bagiku,
menjadi kebahagiaan tersendiri jika dikhawatirkan olehmu.°•♡•°
Dasi run run run.
Tidak-tidak! Bukan saatnya untuk bernyanyi. Aku memilih melarikan diri daripada bertemu dengannya.
Jika sepuluh tahun yang lalu aku menurutinya dan bertemu dengannya, maka sekarang aku melarikan diri.
Pertemuan macam apa itu? Penampilanku saja bak kutu buku yang sering menjadi incaran untuk di-bully. Tapi memang benar, sih.
Dengan piyama yang melekat di tubuhku, rambut kuncir 2 rapi, kacamata tebal minus 6. Niatku menggunakan ini hanya untuk bersantai karena aku pikir Daniel tetap tak akan melihatku, dan ternyata sekarang aku menyesal.
Ah sudahlah, jangan pikirkan pakaianku saat ini. Aku sangat lelah, aku harus istirahat sebentar.
Aku mengatur nafasku dan memegang lututku. Btw, aku masih dalam keadaan berdiri.
Tap.
Di depan mataku, ada sepasang sepatu. "Joseonghamnida, aku tak akan mengikutimu lagi, janji." pintaku sambil menunduk 90 derajat berulang-ulang kali.
"Eoh? Kau kenapa?" pertanyaannya membuatku mendongakkan kepala.
"Annyeong! Mau main sama om?" sambungnya saat melihat wajahku. Dengan wajahnya yang mulai keriput, rambutnya yang memutih, tingginya yang tak semampai, perutnya yang buncit, berani sekali dia berbicara seperti itu kepadaku.
"Kakek-kakek bodoh!" pekikku sembari mengejek tak terima dengan ajakannya.
"Aigoo-ya, kenapa kau sangat imut?" kata Pak Tua ini. Kurasa otak Kakek bodoh ini berada di dengkul. Seperti orang bodoh ia membuka kancing atasnya untuk memperlihatkan dadanya yang gempal itu.
"Kajja, ikut denganku!" ujar Pak Tua ini seraya memegang tanganku untuk menarikku. Sementara aku, aku hanya mengeluarkan smirk. Lihat saja pembalasanku dasar Pak Tua yang berwujud seperti Kakek gempal.
Bugh.
Wah! Aku terkesima!
"Sembunyi di sana! Biar aku yang mengurus kakek tua ini!" titah Daniel seperti pangeran yang sedang menyelamatkan tuan putri. Aku menutup mulutku kaget dan membuka ikatan rambutku agar terlihat imut untuk Daniel.
"Kau Siapa? Berani sekali mencampuri urusanku! Dan apa katamu tadi? Kakek tua?" kesal Pak Tua itu. Jelas saja Pak Tua itu marah. Dia itu Pak Tua gempal dan bodoh bukan Kakek Tua.
Aku tersenyum bahagia. Aku diselamatkan oleh pujaan hatiku, belahan jiwaku, separuh nafasku dan, oke cukup aku berlebihan.
Aku mengikuti titah Daniel untuk bersembunyi di balik dinding seperti putri yang hanya bisa mengandalkan pangerannya. Dan,
"Oh ow!" aku menganga dibuat mereka.
"Mau lari kemana kau?" ujar seseorang yang tiba-tiba berada di depanku. Bukan hanya satu, ada enam orang yang berada di depanku. Oh ya ampun, sekarang aku layaknya putri yang akan diculik untuk dijadikan apa itu namanya, aku lupa. Oh pangeran Daniel, tolong aku dari Kakek Tua nan bodoh ini.
Oke, dan sekarang aku yang terlihat bodoh.
"Kajja, ikut bersama kami!" lanjut Pak Tua kurus yang di tengah. Seperti Swiper yang ingin mencuri barang-barang Dora, mereka menarikku dengan paksaan.
"Kau bercanda, Kakek Bodoh?" ujaku sembari menertawakan mereka dengan penuh keremehan.
"Ani!" sanggahnya cepat. "Atau kau memanfaatkan lelaki yang di sana?" tanya salah satu Pak Tua gempal lainnya sambil memicingkan matanya.
"Aku minta pertolongannya? Serius?" tanyaku sembari menyibak poniku dan langsung menghajar mereka hingga mampus. Sekarang bukan saatnya lagi menjadi putri bangsawan yang tak bisa apa-apa.
"Ugh. Lihat saja nanti jika dia berani mengganggumu lagi. Kau baik-baik saja?" tanya Daniel yang mendatangiku sedikit terengah. "Waw!" Daniel melihatku dengan tatapan kagum.
"Aku? Seperti yang kau lihat. Terima kasih," kataku sambil membenarkan kacamata dan menunduk sambil tersenyum bahagia. Aku senang karena dikhawatirkan oleh orang yang kusuka.
"Kau yang membuat mereka begini?" tanya lelaki itu tak percaya yang membuatku menggeleng.
"Aniyo, mereka hanya berakting. Benarkan?" tanyaku sambil menatap tajam para pak tua ini.
Para Pak Tua mengangguk lalu berdiri. Walaupun terlihat sakit, tetap saja ia paksakan berdiri. "Kami pergi dulu. Pulanglah wahai anak muda! Tidak baik malam-malam begini di luar." ujar salah satu dari mereka.
"Ne, gomawoyo, Pak Tua," ujarku dengan wajah ceria.
"Kau apakan mereka? Kenapa bisa mereka berakting? Geundae, kau tak apa-apa, kan?" tanyanya mengkhawatirkanku. Sumpah demi apapun, aku senang dan ingin melompat kegirangan.
"Waktu aku ingin bersembunyi, mereka memaksaku untuk menjadi penjahat yang ingin membunuh mereka. Awalnya aku tidak setuju. Tetapi, mereka bilang, ini untuk pertunjukkan sekolah anaknya." alibiku seraya menekan kata membunuh.
Daniel mengangguk mengerti. Alasan yang bagus dan sangat bodoh. Aku senang juga kalau lelaki ini tak cukup pintar.
Tujuanku berkata seperti itu karena aku tetap ingin seperti putri yang ingin selalu dilindungi bukan melindungi.
Dan setelah itu, lelaki itu dengan gampangnya meninggalkanku. Bagus, sangat bagus. Untung kau orang yang kusuka. Jika tidak, nasibmu akan seperti Pak Tua tadi.
Huft.
Aku membalikkan tubuhku dan melangkahkan kakiku untuk pulang ke rumah.
"Tunggu!" ujarnya seraya menahan tanganku. Perlakuan ini membuat tubuhku menegap kembali dan jantungku berdetak sangat kencang karena terkejut.
"Ne?" tanyaku reflek.
KAMU SEDANG MEMBACA
choco cone | kang daniel
Fanfic[NEW VERSION] Decilia Park, gadis yang beruntung karena bisa memutar waktu dan kembali ke masa lalu untuk memperbaiki masa depan. Awalnya memang mengejutkan, tetapi ia akan tetap menjalaninya sebagai pasangan seorang Kang Daniel. Tapi saya...