Hukuman

92 10 5
                                    

"Bahu lo..! Bahu lo berdarah!" Moira langsung membantu si anak baru yang sedang meringis menahan perih. Ada tiga serpihan kaca yang menancap di bahu kekarnya. Pakaian putihnya itu kini telah bercampur dengan merah darah.

"Ayo, kita ke UKS!"

"Ada apa ini?" Seru seseorang. Dari suaranya, Moira sudah tahu siapa dia.

Errrggh. Batin Moira menggeram.

***

"Apa salah dan dosaku sayang
Cinta suciku kau buang-buang." Ari mengangkat kedua tangannya membentuk kepalan yang kini meliuk-liuk diudara sementara salah satu kakinya bertengger di atas bangku, pinggulnya digoyang-goyangkan, matanya terpejam menikmati melodi-yang sama sekali tak enak-itu.

"Lihat jurus yang kan kuberikan.." bak dirigen, lima orang temannya-yang sama hebohnya, sama falesnya, sama gilanya dengan Ari-ikut menyahut "Jaran goyang.. jaran goyang.. ihiii."

Ya, itulah mereka disaat guru belum datang, terlebih lagi jam pertama mereka terpotong karena Pak Toni harus menyidang Moira.

Pluk!

Sebuah gumpalan kertas mendarat di jidat Ari, membuat laki-laki berbadan gempal itu menghentikan konsernya. Gumpalan kertas itu berasal dari tangan Alkana-anggaplah ia ketua rombongan anak gadis yang acara gosipnya dikacaukan oleh suara mistis milik Ari dan kawan-kawan.

"FALES! BEGO! Suara lo sama sekali nggak masuk sama nada! Nggak enak didenger! Jadi diem aja!"

"Maksud lo apa sih? Gue nonton dibilang otak cabul, main game dibilang buang-buang waktu, buang-buang data. Gue nyanyi lo bilang fals. Kenapa sih cowok selalu salah di hadapan cewek? Lelah gue!" Ari mendramatisir keadaan.

Alkana melipat kedua lengannya, mengedarkan pandangan mencari Jaya-si ketua kelas.

"Jaya! Lo atur dong, si biduan gagal kontes itu. Gandeng tau. Jangan malah main mobile legend mulu."

Jaya yang duduk di pojok kelas bersama Wawan tak bergeming menatap layar gadget mereka, acara pertarungan itu terlalu sayang untuk dilewatkan hanya karena ocehan Alkana.

Merasa diabaikan, Alkana bangkit menghampiri Jaya dan menarik ponselnya.

"Woooii!" Pekik Jaya sambil mencoba merebut miliknya yang dirampas.

"Congek lo, ya?"

"Uuuw! Yes! Mampus lo!" Wawan bersorak kegirangan. Entah mengapa dia bersorak, Alkana tak tahu. Mungkin menang.

"Aah! Shit man!" Umpat Jaya. "Kalian para tulang rusuk nggak bisa apa lihat kaum adam seneng?"

"Ini tuh tanggung jawab lo!"

Kini sepasang telunjuk Jaya telah menyumbat masing-masing telinganya. "Kantin!" Ujar Jaya seperti memberi komando pada yang lain. Ia merampas gadgetnya dari tangan Alkana kemudian berlalu menyusul teman-temannya yang sudah jalan lebih dahulu dan jangan lupakan tatapan sengit yang ia lemparkan pada Alkana.

Alkana berdecak sebal melihat kelakuan anak laki-laki di kelasnya. Batinnya terus merutuk.

Kemudian ia memilih melanjutkan acara gosipnya dengan Cita, dan Revi yang sempat tertunda. Menyusun bangku agar dapat duduk melingkar kemudian mulai membahas aib murid lain. Kelas menjadi lebih damai tanpa anak laki-laki.

Semua sibuk dengan urusannya masing-masing. Ada tiga orang gadis yang memilih menyantap bekal mereka di bangku paling belakang. Ada yang sibuk membaca. Ada juga yang serius stalking instagram milik Aliando.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 26, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sebuah cinta di papan madingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang