Litani (1)

9 2 3
                                    

"Tan, ajarin yang gitar 2."

Pelajaran musik, entah kenapa pelajaran ini paling adem diantara yang lainnya. Efek duduk di luar kali ya.

"Sebentar, lupa nadanya." Aku mencari-cari selembar kertas berisi not balok yang sudah dicorat-coret dengan angka untuk senar dan fret gitar.

Ohya, kenalin, Litani alias Tani. Anggota paling receh dan gak jelas, paling bego, dan punya 'tanda' yang gak ada di anggota lain, anak sekelas, seangkatan, bahkan seisi sekolah.

'Biar Ceha yang pergi
Biar Ceha yang tersakiti
Biar Ceha yang berhenti
Berhenti mengharapkanku~'

Suara si bocah, Shiang-Shiang terdengar jelas dengan genjrengan gitar yang asal. Lagipula gak ada yang tau lagu yang dia nyanyiin, lebih tepatnya lagu pem-bully-an untuk Ceha.

"Bah, Ceh, jangan marah, nanti Genta gak suka sama lo."

Shiang-Shiang tertawa dengan suara khasnya, cempreng-cempreng hancur, tapi bisalah buat dipakai nyanyi.

.

Hari ini, gak ada yang menarik.
Di kelas yang jamkos ini, cuma ada Shiang-Shiang yang lagi fangirl-ing Aldy, dia suka banget  atau bahkan cinta mati sama dia. Fanny cuma bisa mengangguk pura-pura paham sama omongannya Shiang-Shiang.

Ica sibuk baca buku, lebih tepatnya buku rekomendasi aku—sok-sokan banget si Tani—. Jamkos memang pas buat baca buku, apalagi kalau gak ada titipan tugas.

"Tan, pulang temenin nyolong ya. Habis itu, beli yamien di kantin belakang buat sebelum ekskur." Nyolong disini maksudnya bukan mencuri, ada lah, istilahnya Tani sama Ica.

"Istirahat kedua ke perpustakaan, jangan lupa." Ica manggut-manggut, dia asik lagi sama bukunya.

.

Diantara semuanya, mungkin ceritaku paling membosankan. Isinya hanya itu-itu saja, tidak ada yang menarik atau berlebihan seperti fangirl-ing Shiang-Shiang. Lebih mending fangirl-ing sama Ica.

Disaat yang lain ribut saat jamkos, aku paling gak bisa. Yang tadinya mau ribut, ujung-ujungnya capek dan pelariannya pasti ke novel yang biasa dibaca.

Well, gak semua ribut. Ada satu cewek yang gak bisa ribut sekarang, Dita.

"Shiang, suka sama Aldi, ya kan?"

Okay, aku tahu ujung pembicaraan ini.

"Kelihatan, jelas."

"Kira-kira, gue ada kesempatan gak, ya?"

Tunggu, gak salah ngomong, kan? Kesempatan untuk apa?

"Maksudnya? Lo juga sama kayak dia?"

Dita mengangguk. Baiklah, disini sudah ada sepasang sahabat, cewek pula, yang menyukai satu cowok yang sama.

Sudah seperti drama, tinggal tunggu tokoh jahatnya keluar dan merusak persahabatan mereka.

Jarang-jarang Dita cerita, dia gak akan cerita sama Ceha karena Ceha gak bisa kasih saran yang baik. Dia juga gak bisa cerita sama Shiang-Shiang karena dia suka Aldi, mungkin cinta mati malah.

"Jadi, lo mau nanya soal itu?" Aku bicara sambil berkali-kali menoleh, dibanding Shiang, Dita memang lebih punya kesempatan.

"Lo tahu lah, gue terlalu pendiem, gue juga gak se-aktif Shiang."

Dita punya kakak laki-laki, kenapa gak tanya dia saja?

Mereka mungkin tahu kalau mereka menyukai orang yang sama. Mereka tahu, dan mereka seakan membuat perjanjian untuk tidak mengungkit-ungkit hal itu lagi. Walau, Shiang-Shiang sering mengungkitnya.

"Kalau lo butuh, gue bisa jadi tong curhat lo. Gue tahu Ceha gak bisa kasih saran, dan gue tahu kalau lo cerita sama Shiang," ucapku sambil menunjuk bocah itu. "Ini cuma bakal buat kalian jauh dan bersaing."

Dita manggut-manggut, tak lama Ceha memanggilnya. Aku kembali berkutat dengan buku dan pensil untuk menggaris-bawahi kalimat-kalimat penting, yang siapa tahu bisa jadi inspirasi menulis.

Sebenarnya ada satu hal yang mengganjal, kalau seseorang sedang dimabuk cinta, ia pasti menginginkan orang tersebut untuk bahagia, walau ia bukan miliknya.

Tapi, Shiang-Shiang tidak. Ia lebih terlihat obsesi dibanding rasa cinta atau suka. Dilihat dari tingkahnya, caranya mendekati kakak kelas underrated tersebut, jelas-jelas bukan suka.

Memang ganjal, tetapi tidak penting juga untuk dibahas.

—————

"Mau bolos demi Aldi?"

Aku berhenti meminum air mineral dari tumbler-ku. Fanny mengangguk pelan, ragu kalau misalnya Shiang tidak sungguh-sungguh.

"Gila," ucapku sambil lanjut menghabiskan sebotol air.

"Well, apapun bakal dia lakuin buat kakak kelas itu," jawab Fanny. "Bahkan bolos dan pengurangan poin sikap, kayaknya, dugaan kamu benar."

Aku sudah menceritakan semuanya pada Fanny dan Ica, soal Dita dan Shiang. Untuk bagian Dita, aku hanya cerita garis besarnya dan tidak mau mengumbar lebih banyak lagi.

"Apapun itu, semoga gak ada apa-apa diantara mereka." Aku diam, memandangi ikan yang berputar-putar dalam kolamnya.

"Shiang sama Dita?" Tanya Fanny.

"Yakin gak akan? Kayaknya hal itu 'akan' terjadi," lanjut Ica.

Sebenarnya, aku takut hanya karena cinta dan obsesi, kami hancur.

—————

Author's note :

Read, vote, and share.

For you, Shiang-Shiang :
Sorry, terlalu banyak nistaan disini:( You know me when mentok.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 06, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Miracle of StrawberriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang