Part 2

300 12 6
                                    

Yoan

Aroma buku langsung menyeruak masuk kedalam hidungku, rangkaian buku buku terjejer rapi dengan sampul yang berwarna warni. Menarik sih tapi tetap saja enggan sekali tangan ini untuk menggapai dan melihat isinya meski hanya sedetik. Kutarik kursi merah perlahan lalu mendaftarkan namaku dengan nama Zara, merasa bangga karna namaku hampir disetiap tanggal ada meskipun hanya untuk mengantar temanku itu bukan untuk tujuan aslinya. Kutoleh kiri kanan dan ternyata Zara sudah terbuai oleh buku buku yang bahkan dari judul disampulnya saja takku mengerti, akhirnya aku menyibukan diri dengan berjalan ke UKS yang terletak disebelah perpustakaan. Komat kamit mulutku baca mantra sebelumku coba kembali menaiki mesin penunjuk massa badan ini.

"ayo turun sekilo aja dong capek nih dikata anak paus mulu."

Kulangkahkan kedua kakiku kearah mesin neraka itu, dan saat itu pula bola mataku hampir saja akan terloncat dari lensa kacamataku ini. Betapa kagetnya aku ketika melihat jarum timbangan menunjuk angka 85 kg.

"CUMI! Belum genap 2 hari masa udah naik 25kg aja, wah gak bener nih."

Aku terus mengutuk timbangan sialan itu hingga hatiku mulai tenang dan mencoba berpikir bahwa timbangan itu sudah memasuki ajalnya, namun kakiku merasa aneh karna saat awal aku menaiki timbangan semua terasa longgar, namun saat kakiku sudah dalam posisi nyaman kenapa seperti berebutan tempat seperti ini? Refleks mataku melihat ke bawah dan benar saja kakiku menjadi 3! Aku terkejut dan langsung terlonjak kesamping. Ku lihat seorang laki laki bertubuh tinggi dengan badan tegap berdiri dibelakang posisi awal ku. Kutatap dia mencoba meyakinkan aku mengenal dia atau tidak dan setelah berulang kali kuingat aku sadar bahwa aku tak pernah melihat wajah itu.

"Lo kenapa? Loncat kok gak bilang bilang?" tanyanya

"Lah lo yang siapa? Kenapa tiba tiba ada dibelakang gue? Cabul ya?!" Seruku sambil mengelus dada kiriku mencoba membuat apa yang ada didalamnya tenang.

"Cabul? Sembarangan kalo ngomong. Trus kenapa lo megangin dada kaya gitu? Degdegan ya ngeliat cowok kaya gini? Oh...atau lo lagi coba ngegoda gue ditempat sepi kaya gini? Wah bener bener."

Mendengar perkataan pria dihadapanku ini, harga diriku murka. Ingin sekali kulontarkan semua isi kebun binatang ke arahnya. Namun aku masih sadar diri dan tidak ingin membuat diriku menjadi terkenal karena perbuatan jelek ku. Aku mencoba menarik nafas panjang dan memutar badan yang awalnya akan meninggalkannya, tapi sebuah tangan yang ukurannya lebih besar dari tanganku menahan bahuku. Kini bingung yang kurasakan, aku seperti sedang berada dalam sebuah drama korea dan tengah menghayal bahwa aku sedang ditahan oleh Lee Jongsuk dan saat itu pula khayalanku tersadar oleh suara pria menyebalkan itu.

"Nih id line gue, trus lengkap sama nomer whatsapp," Dibukanya telapak tanganku yang awalnya mengepal akibat menahan luapan emosi.

"Buat?"

"Jaga-jaga kali aja suatu saat nanti lo butuh."

Pria itu lalu berlalu dari hadapanku, berbagai pertanyaan muncul dibenaku. Entah apa yang dipikirkan oleh pria cabul itu. Kutatap secarik kertas yang ia berikan padaku tadi. Awalnya aku tak peduli tapi hatiku seperti berbicara padaku untuk menyimpan saja kertas kecil itu, tak ada salahnya kan? Aku menyimpannya bukan karena tertarik pada si pria cabul itu, Cuma ya...entahlah pokoknya aku tak suka dengannya. Sesaat aku mengingat akan Zara, aku lupa bahwa aku sedang bersamanya dan lupa berpamitan dengannya, segeraku bergegas kembali ke perpus dan ternyata anak itu tengah bersama dengan sang pujaan hatinya Bagas, kuseka peluh di dahiku dan memilih jalan lain untuk kembali kekelas.

Tik tik tik

"Zar, gue duluan kekelas ya." Ku ketuk layar handphoneku untuk mengirim pesan singkat kepada Zara.

Cinta Tak di NantiWhere stories live. Discover now