Rintik hujan turun membasahi dedaunan dan meniadakan embun pagi yang semestinya hadir saat fajar datang. Waktu terus berlalu, tidak pernah berhenti. Mata terpejam seakan tenggelam dalam keheningan dan kesejukan. Ah, fajar yang terlalu indah, menarik raga dan menahannya dalam kenyamanan untuk tetap terlelap dan terjaga.
"Through You i can do anything, i can do all things, cause is You who gives me strenght, nothing is impossible" suara nyanyian itu muncul dari balik pintu kamar mandi dengan disertai suara gemercik air yang jatuh ke lantai.
"Ah dingin bener, harus banget ya dapet tugas dadakan dari dosen wali buat gantiin dia ngurusin praktikum laboratorium. Haha yang bener saja, harinya pas banget sama jadualku di Rumah Sakit. Bakalan tabrakan ndak ya waktunya. Hmmmmmmm.. Jalani aja deh, ngucap syukur bro! Ojo ngeluh" imbuhnya sambil mengusap-usap rambut dan menuangkan shampoo ke atas kepalanya.
Seketika Karl terlihat sudah mengenakan kemeja putih dengan celana panjang kain berwarna hitam bak sales produk X dengan tatanan rambut yang klimis mengkilap sampai lalat terpeleset jatuh ke atas. Iya, ke atas lantai. Dia segera keluar dari apartemennya dan menggantungkan jas laboratoriumnya di tangan kanannya dan mengambil tas ransel miliknya lalu bergegas pergi.
Tiga jam telah dia lalui sebagai asisten laboratorium dadakan saat itu, mulai dari jam tujuh pagi sampai jam sepuluh. Setelah itu dia bergegas ke Rumah Sakit karena jam sebelas dia harus melakukan uji eksperimental beberapa bakteri baik untuk dikembangbiakkan. Karl terlihat sangat sibuk riwa riwi kesana kemari dengan wajah yang terbilang porak poranda bak sepotong kain yang diremas lalu kemudian diinjak. Tak berbentuk sama sekali. Dari kaca luar laboratorium Lave diam-diam memperhatikan Karl. Waktu sudah berlalu, saat itu Karl sedang melihat pasien yang sedang mengalami stroke dan juga dia seorang tunawicara dan tunawisma. Karl melihat dari sudut ruangan sambil berkata, "Bahkan, rencanaNya akan menjadi hal terindah untuknya meskipun terlihat sangat menyakitkan. Tuhan terlihat tidak adil bukan? Tapi saya yakin dia adalah sosok yang kuat."
"Tentu.." tiba-tiba terdengar suara dari belakang Karl.
"Nih minum. Setidaknya kamu harus terus bereksperimen di laboratorium dan bertahan" kata Lave sembari melemparkan sekotak susu vanilla rendah lemak.
"Bertahan? Untuk siapa hayo?" Goda Karl dengan nada genit.
"Hmmm... Untuk... (Harusnya untukmu) ya untuk pasien yang barusan kamu lihatlah" seketika wajah Lave menjadi merah merona dan terlihat sedang salah tingkah. Lalu, Lave berbalik dan berjalan meninggalkan Karl. Karl tersenyum sejenak lalu secara perlahan mengejar Lave dan meraih tangan kanan Lave, setelah Lave berbalik Karl menyandarkan tubuh Lave di sudut tembok Rumah Sakit sambil menatapnya. Lave nervous.
"Aku sayang sama kamu" ucap Karl dengan tatapan yang sangat lembut dan senyuman hangat.
"Nggak mungkin.."
"Aku serius. Aku benar-benar mencintaimu dan aku sadar aku ga bisa menahan perasaan ini lebih lama"
"Usia kita beda setahun"
"Bahkan seorang berusia 35 tahun bisa menikahi pria berusia 28 tahun. Apa memang kamu ga suka sama aku?"
"Bukan, aku suka sama kamu. Aku cinta sama kamu" sesaat Lave tersadar kalau dirinya mengatakan kejujuran hati.
"Yaudah, ini hari pertama kita ya?"
Lave terdiam....
Lalu setelah perbincangan itu Karl hendak mencium Lave, dia mencondongkan kepalanya dan.....
"Dok, pasien VIP sekarang sedang kritis" dan dalam hati suster ini berkata duh aku ganggu dokter cantik ini sama pacarnya ya.
Saat itu ekspresi Karl langsung seperti kepiting rebus. Malu. Itu pasti. Bayangkan saja sendiri.
"Sus, ini tanda vitalnya sudah normal lagi ya. Tolong diawasi setiap 15 menit sekali. Kondisinya bisa saja drop lagi"
"Iya dok"
"Oh ya dok, maaf udah mengganggu waktu......." Tatapan suster ini terasa membakar diri Lave dan sengaja memperlama penjelasannya.
"Oh.. ndak kok" sahut Lave sambil berbalik dan menepuk dahinya berkali-kali. Lave lalu berjalan keluar dari kamar pasien.
"Gimana? Udah beres?" Tanya Karl mengagetkan Lave.
"Ssssssss............su-dah" jawabnya tanpa berbalik.
"Mau dilanjutin lagi yang ketunda tadi?"
"Ahh.. jangan macem-macem" jawab Lave sambil berbalik arah lalu berbalik lagi dan lari.
"Hissss.. Cute-nya wanitaku" matanya terus memandangi Lave dan tersenyum.
Dibalik jendela kamar pasien ternyata ada suster yang diam-diam melihat keseruan mereka berdua dan berkata, "Emang ya, orang cantik pinter cocok sama pria ganteng. Aku juga mau donnggg"
Lave terlihat sedang menaiki bus dan duduk di salah satu bangku bus trans kota dan dia memejamkan mata tapi pikirannya bak terisi ribuan pasukan yang siap tempur.
"Ini mimpi gak?"
"Pasti mimpilah ya.."
"Oh my God, my prince nembak gueeeeh..."
"Ini gue masih sehat kan ya"
Lalu Lave mengecek denyut nadinya dan itu diatas normal.
"Wah tuh kan aku ga normal. Jantungku berdetak kencang"
Tiba-tiba Karl duduk di samping Lave dan melihat Lave yang seperti cacing kepanasan.
"Neng, sehat kan?"
"Ah, tau ga om orang yang aku suka tadi nembak aku. Tapi jantungku masih belum berhenti berdebar. Ini ga mimpi kan om? Duh om aku seneng banget, kalau ini mimpi aku beneran deh ga mau bangun" Lave berbicara sambil memejamkan mata dan menepuk pipinya berkali-kali. Lalu Karl mendekatkan wajahnya ke wajah Lave sambil tersenyum.
"Aaaaaaaaaa...." Suara Lave menjerit kaget dan mencondongkan kepalanya hingga hampir terbentur kaca, tapi tangan Karl melindunginya.
"Hei.. Kalau kacanya pecah nanti repot" jawabnya sambil senyum. Setelah itu Lave terdiam dan melihat ke arah luar jendela. Beberapa saat suasana menjadi hening dan Karl menggenggam tangannya kemudian Lave berusaha melepaskannya namun tangan Karl begitu kuat.
"Katanya seneng, jangan dilepas dong harusnya" kata Karl sambil memandang ke arah depan dan Lave lagi-lagi terdiam.
Selama diperjalanan mereka saling diam dan sampai pada depan kamar Lave, Lave juga masih diam.
"Sampai jumpa besok, wanitaku yang cantik" lambai tangan mengiringi perpisahan mereka saat itu.
BERSAMBUNG.....
YOU ARE READING
Loving Your Process
Short StorySetiap manusia memiliki perjuangan hidup yang sangat hebat yang muncul dari dalam dirinya. Entah mau sesakit apa badai hidup yang menghadang, satu-satunya cara untuk membuat badai segera berlalu adalah do something.