Shiang (1)

27 4 54
                                    

"Konser yuk, bodo amat sama nilai gitar gue."

Gue Stefanie, biasa dipanggil Shiang-Shiang.

"Tes dulu lo, gak ada nilai mewek nanti." Yang ngomong namanya Tani, sambil kibas-kibasin tangan depan dahi.

Gue pasrah, akhirnya gue tes demi nilai gue. Demi seseorang juga.

Lo tau nama gue, kan? Shiang-Shiang, perempuan yang masih bernafas. Pecinta kakak kelas bernama Aldy, yang sampai sekarang belum di-notice.

Gue anak klub bulu tangkis, beda sama Aldy yang ikutnya voli. Tadinya, gue ada niatan ikut voli juga. Tapi gue pendek, gue nyadar diri dan beneran aja, gue gak keterima.

Gue tergolong pinter, katanya. Harusnya, gue duduk di barisan belakang di kelas. Tapi mata gue mines, apa boleh buat gue maju satu baris.

By the way, gue kelas 11 sekarang. Sekelas sama makhluk-makhluk aneh, yang punya imajinasi aneh, dan pikiran yang aneh.

"Bengong lo, Aldy lewat barusan," kata Ica alias Clarissa.

"Mana Aldy, mana?!" Gue teriak-teriak, disaat gue lagi memandangi kertas berisi not-not balok yang gak gue ngerti.

"Di kelasnya," balasnya.

Spontan, gue ngomong gak pake titik koma atau spasi, alias nge-rap.

"Bodo amat, Ca. Bodo ,ah."

Ica ketawa, receh memang anaknya. Gue kadang heran sama yang diketawain Ica.

.

"Aldy tanding voli besok, katanya."

Gue noleh, 4-5 orang lagi kumpul ngomongin gebetan-eh, pacar gue.

"Jam berapa? Lo nonton gak?"
"Kayaknya gak, gue gak mau dempet-dempetan sama fans fanatiknya."

Fans? Cuma gue yang boleh jadi fans Aldy. Karena Aldy punya gue, bukan punya cewek-cewek sana.

"Shiang, lo udah tau, kan?"

Gue ngangguk-ngangguk, mereka pasti latihan sebelum tanding. Tepatnya saat jam ekstrakurikuler.

"Gue mau nonton di lapangan, lo nanti jalan duluan aja, Fan."

"Kalau udah ada Asha?"

Asha itu panggilan gue sama Fanny buat guru bulu tangkis. Singkatan dari anu, nanti juga lo tau.

"Lo susul gue ke lapangan."

"Kalau lo gak mau balik?" Tanya Fanny.

"Gue pasti balik, lah."

"Yakin? Minggu lalu lo absen satu jam demi liatin Aldy-Aldy itu."

Aldy memang bukan anak famous atau lainnya. Cuma kakak kelas yang baik sama gue pas MOS dulu, saat gue kesasar waktu disuruh bentuk kelompok.

"Biarin, biar gue gak usah ekskur sekalian."

Fanny melangkah pergi, bergabung dengan yang lain di meja Ica. Entah bahas apa, mendingan gue pikirin buat pulang sekolah nanti.

.

"Shiang, ketemu di bangsal ya." Fanny berjalan dengan yang lain, mungkin ke kantin atau kemana.

"Gue yakin, gue bakal di-notice!"

Gue ngomong sendiri, dipinggir lapangan. Orang gila memang, tapi, apa aja gue lakuin demi Aldy.

.

10 menit lewat, belum ada tanda-tanda anak voli lewat didepan gue.

20 menit, gue lapar. Mau ke kantin atau jajan kemana, tapi kalau tiba-tiba Aldy muncul gimana?

30 menit, gue nyerah. Gue stop nungguin Aldy, bisa-bisa gue gak kuat lari nanti.

"Makan, Shiang."
"Jangan jadi bego cuma gara-gara kakak kelas," kata Ceha. Sejak kapan Ceha peduli gue?

"Titip dong, nasi goreng satu, jangan dipedesin, gue gak bakat jadi cabe."

Sepuluh ribu gue kasih ke Dita, padahal dia anak tata boga, kenapa gak gue minta masakin aja ya?

Bener, Ceh. Gue jadi bego gini.

.

"Gue nyerah, Fan."

Fanny masih pemanasan, selama gue ngoceh gak jelas didepannya. Masih baik dia dengerin gue, saat yang lain sibuk sama ekskurnya masing-masing.

"Lo kurang sabar, tadi mereka baru mulai."

Gue melotot, seketika gue mau lempar raket gue ke bawah dan nyusul Aldy.

"Tapi, gue liat Aldy sama cewek," sambungnya.

What the...

.

Halo semuanya!
Ini proyek aku bareng pengarangnya '12 o'clock every midnight'. Idenya muncul gara-gara dia juga.

Cerita ini tiap chapter beda karakter yang diceritakan, dan 'jadwal'nya cerita ini bakal aku publish setiap Minggu.

Thanks for reading!♡

-author

Miracle of StrawberriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang