Wangimu yang Kurindu

83 7 1
                                    



Aroma tempat pemakaman masih benar-benar terasa. Tanah itu bahkan masih basah. Baru beberapa puluh menit yang lalu kau berada di bawah tanah. Menikmati dinginnya kesendirian. Cinta, selamat bertemu denganNya. Kamu orang baik, sekalipun pasti punya cela. Selamat berjuang Cinta, mempertanggungjawabkan amal baik dan burukmu di dunia.

Bunga kamboja menjadi penanda bahwa saat ini aku masih berada di tempat dimana jasadmu terkubur. Kulihat lalu lalang orang-orang berpakaian serba hitam, sepertinya kau punya teman Cinta, walau kalian berada dalam liang yang berbeda.

"Mas, ayo pulang. Kasihan Rendy dan Aldi di rumah. Mereka butuh support Mas."

"Kamu pulang duluan saja Rahmi, Mas masih mau di sini, sekitar tiga puluh menit lagi Mas pulang."

Tanpa berkata apapun, Rahmi—adikku beranjak dari pemakaman, meninggalkan aku dan dia, berdua saja.

Cinta, aku belum siap bertemu anak-anak. Apa yang harus aku katakan? Bantu aku dari sana ya.. Seandainya waktu bisa diputar kembali, aku lebih memilih tidak pernah memintamu melakukannya.

Aku tahu, kamu tidak akan pernah kembali, ke dimensi yang sama denganku. Aku paham, bahwa dunia tak mungkin mempertemukan kita lagi. Tapi Cinta, bolehkah aku berharap, jika suatu saat nanti kita berkumpul di JannahNya? Aku akan menggendong kedua putra kita ke sana, membangun istana surga keluarga kita.

"Mas! Mas Naufal!"

"Ada apa Pak Danu?"

"Nak Aldi tadi dibawa ke rumah sakit. Kata Bu Liana asmanya kambuh."

"Astaghfirullah.." Kabar ini sungguh menyentakku, baru saja aku kehilangnmu Cinta, mengapa harus ada cobaan lagi?

Selama kita masih ada di dunia fana ini, akan ada ribuan bahkan jutaan cobaan yang akan semakin menguatkan kita. Kita harus bertahan Mas, semenyedihkan apapun hidup kita, selama kita bersama aku pasti akan menerimanya. Allah kirimkan kamu untuk melengkapiku, bukan untuk menjalani hidup yang serba sempurna, melainkan agar kita berproses menjadi lebih baik. Itu perkataanmu dulu.

Ya, aku ingat kata-katamu Cinta. Tapi tunggu, kau bilang jika kita bersama? Lalu ketika kamu sudah tak di sampingku lagi, apa aku harus tetap kuat? Tolong jawab aku Cinta, kali ini saja...

"Mas.. Mas Nufal.. Mari saya antar ke Rumah Sakit."

"Ba..baik Pak, terimakasih banyak."

"Saya paham dengan apa yang Mas Naufal rasakan saat ini. Kehilangan istri pasti akan sangat menyakitkan. Tapi Mas juga harus ingat, bahwa ada amanah Allah yang masih harus dijaga, Rendy dan Aldi. Mereka sangat membutuhkan Mas Naufal. Saya yakin, Mbak Riana juga pasti mengharapkan hal yang sama. Mbak Riana itu orang yang sangat baik, inshaAllah mendapatkan tempat yang terbaik di sana Mas."

"Terimakasih Pak Danu.."

Perjalanan kami menuju rumah sakit diliputi keheningan. Suara pengajian yang biasa bergema di mobil Pak Danu ini sepertinya sengaja ia matikan. Beliau benar-benar paham dengan kondisiku.

Aku sibuk memikirkan anak bungsuku, Aldi yang baru berusia empat tahun. Jangan tinggalkan Papa sayang, cukup Mama yang meninggalkan kita. Jangan pernah menorehkan luka sedalam itu di hati Papa.

Entah perasaanku saja atau memang kenyataannya, jarak rumah sakit dan pemakaman terasa begitu jauh. Butuh waktu sekitar duapuluh menit untuk tiba di ruangan tempat anakku dirawat.

"Mami..."

Satu satunya orang yang saat ini mampu menguatkanku hanya beliau. Wanita yang usianya sudah lebih dari setengah abad ini, memang sejak dulu mampu meredam kegelisahanku. Pelukannya terasa begitu hangat, menjalar menyirami hati yang dilanda hipotermi.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 11, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

WANGIMU YANG KURINDUWhere stories live. Discover now