Enam bulan berlalu
Jakarta, Indonesia.
"Congratulation...," ucap Nadia memeluk Mutia, Rila dan Dede juga melakukan hal yang sama. Roni sebagai laki-laki satu-satunya di grup mereka hanya bisa bersalaman.
"Congrat ya Muti, best luck for you deh, dan semoga lancar terus biar bisa naik jabatan lagi."
"Aamiin. Makasih makasih...."
"Bu Super, jangan galak-galak ya pas awasin kerjaan kita?"
"Enak aja galak, aku ini tegas tapi gak galak."
"Btw, mau traktir kemana nih?"
"Kayak biasa abang soto lamongan, mau?" ucap Muti sambil tertawa melihat teman-temanya menghela nafas pasrah.
"Ajib...," lirih Roni menepuk keningnya pasrah, tangannya masih meng-entry data nasabahnya yang baru buka rekening tabungan. Mutia hanya terkekeh, berdiri disamping Rila yang sudah bersiap untuk istirahat bareng dirinya.
"Eh, Rila, udah berapa hari nih bu super nginep dirumah lo?" Dede sedang merapihkan form-form kosong yang biasa dipakai oleh nasabah, waktunya dia gantian dengan Rila beristirahat, setelah satu jam yang lalu dia dan Nadia beristirahat. Sudah jam 12.30 siang.
"Dua hari, hehe...." Muti memutar matanya, sudah punya anak tapi kelakuan masih manja luar biasa. setiap suaminya pergi dinas, selalu saja memaksa Muti menginap, padahal dirumahnya sudah ada baby sitter dan asisten rumah tangga.
"Oke, gantian ya. nanti pak Yahya yang gantiin aku. Laper...," ucap Muti, lalu melangkah menunju ruangan di belakang area Customer Service bersama Rila, mereka akan makan di warung soto lamongan langgangan mereka.
"Muti, pinjem hape bentar donk... paketanku abis, mau skype sama husband, hehe."
"Yaa elah, tadi malam kurang apa?" Muti menyerahkan ponselnya, duduk di kursi meja kerjanya, mengistirahatkan kakinya yang memakai hak tujuh senti. Nasib menjadi supervisor, kebanyakan berdiri mengawasi customer service bekerja, jangan sampai nasabah yang belum memenuhi kelengkapan dan ke-valid-an data bisa lolos.
Muti merapihkan hijab yang dipakainya, sejak pulang dari umrah dengan keluarganya, dia berniat istiqomah memakainya. Mudah-mudahan memperingan jalan ayah dan ibunya nanti menuju pintu syurga, kata bundanya juga, Muti jadi lebih cantik saat memakainya.
"Kuota langsung habis tadi malem...." Rila duduk di bangku depan meja Mutia, mulai membuka aplikasi skype melalui laptopnya dengan hotspot milik Muti, menghubungi suaminya. Wifi kantor biasanya lemot.
"Lagian ganjen amat sih, pake acara nyanyi bersama segala." Rila hanya mengerucut saat Muti mengejek kelakuannya dengan suaminya yang kadang terlalu.... lebay.
Mutia hanya menggeleng saat mode menunggu, Rila sibuk merapihkan make up dan rambutnya. Dia selalu bilang, walaupun sudah menikah dan punya anak, jangan sampai pesonanya luntur sebagai seorang customer service. Berkat dandannya, dia menaklukan hati suaminya pada pandangan pertama, saat sang suami membuka rekening di bank mereka bekerja.
Yaa benar juga, apalagi suaminya ini pekerjaannya cukup menyiksa hati, sebagai seorang teknisi mesin berat, sering di tugaskan keluar lama, paling cepat satu minggu. Jadi Rila mati-matian menjaga keindahan tubuh dan penampilannya agar sang suami selalu ingin buru-buru pulang.
Lihatlah temannya? sudah bahagia, padahal Rila satu tahun dibawah Muti....
"Assalamualaikum...."
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh || Three Shot
Short Story√ Based on true story... √ Nama disamarkan ****** Kita tidak akan tahu, apa yang akan terjadi selangkah di depan. Kita tidak akan tahu takdir apa yang akan menyapa. yang perlu kita lakukan adalah... Tetaplah menjadi baik. *******