Vanessa melangkah memasuki rumah megah itu dengan ceria. Empat tahun ia meninggalkan negara ini dan keluarganya untuk menjadi dokter di New York dan itu membuatnya sangat rindu akan rumah beserta penghuninya, yaitu kedua orang tua dan kakak laki-lakinya.
Setelah kejadian itu, ia kabur dan menyalahkan dirinya untuk menjadi dokter yang lebih hebat ke luar negeri. Katakanlah, ia memang pengecut.
“Vanessa?”
Yah ... suara ini, suara yang sangat dirindukannya. Di sana berdiri dengan wajah terkejut wanita yang sangat istimewa baginya, wanita paruh baya yang masih cantik di umurnya sekarang ini yang bahkan telah membesarkan kedua anak dengan penuh kasih sayang.
“Mom, aku merindukanmu!” Vanessa menjatuhkan koper yang sedari tadi dipegangnya, memeluk wanita paruh baya itu, ibu tersayangnya.
“Kenapa kau kembali, Sayang?” wanita itu terlihat cemas.
“Mom, apa kau tidak merindukanku?” memasang wajah cemberutnya.
“Aku merindukanmu, sangat-sangat merindukanmu. Tapi kau harus pergi dari sini, di sini masih tidak aman untukmu, Sayang.” Wanita itu masih tampak ketakutan, sesekali melihat keluar pintu mencari-cari seseorang.
“Kau aneh, Mom. Ini rumahku, kalian adalah keluargaku. Bagaimana mungkin ini bukan tempat aman untukku?” Vanessa merasa aneh dengan ibunya, seakan-akan ada bahaya yang sedang mengancam mereka. “Aku baru menyadari kalau selama ini aku telah menjadi pengecut, bersembunyi selama empat tahun dan menjauh dari kalian.”
Vanessa merasa tidak percaya. Ia baru saja tiba, bagaimana mungkin ibu yang sangat dirindukannya kembali menyuruhnya pergi.
“Tidak, Sayang. Kau harus pergi dari sini, aku akan mengutuk diriku sendiri kalau sampai orang-orang itu menemukanmu,” ujarnya tampak serius bahkan air mata itu tak pernah berhenti mengalir.
“Siapa, Mom? Aku tidak bisa menjauh lagi, aku merindukan kalian. Papa dan kak Vincent dimana?”
“Ayahmu sudah meninggal karena jantungan setelah mengetahui kalau perusahaan kita bangkrut dan itu semua karena orang itu. Ia sangat kejam Sayang, dengan menghancurkan keluarga kita. Dan aku tidak ingin kau juga jatuh di tangannya.” Ibunya menjelaskan dengan berurai air mata.
Vanessa terhuyung, tidak menyangka kalau ayahnya sudah meninggal. Dan siapa orang yang dimaksud dengan ibunya itu, kenapa ada pria jahat menyakiti keluarganya. Ia tidak akan mengampuni orang itu.
“Mom, ayah ... ayah ...” tangisnya pecah.
“Pergilah sayang, kembalilah ke New York. Cari informasi tentang keberadaan Vincent, ia pasti akan membantumu.”
“Kak Vincent di mana?”
“Setelah kematian ayah kalian, ia menghilang. Tapi aku yakin dia masih hidup dan belum di temukan oleh orang itu. Pergilah, Sayang!” mendorong-dorong tubuh Vanessa keluar dari pintu.
“Tidak, Mom. Kau harus ikut!” Vanessa masih bersikeras untuk bertahan. Ia tidak akan meninggalkan ibunya mengahadapi orang itu sendiri.
“Pergi Vanessa ! Kau tidak tahu apa yang terjadi kalau orang itu menemukanmu!” bentaknya keras, bahkan ini kali pertama Vanessa menerima bentakan dari ibunya yang biasanya bersikap lembut.
“Tidak, aku tidak mau. Aku menyanyangimu, Mom?” Vanessa memeluk tubuh ibunya, meski pun ibunya terus saja menyuruhnya pergi.
“Wah ... drama yang kalian buat sangat menyedihkan!” suara berat itu mengalihkan keduanya.
“Siapa kamu?”
“Apa yang kau lakukan di sini, Brengsek!” tiba-tiba ibunya maju berniat memukul wajah pria itu, namun dengan cepat tangannya di cekal dengan keras.
“Lepaskan tangan Ibuku!” Vanessa juga ikut maju bermaksud untuk membantu ibunya. Namun tangannya juga ikut di cekal oleh dua pria berbadan besar yang sejak tadi berdiri di belakang pria itu, yang diyakini Vanessa bos mereka.
“Beraninya kau menyentuh anakku!” desis ibunya dengan penuh emosi.
“Ck! Kalian sama saja, dipenuhi dengan emosi padahal kalian hanyalah perempuan lemah.” Pria itu berdecak menyebalkan.
Lama Gerald menatap wajah cantik Vanessa. Gadis itu benar-benar memancarkan keindahan, membuatnya tergoda untuk menyentuhnya.
“Anakmu sangat cantik!” lelaki itu berderap melangkah dengan pelan mendekati Vanessa yang masih tidak berdaya karena kedua tangannya di cekal.
“Jangan menyentuhnya, Gerald!” teriakan itu menghentikan langkah pria yang bernama Gerald Stevano, berbalik dan menemukan wanita itu yang tengah mengeluarkan pistol dari sakunya. Namun yang membuatnya kaget, ia kira pistol itu akan mengarah ke dirinya, ternyata pistol itu ia arahkan sendiri ke kepalanya.
“Aku akan membunuh diriku sendiri kalau tangan kotormu menyentuh anakku. Dan kau tahu dengan kematianku kau tidak akan tahu keberadaan Vincent.”
Sejenak Gerald terperangah dengan ancaman wanita itu, dengan kematian wanita itu semuanya sia-sia. Ia tidak akan menemukan Vincent dan membalaskan dendamnya, entah kemana pria keparat itu sembunyi.
Gerald terkekeh, "Seperti kau berani saja, Nyonya Julia. Bahkan tanganmu bergetar karena memegang pistol itu.”
“Aku tidak pernah bermain-main dengan perkataanku. Lepaskan Vanessa atau kau tidak akan menemukan keberadaan Vincent!”
Gerald kembali terdiam, apakah wanita itu benar-benar akan memberitahunya?
“Tidak, Mom! Jangan lakukan itu!” teriak Vanessa mengalihkan Gerald dari keterdiamannya.
“Baiklah, aku akan melepaskan Vanessa dan beritahu aku di mana keberadaan Vincent.”
“Vincent ada di Dubai,” ucap ibunya dengan gugup.
“Kau bohong! Orang-orangku sudah mencarinya kesana tetapi tidak menemukannya. Beraninya kau membongiku,” desisnya dengan tajam.
Julia terkejut. Lalu dengan cepat kembali berkata, “Sungguh, Gerald. Aku tidak bohong, yang aku tahu Vincent berada di sana.”
“Baiklah, Vanessa akan menjadi umpan agar Vincent muncul. Aku tahu ia sangat menyayangi adiknya, dan mengetahui kalau adiknya jatuh di tanganku ia pasti akan muncul,” ucapnya pongah, lalu memberi isyarat ke orang-orangnya untuk membawa Vanessa.
“Tidak, lepaskan aku! Mom, tolong aku!" teriak Vanessa dengan memberontak.
“Jangan bawa dia brengsek! Biar aku saja, ” teriak ibunya lalu berlari mengejar anaknya yang tengah di seret menaiki mobil.
Gerald mendekati wanita itu, “Kau pasti tahu apa yang dilakukan Vincent dan Vanessa? Sebagai ibu kau pasti mengerti rasa kehilangan. Anak-anakmu lah yang menjadikanku iblis karena keserakahan mereka.”
Julia menunduk sedih, sangat mengerti dengan perkataan pria itu. “Tapi Vanessa tidak tahu apa-apa, Gerald. Saat itu ia juga terpukul, dan berakhir meninggalkan kami. Aku mohon jangan sakiti dia.”
“Harusnya Vanessa tidak membantu Vincent! Dan yah ... Vanessa pantas mendapatkannya. Dan aku akan senang sekali kalau peluru dari pistol itu menembus kepala cantikmu.” Gerald sudah dipenuhi rasa emosi yang meluap-luap.
“Kalau ini memang akan menghapus rasa benci itu untuk anak-anakku, aku akan mati." Julia mengangkat kembali pistol dan mengarahkan ke kepalanya. “Tetapi aku mohon jangan sakiti, Vanessa!"
Dorrrr~
Wanita itu benar-benar mengakhiri hidupnya di depan Gerald.
“Bahkan dengan kematian kalian belum sepadan dengan apa yang aku rasakan. Sebelum Vincent mati di tanganku Vanessa akan menjadi alat balas dendam agar dia muncul.” Gerald menyeringai dengan kejam, lalu berderap meninggalkan tempat itu.
Mendengar letusan itu membuat Vanessa lemas, di sana ibunya terkapar dengan bersimbah darah. Pria iblis itu membunuh ibunya, menghancurkan seluruh keluarganya. Tatapannya kosong, hingga kegelapan mengambil alih kesadarannya.
Ini pasti mimpi buruk? Ya, ini hanya mimpi buruk, setelahnya ia akan terbangun dengan sifat cerewet ibunya, ayahnya yang tegas, serta kakak laki-lakinya yang sangat penyayang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Her Revenge (Completed)
Romance⚠Wajib Follow Akun Author Sebelum dibaca PUBLISH ULANG! DENGAN PART SUDAH REVISI!! **** Kesalahan di masa lalu membawanya kedalam cengkeraman pria yang sangat menginginkan kematiannya. "KAU PEMBUNUH!" Gerald Stevano. "KAU MENJIJIKKAN!" Vanessa Gabri...