Selamat dat..." sapaan Yoojung terhenti begitu melihat sosok yang datang. Jimin melambai ke arahnya dengan senyum terkembang. Mendadak jantung Yoojung berdetak begitu keras. Rasa gugup dan canggung menyergapnya. Ia tak suka perasaan ini. Begitu tidak nyaman.

"Aku bertanya pada Taehyung dimana kau bekerja. Senang melihatmu lagi, Yoo."

Yoojung hanya mengangguk kikuk dan mengalihkan pandangannya pada botol-botol di hadapannya. Tangannya sibuk mengelap satu persatu botol sebelum dimasukkan ke dalam etalase. Sungguh ia tak ingin bersitatap dengan Jimin. Keberadaan pemuda itu saja sudah cukup membuatnya tak nyaman.

Jimin menaruh kedua tangannya di atas meja kaca berhadapan dengan Yoojung. Memperhatikan gadis tersebut dan mulai nampak senang mendapati Yoojung terlihat salah tingkah dengan wajah mulai memerah. "Vanilla." Gumamnya.

Yoojung mendongak menatap wajah Jimin yang begitu dekat dengan wajahnya. Lantas dengan cepat ia memundurkan wajahnya sedang Jimin masih terus menatapnya membuatnya semakin tak nyaman.

"Kau mau mencari parfum vanilla?"

Jimin terkekeh ringan. "Tidak. maksudku aromamu masih sama seperti saat sekolah dulu. Tak berubah. Vanilla, aku suka itu."

Suka? Yoojung sedikit merasa aneh akan kalimat tersebut, namun ia hanya tersenyum.

"Jika kau tidak berniat membeli sebaiknya kau pergi, Jim."

Jimin terkekeh sekali lagi. Gadis ini masih sama galaknya seperti saat bersekolah bertahun-tahun yang lalu. Sangat galak bahkan saat dulu ia menembak Yoojung. Gadis itu dengan tegas menolaknya mentah-mentah. Sepertinya Yoojung masih membencinya hingga saat ini.

"Apakah kau merasa tak nyaman denganku?"

Pertanyaan yang tepat karena Yoojung langsung mendongak menatapnya tajam. "Kalau kau menyadarinya kenapa kau tak pergi saja dari sini?"

Jimin tertawa keras. Yoojung mendecih melihatnya. Beruntung belum ada pengunjung lain di tokonya selain Jimin. Jika ada, itu akan membuat pengunjung lain akan merasa tak nyaman dengan tawa keras pemuda di hadapannya.

"Apakah kau sebegitu bencinya kepadaku?"

Yoojung berkacak pinggang. Lihatlah, Jimin bahkan benar-benar tahu bahwa sekarang ia merasa tak nyaman dan bahkan benci dengan kehadirannya. Namun mengapa pria itu tak mau pergi dari hadapannya. "Tak apa. Benci dan cinta itu beda tipis." Lanjutnya kemudian membuat Yoojung tak habis pikir.

"Dengar Jim, jika kau berpikir aku masih menyukaimu seperti dulu. Jawabannya tidak. Aku sudah menikah dengan seseorang yang kucintai."

"Jeon Jungkook bukan? Aku tahu dia. Pria yang tampan dan kaya. Tapi ia tak lebih baik dariku." Ujar Jimin percaya diri membuat Yoojung mendengus tak percaya.

"Jungkook lebih baik daripada dirimu, Jim." Balas Yoojung sembari mengembalikan keranjang kosong yang sebelumnya berisi botol-botol parfum ke bawah meja. Langkah kakinya berjalan menuju rak lainnya mengambil botol kosong lainnya untuk ditata dan dibersihkan.

"Apa yang membuatnya lebih baik dari padaku?"

Yoojung terkekeh sakartis. Jimin melupakan kesalahannya rupanya. Yoojung perlu mengingatkan pemuda itu. "Jungkook bukanlah pria yang akan melecehkanku, seperti menciumku dengan paksa di kamar mandi wanita."

Jimin tertawa keras mendengarnya. Ia ingat betul kejadian tersebut.

Mencintai Yoojung adalah candu bagi Jimin. Ia berteman dengan Yoojung sejak pertama kali masuk SMU dan berada di kelas yang sama. Menyukai gadis itu sejak pertemuan pertama mereka. Sayangnya Jimin tergolong pria brengsek tak tahu malu yang berani masuk ke dalam kamar mandi wanita dan menemui Yoojung saat itu. Mencium gadis itu dengan paksa dan mendapat hadiah satu tamparan panas di pipinya.

Sejak saat itulah Yoojung menjauhinya. Pertemanan mereka berakhir di kelas dua dan selama dua tahun itulah ia menjadi jarang berbicara dengan Yoojung. Ia baru tahu dari Taehyung saat hari kelulusan bahwa sebenarnya Yoojung sama menyukainya sejak awal bertemu. Namun tingkah brengsek Jimin membuat persepsi Yoojung tentang Jimin yang baik hati berubah.

Sial sekali ia mengetahui bahwa Yoojung menyukainya di hari kelulusan. Karena sejak saat itu ia tak dapat bertemu Yoojung lagi lantaran melanjutkan kuliah di luar negri seperti yang ayahnya pinta.

Acara reunian yang akhirnya di gelar membuat Jimin bersemangat sebab itu adalah kesempatan memastikan Yoojung masih mencintainya atau tidak. Setidaknya ia masih menemukan sedikit rasa cinta pada diri Yoojung kepadanya. Melihat gadis itu berdebar dengan wajah memerah di kamar mandi saat reunian tersebut membuat Jimin yakin.

Tentu Jimin tahu Yoojung telah menikah. Namun baginya, itu tak membuatnya tak bisa mendapatkan Yoojung lagi. Jimin bertekad untuk mendapatkan Yoojung menjadi miliknya. Apalagi setelah mendengar cerita dari sosok teman yang ia temui di Amerika saat kuliah dulu. Kwon Chaerin berkata bahwa ia telah mendapatkan kembali Jeon Jungkook.

Park Jimin pasti akan mendapatkan Kim Yoojung. Mencium Yoojung dengan paksa memang brengsek. Namun setidaknya ia bukanlah sosok yang akan mengkhianati Yoojung hanya untuk orang lain yang sebentar lagi akan meninggal. Meski kasihan, ia tak akan mengorbankan cintanya.

Merebut istri orang mungkin terdengar lebih gila dan brengsek. Namun ia tak peduli selama Yoojung dapat menjadi miliknya seutuhnya.

"Kau akan berlari padaku pada akhirnya, Yoo."

"Kenapa kau yakin sekali?"

Jimin tersenyum miring. "Menurutmu?"






  To be continued.  

The Truth Untold ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang