Aku mengucek-ngucek mataku yang mulai mengantuk, sedangkan kertas yang ada di hadapanku masih kosong.
Jurnalistik?
Teater?
Pala?
Pmr?
Voli?
Futsal?
Basket?
Kir?
Pramuka?Aku yang bingung akan ikut ekskul apa, lalu berlari menuju kamar kakakku untuk meminta saran.
Kakakku Rangga, yang selalu ada di setiap aku ada masalah lalu ia lah yang memberiku solusi. Dengan ramah ia menanyaiku apa yang membuatku bingung memilih ekskul tersebut. Aku pun menjelaskan bahwa aku takut jika ikut ekskul berlebih bisa mengganggu waktu belajarku. Ia pun berpikir sejenak lalu memberikan saran
"Kakak sarankan kamu pilih ekstra teater dan jurnalistik saja, karena tidak terlalu berat menurut kakak"
Aku pun mengiyakan dan menuruti saran kakakku.
___________Kring...
Tanda bel masuk.
Ya.. hari ini masa orientasi telah usai.
Guru pengajar pun masuk ke kelas kami. Wajahnya sangat cantik dan suaranya sangat lembut. Ia memperkenalkan diri yang ternyata ia lah walikelas kami. Selain itu, ia juga mengajar bidang study biologi di sekolah ini. Bu Nina namanya.Ia mengabsen kami satu per satu, lalu menanyai alamat rumah kami.
"Ibrahim Maulana"
Bu Nina mengabsen, dan ku kira ia akan menanyai alamat pemuda itu, tapi ternyata ia sudah kenal dengan pemuda itu. Ya.. mereka adalah tetangga.
"Ah.. kenapa aku harus kaget? Toh aku bukan siapa-siapanya!" Gerutuku.
"Heh.. jangan gitu, siapa tahu lo nanti jadi siapa-siapanya" balas Zahra tiba-tiba saat mendengar gerutuku.
"Kata siapa, ya.. lo aja kali yang pengen, iya kan?" Balasku
"Lo kok tahu sih.. pliss bantuin gue ya" mohonnya sambil memelas
"Ih ogah dah! Ngapain juga lo suka sampek segitunya sama tuh anak. Orang dari muka nggak ada manis-manisnya, senyum aja nggak pernah. Udah kayak vampir hidup aja!" Balasku
"Ih.. awas lo kalo minta tolong sama gue, nggak akan gue tolongin. Gue juga udah nggak mau jemput lo lagi kalo berangkat sekolah kalo gitu. Udah jangan sapa gue lagi!" Ancamnya
"Apaan sih, gue cuma bercanda kale.. iya iya gue bantuin deh" dengan terpaksa aku menyetujui permintaan temanku, Zahra.
Ya.. selalu begitu, Zahra yang suka tapi aku yang repot. Menulis puisi sudah jadi kebiasaanku sejak kecil. Tapi adanya bakat itu, kini aku justru merasa dibikin repot dengan sahabatku sendiri. Ia selalu meminta bantuanku untuk membuatkan puisi lalu memberikannya ke orang yang ia sukai secara diam-diam. Dan berharap orang yang ia sukai kagum akan karya tangannya lalu berbalik menyukainya, walaupun bukan karyanya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE STORY Part I
Teen FictionKisah cinta saat remaja memang sangat menyenangkan. Tapi, bagaimana jadinya jika dalam kisah itu seringkali kita menangis terluka atas perasaan yang harusnya indah??