Chapter 4

2.7K 132 52
                                    


Hari demi hari berlalu, Vanessa masih saja terjebak dengan pikirannya sendiri yang tak kunjung jua menemukan jawaban atas semua pertanyaannya.
ia kembali menatap layar ponselnya dan menemukan foto bayi mungil kesayangnya itu, pose tengah tertidur dengan mulut yang sedikit terbuka membuat bayi laki laki itu semakin menggemaskan, foto itu baru dikirimkan oleh Justin semalam.

Justin masih menanyakan keputusannya namun ia masih belum dapat menjawabnya.

apakah ia akan tega meninggalkan bayi nya dan berpura pura sibuk dikantor dan membiarkan segala urusan Dustin diserahkan kepada Justin? Pantaskah ia disebut ibu?

dikala ketika ia kecil dulu ia dirawat dengan kasih sayang oleh ibunya hingga ia tumbuh dewasa, bahkan ibunya dulu tak pernah melewatkan pertumbuhan dirinya dan sekarang, lihat? Ia membiarkan bayi itu disana sendirian tanpa sentuhan lembut seorang ibu dan malah membiarkannya bersama lelaki yang memiliki kesibukan dengan dunia keaktrisannya.

Vanessa menghembuskan nafas panjang. Kenapa masalah ini tak kunjung selesai dan malah semakin panjang. Ia meletakkan kepalanya diatas meja dengan tangannya sebagai alas. Ia butuh memejamkan matanya untuk beberapa saat, belakangan ini ia kurang tidur ia malah menyibukkan dirinya dan tenggelam didalam berkas berkas kantornya setelah selesai ia pikir ia akan bisa tidur namun waktu bahkan tidak merasa iba padanya ketika ia akan terlelap tidur begitu juga pula wajah mungil Dustin terlintas dan membuatnya tidak bisa tidur.


Hal yang paling membuatnya kesal adalah ketika ia berada dikantor seperti sekarang ini kantuk selalu saja menerjangnya tak peduli ketika diruang rapat ataupun diruangnya sendiri. Ia bahkan tertidur selama dua jam kemarin jika tidak dibangunkan oleh Charoline mungkin ia tidak akan menyelesaikan tugasnya dan akan pulang larut malam dan dilanjutkan diaparteman kemudian tidur larut lagi. Pola tidurnya menjadi tak teratur belum lagi masalahnya.

"hey gurls. Apakah kau sibuk?" suara itu datang tiba tiba membuat Vanessa membuka matanya dan mengangkat kepalanya menatap Carly yang dengan kebiasaannya yang tidak pernah mengetuk pintu terlebih dahulu, dirinya diambang pintu dengan wajah tak berdosa dan bingkai senyuman disana membuat Vanessa menghembuskan nafas kesal melihat kelakukan anah sahabatnya itu yang terkadang membuatnya naik darah.

"oppss. Apakah kau marah? Baik, baik. Aku akan mencoba sopan" ujarnya sembari kembali menutup pintu dan kini terdengar suara ketukan pintu.
Vanessa membiarkannya dan tak lama pintu itu kembali terbuka. "kenapa kau tidak bilang masuk? Ayo katakan lalu aku akan masuk" hanya kepalanya saja yang ia munculkan dibalik pintu meminta Vanessa mengatakan hal yang ia inginkan. Begitu kekanak kanakkan namun, bagaimanapun sifat konyol dan aneh pada diri Carly ia tetap sahabatnya.
Carly kembali mengetuk pintu dan Vanessa mengucapkan kata "masuk" yang membuat Carly masuk dengan wajah yang begitu gambira dan cerita.

"bagaimana? Sudah sopankah?" tanyannya tak sabaran ketika ia duduk tepat berhadapan dengan Vanessa hanya meja besar sebagai penghalang bagi mereka berdua.

"sudah sangat sangat sopan Carly" jawab Vanessa sembari tersenyum yang dipaksakan dan memutar kedua bola matanya.

"jangan seperti itu Vaness, aku ini sahabatmu jangan memutar matamu didepanku!"

"aku tak peduli" Vanessa kembali mengambil berkas berkas yang sempat berantakkan dimejanya kemudian ia mengambil pennya dan memeriksa kembali berkas berkas itu.
lama terdiam yang terdengar hanyalah nafas yang teratur dari kedua wanita itu, yang satu sibuk dengan pekerjaannya, yang satu setia menunggu namun lama lama sepertinya kesetiaan untuk menunggu itu memudar ketika ia merasakan bosan..

"Vanessa?" panggil Carly yang bermaksud agar dapat mengalihkan perhatian Vanessa.

"hmmm" jawaban itu hanyalah berupa gumaman yang membuat Carly kelas.

"kenapa kau tidak bertanya kenapa aku disini? Atau setidaknya kenapa kau tidak bertanya 'hey Carly lama tak berjumpa apa kabarmu? Bagaimana dengan pemotretanmu' kau begitu mengesalkan"

"hahah baiklah. Tapi sepertinya pertanyaanmu diwakilkan olehmu dan sekarang aku ingin mendengarkan jawabannya" ucap Vanessa sembari menahan kekehan melihat sahabatnya itu dan melipat tanganya menjadi satu dan menjadikan sanggahan untuk dagunya

"tidak aku, tidak mau menjawab kau harus mengatakan ulang" Carly menyilangkan tangannya didepan dadanya dan memalingkan wajahnya kearah lain. Membuat Vanessa tertawa

"baik akan kuulang. Hey Carly Weronica Larryson apa yang kau lakukan dikantorku? Dan apa kabarmu lama tidak berjumpa. Oh ya bagaimana dengan pemotretaan modelmu itu?"

***

"baiklah kita sudah disini, sekarang jawab pertanyaanku dikantor tadi" mereka kini sudah berada disebuah cafe, Carly yang berpura-pura merajuk tadi meminta agar mereka ke cafe dan akan menjawab semua pertanyaan yang ditanyakan oleh Vanessa. Vanessa pun akhirnya terpaksa mengiyakan ajakan paksaan oleh sahabatnya itu padahal masih banyak berkas yang belum ditanda tangan.

"nah, jadi aku sedang tidak sibuk makanya aku menghampirimu dikantor, karena terakhir kita bertemmmuu ... hmm entahlah aku sudah tidak mengingatnya, karena aku merindukan sahabatku yang begitu kaku ini dan kabarku sangat baik, bagaimana denganmu? Dan masalah pemotretan semuanya berjalan lancar" Carly menjawab pertanyaan dengan wajah yang berseri seri.

"ohh begitu, kabarku juga baik semuanya baaaikkk" balas Vaness dengan nada dipanjangkan dan merentangkan tangannya menandakan semuanya baik baik saja setidaknya untuk sekarang bukan kedepannya.

"baguslah, jadi kau punya rencana apa?" Carly langsung menyedot minumannya setelah tadi diantar oleh pelayan. Sepertinya ia sangat haus

"tidak punya rencana apa apa, tapi ... entahlah aku, aku punya rencana ingin resign" jelas Vanessa dengan nada lirih. Mungkin ada benarnya waktunya ia resign dan mengurus Dustin, Entahlah ia juga tidak tahu sampai kapan ini akan berakhir untuk sekarang ia hanya ingin bertamu dengan Dustin dan merawatnya dengan tangannya sendiri tanpa diketahui oleh keluarganya, terutama ayahnya, ia sudah memutuskan bulat bulat rencana ini dan mungkin langkah inilah yang harus ia ambil setelah berhari hari memikirkannya.

Carly yang tengah minum langsung tersedak dan melebarkan matanya tak percaya "benarkah? Woaaahh hahah aku senang mendengarnya akhirnya kau bisa terbebas dari jeratan keras kertas tak berguna itu. Bagaimana kalau kau jadi model saja?" tawaran itu meluncur bebas dari mulut Carly membuat Vanessa meringis ia tidak dapat membayangkan bagaimana jika ia menjadi model dengan pakaian yang begitu terbuka dan berpose pose yang mengundang gairah kemudian akan dipajang dicover depan majalah, itu sangat memalukan, ia tidak akan pernah melakukannya bahkan walaupun didunia ini tidak ada pekerjaan apa apa selain model. Ia akan tetap setia menjadi pengangguran kalau begitu.

"Tidak terima kasih, aku tidak mau menerima pekerjaan yang mengerikan itu dan kenapa kau terdengar senang ketika aku ingin resign nona?"

"aku hanya, hanya senang kau tahu. Kau terperangkap disana bertahun tahun tanpa mau diajak ke pesta pesta teman sekolah kita atau ke club dengan alasan sibuk urusan kantor, nah sekarang jika kau memang sungguh resign maka kau tidak memiliki alasan semacam itu lagi" jelas Carly senang sembari memamerkan gigi putih dan berderet indah disana.

"mungkin tidak akan ada alasan seperti itu lagi, namun aku masih memiliki seribu alasan agar aku tidak pergi sekalipun kau memaksa" Vanessa merasa menang ketika ia melihat Carly hanya mengerutu atas apa yang diucapkan oleh Vanessa tadi.

"baiklah, jika kau sudah resign apa yang akan kau lakukan? Apakah kau akan menjadi pengangguran?"

"haha tidak, mungkin aku akan membuka toko kue" mungkin ia akan mengikuti saran ayahnya membuka toko kue dan memulai semuanya dari awal, ayahnya pasti setuju dengan keputusannya itu

"pilihan yang tepat. Kau adalah pembuat kue yang hebat, dimana kau akan membuka toko kue itu dan kapan?"

"mungkin di San Diego"

"hah? Kenapa jauh sekali? Kalau begitu kita akan jarang sekali bertemu" Carly menunjukkan wajah sedihnya. Membuat Vanessa tersenyum kecut benar, ia akan jarang bertemu Carly tapi setidaknya hanya sedikit kemungkin Carly akan mengetahui keberada Dustin dan siapa Dustin.


***

ia membutuhkan beberapa hari untuk mengurus semuanya, keputusannya sudah bulat ia tidak ingin membuang banyak waktu, rasa rindunya pada Dustin sudah lama, rasanya ingin sekali ia memeluk sayang bayi mungil itu. sudah berapa bulan ia pergi? Dan tidak melihat perkembangan Dustin.
Dan disinilah dia berjalan mencari apartemen bernomor 1124 apartemen milik Justin, dia sudah lama menyimpan alamat itu, Justin sengaja membeli apartemen itu agar ia dapat menyembunyikan Dustin dengan aman. Ia setuju setidaknya menutup kemungkinan paparazzi untuk mengetahui keberadaan Dustin.

Akhirnya ia tepat memberhentikan kakinya diapartemen 1124 itu, ia merasa ragu untuk memencet bel. Tangannya menggantung diudara namun suara pintu terbuka mengejutkannya bersamaan keluarnya seorang wanita cantik berambut pirang, Vanessa segera menurunkan tangannya.

"oh, sepertinya aku salah alamat" ujarnya sembari tersenyum dan membalikkan badan hendak pergi.

"kau berada dialamat yang benar" Namun, suara berat dan sedikit serak menjawabnya ia sangat mengenal suara itu, ia membalikkan kembali badannya kearah pintu itu dan menemukan Justin berada dibelakang seorang gadis tadi yang membukakan pintu.

"oh, apakah kau Vanessa? Senang bertemu denganmu" gadis itu mencoba menghentikan keheningan yang tercipta yang terjadi diantara mereka, gadis itu menjulurkan tangannya untuk berjabat tangan dan Vanessa pun membalasnya.

"aku Hailey baldwin. Aku sahabatnya Justin, jika kau pernah melihatku di TV dan mereka bilang bahwa aku pacarnya, percayalah padaku mereka semua omong kosong agar mendapatkan rating yang tinggi" ia lagi lagi tersenyum, Vanessa hanya membalas senyumannya namun didalam otaknya ia hampir berpikir ia bahkan tidak pernah lihat gadis itu, ohh mungkin semua orang tahu kecuali dia, tentu saja. Apa yang ia lakukan belakangan ini? Ia hanya berkutat dengan kertas dokuman, meeting, presentasi, dan melakukan banyak hal dengan orang penting demi perusahaannya. Ia hampir tak punya waktu untuk dirinya sendiri ataupun sekedar bersantai menikmati acara gossip dan minum teh.

"oh ya, aku harus pergi. Karena aku harus kencan dengan peter dan kau Vanessa selamat datang. Wah bukankah ini penyambutan yang hangat? Hahah. Baiklah aku pergi byeee" Hailey gadis berambut pirang tadi pergi dengan sambutan yang hangat, ya lumayanlah menurut Vanessa.

"masuklah" Justin membukakan pintunya lebar lebar sepeninggalan Hailey, Vanessa melangkahkan kakinya masuk.

"dimana Dustin?" tanya Vanessa ketika mereka benar benar sudah berada didalam apartemen Justin. Ia bahkan tidak sempat mengagumi interior apartemen Justin yang sangat mengagumkan. Apartemen ini memang tidak terlalu besar namun nyaman untuk ditempati. Warna biru dan putih lah yang mendominasi ruangan ini.

"tidakah kau mau menanyakan kabarku terlebih dahulu?" kini Justin kembali bertanya dan melangkah mendekat kearah Vanessa dan kini ia berdiri tepat di hadapan Vanessa

"kau terlihat baik baik saja dan ak ..."

"Dustin sedang tidur" potong Justin ketika ia melihat bahwa Vanessa benar benar tak berniat untuk sekedar ngobrol sedikit dengannya.
gadis itu hanya mengangguk dan meleset masuk kedalam sebuah kamar yang ditunjuk Justin tadi, Justin hanya mengekor dari belakang tanpa berusara, langkah kaki Vanessa berhenti ketika ia berdiri disamping box bayi, ia tak dapat lagi menahan kuat kuat air mata yang sudah mengaburkan pandangannya dan pada akhirnya jatuh membasahi pipinya ketika ia melihat malaikat kecilnya tidur. Dia begitu polos, begitu mungil, begitu murni. Vanessa mengambil tangan Dustin dan membelainya lembut tangan mungil itu membuatnya semakin berdosa, bayi yang tertidur ini lahir didunia tanpa keinginannya. Hanya sebuah kebodohan yang ia lakukan membuat bayi itu hadir kedunia yang kejam dan memiliki ibu yang bertanggungjawab pula, ia berpura pura menyibukkan diri kekantor sedangkan ada seorang bayi yang begitu mengidam idamkan pelukkan hangat dari sang ibunda.

"bukankah aku ini seseorang ibu yang kejam, Justin?" tanya Vanessa tanpa melepaskan pandangan kepada Dustin yang tengah terlelap nyaman.

"Vanessa, aku tak ingin kita membahas ini" Justin melangkahkan kakinya dan menampatkan posisinya disamping Vanessa. Tangan lelaki itu hampir ingin menyentuh pundak Vanessa namun ia urungkan ia tak ingin Vanessa berpikir macam macam tentang dirinya lagi, mungkin Vanessa butuh untuk menenangkan dirinya sendiri.
cukup lama mereka terdiam, terdiam dan sibuk dengan pikiran mereka masing masing sembari tetap melihat Dustin, ah Dustin anak mereka, buah hati mereka namun tanpa ada cinta didalamnya.

"Bagaimana dengan teh? Kau mau minum teh?" tanya Justin mencoba membunuh keheningan diantara mereka, Vanessa hanya mengangguk tanda setuju.


***

"Bagaimana kabarmu?" tanya Justin membuka percakapan diantara mereka, setelah Justin memberikan Vanessa waktu untuk keterdiamannya dan menikmati tehnya.

"aku baik, dan kau? Bagaimana dengan album barumu? Kau pasti sibuk rekaman di studio, ya?" Justin sempat terkejut mendengar Vanessa bertanya, namun ekspresinya cepat ia ubah walau didalam otaknya masih banyak pertanyaan mengantri untuk dijawab namun sepertinya ia enggan untuk menanyakannya.

"aku juga baik. Kau tahu bahwa aku akan segera meliris album?" tanya Justin

"kurasa semua orang di dunia ini tahu, bahwa penyanyi besar dunia akan segera meliris album terbarunya, terlebih lagu terbarumu banyak diterima di masyarakat" Vanessa melanjutkan minum tehnya setelah menjawab pertanyaan Justin. Bagaimana ia tidak tahu lagu lelaki itu mengaung dimana mana, bahkan ditaksi tadi ia mendengarkan lagu itu lagi. Mungkin ia sedikit tidak tahu mengenai gossip atau apapun berita miring mengenai Justin karena ia tak suka mengurus sesuatu yang bukan menyangkut tentang hidupnya, baginya semua orang punya masalah namun melihat masalah orang lain dan membicarakan masalah itu dan menjadikan bahan gossipan menurutnya bukanlah hal yang baik

"ah iya. entahlah aku hanya agak sedikit terkejut karena kupikir kau hanya sibuk dibalik meja kantormu itu"

"iya mungkin aku terlihat seperti perempuan yang haus akan kekuasan, namun sebenarnya aku hanya ingin menyibukkan diri sehingga yahh begitulah .... omong-omong Lagumu cukup bagus. What you do mean" Vanessa tampak tak nyaman membicarakan hal-hal yang bersangkut dengan urusan pekerjaannya dan untungnya Justin menyadarinya dan tak mau juga ikut menghancurkan moodnya sekarang ini.

"benarkah? Terima kasih" ucap Justin sembari sibuk menerka-nerka siapa sebenarnya gadis didepannya ini. Bahkan ketika dulu 'bersama' Justin tak pernah bisa melihat secara utuh karakter dirinya ia begitu pandai memainkan peran.

"sepertinya kau banyak tahu tentang perempuan" ujar Vanessa

"tidak juga, aku hanya melihat dari mantan-mantan pacarku. Mereka hanya bersikap seperti itu dan terkadang sulit dimengerti. Maka kutulislah lagu itu"

"apa lagu itu ditujukan untuk mantan pacarmu?" tanya Vanessa

"hah? Maksudmu .."

"maaf ... maaf bukan maksudku untuk ikut campur dengan dunia percintaanmu. Hanya saja belakangan ini namamu dimana-mana dan orang-orang membicarakannya. Sehingga aku jadi tahu dan yah kau tahulah, gosip beredar dengan cepat" Justin baru saja ingin menjelaskannya ia tak merasa sedikitpun tersinggung atau apapun, karena itu memang benar ia menulis itu untuk mantan kekasihnya.
setelah lama terdiam dan hanya megangumi langit yang berubah menjadi gelap. Mungkin ini waktu yang manis jika bersama pasanganmu, melihat matahari yang hampir tenggelam dengan kehangatan secangkir teh. Sayangnya, ini tak berlaku bagi Vanessa ia punya alasan kuat yang membawanya kemari bukan ingin bertemu dengan penyanyi top dunia yang berdiri tepat disampingnya.

" hmm ... bagaimana pekerjaanmu? Berapa lama kau cuti" lama Justin terdiam mencoba memilah-milah pertanyaan yang mulai menumpuk, setidaknya pertemuan pertama ini haruslah dimulai dengan perbincangan yang baik pula. Setelah ia berdehem dan menemukan pertanyaan tersebut barulah ia berani bersuara untuk menembus keheningan antara mereka.

"cuti? Haha" jawaban Vanessa seolah-olah terdengar sedang menggolok, ia mengalihkan pandangannya kearah Justin dan menatap Justin.

"mungkin kau akan cukup senang mendengarkan ini , ohh .. tidak, tidak kau akan senang mendengar ini, aku resign." Ucap Vanessa tenang. Mendengar jawaban itu Justin tampak terkejut matanya membulat tak percaya. Bagaimana bisa? Wanita macam Vanessa resign? Ini terdengar konyol. Wanita yang sangat mencintai pekerjaannya, wanita yang sangat tergila-gila akan kekuasaan itu bahkan mengatakan ia resign? Bagaimaan bisa?. Justin bahkan tak bisa mengucapkan kata-kata. Namun di balik ekpresinya Vanessa dapat menangkap jelas.

"kau ingin bertanya, bagaimana ini bisa terjadi,kan? Tenang saja Mr. Bieber aku sudah memikirkan ini matang-matang. Aku sudah lelah dengan kehidupan kantorku. Aku ingin bernafas tanpa harus merasa terbebani karena masih banyak kertas-kertas yang tumpuk yang bahkan belum aku baca. Aku akan menyerahkan jabatanku ke kakakku Carter . Aku pikir dia akan menolakkan, mengingat Carter menghabiskan hidupnya di dapur dan mencintai dapurnya. Aku tak tahu siapa yang bisa mengubah keputusannya, aku juga tak tahu apa yang daddy bicarakan padanya. Yang pasti dia menerimanya dan aku resmi .... berhenti" jelas Vanessa panjang dan Justin dapat menangkap semuanya, bahkan itu adalah keputusan tersulit bagi Vanessa. Mata indahnya berkaca-kaca bahkan tak kuasa lagi tuk tak menumpahkan air mata dan mengalir lembut di pipinya, namun ia dengan cepat menghapusnya dengan kasar dan tersenyum.

"apakah kau baik-baik saja?" tanya Justin lembut. Ia meletakkan cangkir tehnya di meja kecil dan memeluk Vanessa lembut. Vanessa tak bisa lagi menyembunyikannya, air matanya tumpah, ia bahkan tak benar-benar mengetahui apakah keputusannya itu tepat atau bahkan ini semuanya adalah awal dari kehancurannya?. Dibenaknya selalu saja tertanam kata "kalau saja aku tak bertemu dengannya malam itu" ia seolah tak habis menyesali kejadian malam itu.






saya kembali lagi ^^ setelah beberapa tahun menghilang.

saya baru kembali setelah beberapa minggu kangen dengan wattpad dan lihat kalau cerita ini banyak yang minat. saya orangnya agak kurang percaya diri, sehingga itulah alasan saya meninggalkan cerita ini.

saya minta maaf dan berterima kasih dengan pembaca saya yang masih berminat dengan cerita ini.

kemudian maaf juga kalau ceritanya hanya saya posting sedikit mengingat saya sudah masuk kuliah dan minggu-minggu ini saya presentasi sehingga waktu saya tersita untuk mengerjakan tugas hehe :v sebelum tugas menambah lagi, saya mulai sedikit demi sedikit mencicilnya.

kalau ada kritik dan saran saya dengan senang hati menerimanya agar cerita ini bisa lebih baik untuk kedepannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 11, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MY BABYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang