PERGI?

481 34 4
                                    

Annisa masih berkutat dengan novelnya, sampai-sampai dia tidak sadar kalau ibunya sudah duduk ditempat tidurnya .

saat Nisa ingin keluar kamar , dia terkejut Ibu nya di dalam kamar.

"Astagfirullah Ibu, kok gak ngetuk dulu. Nisa kan kaget", ucap Nisa duduk disamping Ibunya.

Nisa merebahkan kepalanya di paha Ibunya. Ibu mengelus kepala Nisa dengan lembut.

"tadi Bapak sama Ibu udah diskusi, kamu dibolehin ikut" kata Ibu

Nisa segera terduduk, "Ibu beneran? Nisa dibolehin beneran Bu?", tanya Nisa cepat

Ibu mengangguk tersenyum, "kapan berangkatnya?"

"besok bu", jawab Nisa

"ya udah kamu packing sekarang, kalo besok takutnya ntar ada yang ketinggalan", suruh Ibu

Nisa langsung packing pakaiannya, barang-barang yang akan dibawanya.
Dani dan Fadhil masuk ke dalam kamar Nisa.

"aku oleh-oleh ya Mba", ucap Fadhil

Dani menoleh kesamping dilihatnya Fadhil seperti nahan nangis , Dani menghela napas.

"lebay kamu Dil, baru ditinggal ke Lombok aja mewek . bilang aja mau ikut kesana kan" ejek Dani

Fadhil memukul tangan Dani yang bertengger diatas kepalanya.

"aku ntar kangen sama Mba gimana dong?" kata Fadhil lagi

Nisa menghampiri Fadhil, adeknya sudah kelas satu SMA , tapi belom dewasa-dewasa juga. dipeluknya Fadhil,

"adeknya mba ko cengeng, padahal cowok loh", kekeh Nisa

Fadhil cemberut, Dani tertawa keras .

Nisa kembali memilih pakaian nya dan mengecek Hpnya. Alya mengirim gambar packing an-nya yang sudah siap.

Nisa kembali melihat Dani dan Fadhil adu mulut , dia tersenyum bahagia. biasanya yang paling sering cekcok adu mulut dirinya dengan Dani.
.

.

.
Setelah mengerjakan sholat Subuh , Nisa kedapur untuk masak sarapan . Mushola terbuka , berarti Ibunya masih sholat. sedangkan para lelaki sholat di mesjid dekat komplek rumah.

Ibu melihat Nisa yang sedang masak dengan telaten, dihampirinya Nisa.

"kamu kenapa gak siap-siap? jam delapan kan ke Bandara", kata Ibu

Nisa berhenti mengiris sayur, "tapi Nisa mau masak dulu bu", jawab Nisa

"ga usah . biar Ibu aja, mending kamu siap-siap", suruh Ibu

Nisa pun kembali ke kamarnya , setelah membersihkan diri, Nisa memilih pakaian yang akan dipakai hari ini. Nisa mengenakan gamis warna peach, dengan warna khimar yang senada, tak lupa dia menyiapkan cadar warna hitam .

Nisa keluar kamar dan bergabung dimeja makan.

Pukul setengah tujuh mereka sarapan, disertai dengan jahilan Dani yang mengejek Fadil dekat dengan cewek .

"berisik kamu bang, mulutmu kaya cewek. nyinyir bener", kesal Fadhil

"dih biarin , penting aku senang" sahut Dani

Bapak cuma mampu menggelengkan kepala, Nisa bersyukur pagi ini dia selamat dari ejekan abangnya.

"Dani kamu itu udah tua, mending kamu ngerantau biar dapat jodoh" , kata Ibu cekikikan .

Dani beringsut dari kursinya, membawa piring kotor ketempat cucian piring. Begitulah Dani, bila bicara tentang jodoh dia akan menghindar sebisa mungkin .

Nisa dan Fadil tertawa puas. "lagian kamu bang, ga ada kerjaan banget selain ngejahilin adek", tambah Nisa

Dani menyentil dahi Nisa, "Yaa Salaam abang sakit", rengek Nisa

"berisik", balas Dani sewot

Mereka akhirnya siap-siap mengantar Nisa, karna temen Nisa sudah di jalan menuju Bandara.
.
.
Tiba di Bandara, Nisa bertemu dengan teman-temannya di lobi Bandara.

"Nisa , sini" tegur Tasya. Nisa melihat mereka di antar oleh papa-papa mereka.

"Assalamualaikum om", Salam Nisa sopan

"waalaikum salam", jawab mereka

"udah lama?" tanya Annisa

mereka menggeleng "baru sampe", jawab mereka serempak

saat pengumuman nama pesawat mereka , semuanya pun berpamitan, terlebih Nisa yang tidak bisa jauh dari keluarganya.

Nisa menangis dipeluk Ibu dan Bapaknya

"udah gede, malu sama temen kamu Nis", ucap Dani

Nisa cemberut, lalu Dani memeluk Nisa, "kamu jangan lupa makan, sholat wajib, sama tahajjud disana . jangan lupa baca Al-Qur'an juga. telepon terus ke rumah jangan lupa", nasehat Dani

Abangnya itu walaupun jahil nya gak ketolongan , tetap kakak Nisa yang dia sayang setelah Bapaknya dan juga Fadhil. setelahnya Nisa memeluk Fadhil

"bawain oleh-oleh Kak", kata Fadil pelan . biasanya Fadhil gak pernah manggil Nisa dengan sebutan Kak

"pasti", jawab Nisa. terakhir dia mencium Zahra

"kelamaan, temen kamu kesian nungguin daritadi", ucap Bapak.

Nisa pun berjalan meninggalkan keluarganya dan keluarga teman-temannya.

Together In Street AllahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang