Cerita ini hanya pikiran belaka, jika terdapat kesamaan alur, tokoh, waktu, tempat atau jalan ceritanya percayalah itu tanpa unsur kesengajaan. Karena genre ini merupakan genre saya jadi saya harap maafkan ketidaksengajaan saya :)
Enjoy it!
Malam itu, Ray rindu akan kehangatan itu. Kebersamaan keluarganya yang membuat perlahan air mata Ray mengalir lagi. Dengan ditemani oleh hembusan angin yang menusuk dalam hingga menembus tulang rusuknya, serta suara tetes air hujan yang mampu menemani kesendirian yang telah menyelimuti kesedihannya 8 tahun belakangan ini. Ya meski terbilang telah lama dan bahkan Rayzel sudah terbiasa dengan kesunyian itu. Tetapi, luka tetaplah luka, ia tidak akan pernah sembuh sepenuhnya. Itulah kata yang selalu terlintas dibenaknya.
Malam itu Ray hanya duduk termenung dibalik jendela kaca besar yang menjadi tempat favorit nya untuk menenangkan diri. Dia mengingat-ngingat kapan terakhir mamanya masuk ke kamar ini.
" Ahh saat aku kelas 3 Sd."
Sangat jelas kejadian itu sudah sangat lama, hal yang memaksa Ray untuk mengingat lebih keras.
Dia tidak ingin melupakan sedikit saja bagian dari kenangan indah itu. Meski sakit untuk sekedar di dikenang tetapi Ray memilih untuk merasakan sakit itu.
"Sampai kapan aku terus lemah seperti ini? " Pertanyaan itu tiba tiba saja terlontar dari mulutnya.
Laki-laki remaja itu selalu berusaha bertahan di antara beribu tanya yang selalu menghampirinya. Rayzel Arnathan Nicol, hanya nama indah itulah yang saat ini dia miliki. Nama akhir itu, satu satunya hal yang menjadi pengikat diantara dia dengan kedua orang tuanya. Hal yang selama ini menjadi alasan dia bertahan.
Memang hanya sebuah nama yang bahkan dia tidak tau apa arti dibalik tiga kata itu. Tetapi, setidaknya karena hal sekecil itu bisa menjadi peralihan fikirannya bahwa didunia ini dirinya tidak terlahir sendiri tanpa orang tua.
Rasa pegal di tangan nya kini membuat dia sedikit tersentak, Ray baru sadar bahwa dia sudah terlalu lama berdiam diri dan tidak melakukan kegiatan apapun. Jam telah menunjukkan pukul sepuluh yang berarti dia telah dua jam berdiam diri dihadapan kaca lebar itu.
Melihat hujan diluar masih sama derasnya dari beberapa jam yang lalu, ray memutuskan mengurungkan niatnya untuk keluar malam ini.
" libur malam ini tak akan masalah." pikirnya.
Memang biasanya Ray selalu menghabiskan malamnya di club malam yang terletak tidak jauh dari rumahnya. Berada disana membuat Ray merasa tak sendiri. Berbeda dengan keadaan rumahnya. Ruang keluarga rumah megah itu setiap malam terisi penuh dengan penghuninya tetapi selalu terasa kosong untuk seorang Rayzel.
Benar saja, melihat keluarganya berbagi kecerian seperti itu selalu membuat Ray semakin merasakan sakit, bukan karena iri, tetapi lebih karena Ray tidak punya alasan untuk bisa menyatu dengan mereka.
Karena dia tidak bisa keluar malam ini, tubuh tingginya kini telah terlentang lelah di atas kasur yang membuat matanya semakin lama semakin menyipit. Beban yang telah dia pikul selama 8 tahun itu membuat tubuh dan fikirannya selalu lelah dan butuh banyak istirahat. Cuaca malam seakan memaksa dia untuk terlelap lebih awal. Dan hanya dalam hitungan detik mata hitam pekat lelaki itu akhirnya beristirahat untuk sesaat. Dan berharap esok hari dia bisa menemukan sesuatu yang mampu menjadi kekuatan dia untuk bertahan.
WARNING!!
Ini hanya prolog. Mohon melanjutkan baca untuk mengetahui cerita yang sebenarnya.Hai :)
Aku menulis cerita yang sesuai dengan genre yang paling aku suka. Baru coba-coba nyalurin hobi, siapa tau nanti bisa jadi penulis beneran. Hehehhe
Silahkan dibaca dulu, siapa tau genre kita samaan. Gak berharap banyak yang vote atau coment sih tapi bagi yang udah baca mohon kritik dan sarannya ya. Biar untuk selanjutnya aku bisa memperbaiki kesalahannya.
Terima Kasih ^-^RSY-
16 MARET 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
Survive In Silence
Teen FictionDisaat sebuah sapaan dan segaris senyum terasa biasa untukmu, tapi tidak untukku. -Rayzel --- Hobi baruku, memastikan senyum itu selalu terukir di wajah dinginmu. - Rain Ini cerita dimana sakit sebuah luka karena masa l...