2

5 1 0
                                    

Sekarang telah jam setengah lima, dan Gaby masih belum sampai dirumah, lebih tepatnya masih dalam perjalanan menuju rumah Gaby. Gaby Kesal, sangat sangat kesal dengan Davio. Bagaimana tidak Gaby sengaja menghindari Delya dan teman-temannya, dan Davio tau itu. Namun Davio dengan sengaja membantu teman-temannya Delya untuk membawa Gaby ke pertandingan itu. Ingin rasanya Gaby menumpahkan Milkshake coklat miliknya ke seragam Davio. Tetapi Gaby masih tau diri, Davio masih akan mengantarnya pulang, 'mungkin belum saatnya' menurut Gaby seperti itu.

"Belok kanan, terus aja, nanti ada rumah biru sebelah kanan, berhenti disitu" kata Gaby dingin

Davio mengikuti ancang-ancang yang diberikan Gaby, sesegera mungkin Davio memberhentikan rumahnya didepan rumah biru. "Rumah lu yang ini?" Davio menunjuk rumah biru itu.

Gaby pun mengambil tas nya dikursi belakang setelah itu dia membuka pintu yang di sebelahnya disertai dengan berkata, "Pokoknya besok gue nggak mau dateng. Titik." Setelah itu terdengan suara pintu sedikit dibanting.

Davio hanya tersenyum lebar.

***

"Gab! Gab! Gaby! Masa, tadi si Ari ngata-ngatain lu, Gab! Dia bilang lu itu item, jelek, kurus lagi!" Seseorang baru saja berteriak heboh mengganggu konsentrasi Gaby untuk mengerjakan tugas fisika. Dia adalah Nurul. Saat itu sedang tidak ada guru mengajar, tetapi mereka di berikan tugas. Ketika mendengar itu Gaby hanya menatap Ari sinis. Kemudian beranjak mendatangi Ari, teman geng Davio.

Gaby mendengan teman-teman disekitar Ari berbisik,

"mampus lu ri, Gaby dateng!"

"Hayoloh ri, siapin mental dulu, ntar sakit hati, HAHAH"

"Jangan pucat dong ri, katanya tadi Gaby biasa aja!"

Dan lain sebagainya.

Gaby duduk tepat menghadap Ari. Gaby melihat tatapan Ari meremehkan, "ekhm, Ari—" Gaby menenangkan diri, memikirkan kata kata apa yang pas buat Ari. Kemudian dia menatap Ari dengan tatapan menilai,

"jadi Ari, lu baru aja ngatain gue Hitam, jelek, terus kurus.." Gaby menggantungkan ucapannya. "Well, Gue tau kalau gue itu hitam dan jelek terus kurus. Tapi gue harus apa? Pakai pemutih supaya bisa putih kaya Alisha? Bukan gue banget itu, dan gue juga engga berniat untuk pake yang begituan" Gaby menarik napas perlahan

"Tapi lu siapa ngatain gue begitu? Gue bakal terima, kalau yang ngatain gue itu sejenis Zayn Malik atau Justin Bieber. Orang dia ngebandingin gue sama mantan-mantannya yang model-model kaya Gigi Hadid, yang bodinya bohai, yang cantik nya naudzubillah. Belum lagi dia cakep dipuja sama cewe-cewe cantik. Tapi yang ngatain gue ini sejenis Mr. Bean, yang tololnya sama. Yang ngebandingin gue sama doi lu si Citra cabe-cabean yang mukanya putih tapi leher sama punggung tangannya item, berbanding terbalik sama mukanya yang seputih tisu. Belum lagi lu sama dia belum sempat pacaran 'kan? Lu ketikung sama si Diva 'kan? Temen lu sendiri. Sama Citra aja ketikung udah berani bandingin gue sama dia. Sadar ga sih lu, kalau lu lebih jelek dibanding gue?" Gaby masih bisa melihat ekspresi Ari. Ari sekarang telah memegang dadanya, seakan-akan dia tersakiti.

Semua yang dikatakan Gaby adalah fakta. Memang fakta kadang menyakitkan. Tidak bohong apabila Gaby mengatakan kalau Ari mirip Mr. Bean walau hanya sekilas. Tidak bohong juga Gaby ketika mengatakan Ari dan Mr. Bean sama-sama tolol. Sebenarnya memang hampir semua cowok dikelas ini tolol-tolol, apalagi si biang kerok Davio. Tidak bohong juga Gaby ketika mengatakan Ari ditikung temannya, Diva. Gaby cukup mengenal dengan Ari, karena mereka sudah 2 tahun sekelas dari kelas 10.

Setelah Gaby mengata-ngatain Ari balik, dia dapat mendengar Delya, yang berada disitu juga, tertawa ngakak, dan desas-desus seperti:

"Mampus lu Ri, jangan macam-macam lu sama Gaby"

Gabriella's LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang