He

18 1 0
                                    

      Hime, wanita cantik pemilik poni ala gadis Jepang, berdiri di depan orang-orang yang menghadiri persentasinya hari ini. Tubuhnya bergeming, raut wajahnya menyembulkan rasa kecewa, menatap tak percaya, sebuah video yang susah payah dibuatnya untuk presentasi hari ini, malah menjadi bumerang, ia harus menahan malu.

      Ini bukan hasil kerja kerasku, sepekan ini. Tidak mungkin, dia tega sekali, Hime menggelengkan kepalanya, ia benar-benar tak percaya, hari yang dipersiapkan mati-matian berujung dengan situasi memalukan seperti ini. 

          Senyumnya semakin sirna, saat seseorang yang sangat dekat dengannya menjadi salah satu tokoh bejat di dalam video yang berputar bebas, menjadi bahan tertawaan orang-orang yang hadir di dalam ruangan. Di dalam video itu, terlihat aksi Morgan yang merupakan sahabatnya, sedang menukar DVD hasil persentasi miliknya.

        Rasanya, Hime tak sanggup lagi untuk berdiri di antara orang-orang yang tengah mentertawakan ya, berdiri di samping Morgan, hari ini, ia mengutuk semesta, mengutuk Morgan sang penghianat. Hime meninggalkan ruangan dengan langkah tergesah, butiran bening mengalir tanpa daya di sudut mata sipitnya.   Morgan yang berada di sampingnya tampak tercengang, menolak semua isi video yang saat ini berputar bebas, mempermalukan sahabatnya dan mencoreng nama baiknya, sebagai pria yang tak mengerti apa-apa tentang takdir semesta.

       Kebingungan serta kepedihan bercampur seperti permen nano-nano. Pria yang perawakannya tak kalah dengan brad pitt mengejar langkah yang tergesah-gesah.

      "Anjanhiiiii...." Morgan berteriak, matanya tak kaut melihat langkah Hime yang perlahan lunglai. 

                ***               
                                                                 
Flashback

         Benda ringan berwarna putih, menjadi jembatan pertemuan Hime dan Morgan. Di keramaian, seorang pria sedang memandangi gadis yang terlihat lucu saat menyelamatkan sebuah kertas yang terbang karena tertiup angin. Cerobohnya gadis itu, membiarkan kertas pentingnya diam-diam merangkak hilang. Celotehan gila, sempat terdengar dari gadis yang berhasil mengalahkan kehebatan angin merebut kertas miliknya. 

        "Kena kau sekarang, diam di dalam oke!" Gadis berkunci satu, berbicara dengan kertas, selayaknya gadis yang sedang berbicara dengan seorang kekasih. Tangannya memegang lembut kertas yang berhasil ia raih. Tas pink seakan menjadi markas aman persemayaman benda putih yang telah tergoreskan tinta hitam, menata kata-kata yang menyejukan.      

      Pria yang sedari tadi diam-diam memandangi si gadis, mulai mendekat, ada dorongan rasa yang terselubung di hatinya, pria itu berdiri beberapa langkah di belakang si gadis. Pandangan punggung gadis itu yang tersaji di depan matanya, dibalut kaos berwarna biru muda.      

         "Hey, kamu yang berbaju biru muda!" pria itu sedikit berteriak agar suaranya terdengar, mengalahkan suara riuhnya suasana di pasar.

          Gadis itu menghentikan langkahnya, dirinya merasa, salah satu orang yang pemakai baju biru muda. Wajah kecil menoleh kearah suara, senyum tipis menyempil di balik kebingungan.        

        "Ini milikmu?" Pria itu memberikan kertas, yang menjadi perebutan si gadis dengan gerombolan angin.

        Gadis berbaju biru muda, membungkukkan badan, seperti masyarakat Jepang yang memberi salam hormat atau mengucapkan terimakasih kepada seseorang yang telalah memberikan bantuan. Jemarinya yang terlihat halus dan berkulit putih, perlahan mengambil kertas yang ada di genggaman pria itu. 

        "Are you Japanes Girl?" Pria itu mulai melontarkan pertanyaan.

        Namun, hanya sikap dingin yang ia terima ketika si gadis berbibir tipis tidak menghiraukan pertanyaanny dan beranjak pergi setelah mengambil kertas itu dari genggamannya.  

        "Hey, wait! What your name?" 

         Ia tak menyerah. Walau gadis itu telah meninggalkannya beberapa langkah, teriakannya cukup terdengar dari tempat gadis itu berdiri. Namun, tetap tak ada respon baik.     

        "Aku yakin! Kita akan bertemu lagi," ia tersenyum kecut menatap punggung gadis berbaju biru yang perlahan menghilang dari pandangannya.    

     Wajah, sikap, dan senyuman gadis itu terus meracuni pikiran pria, yang baru saja memijakan kaki di Jakarta. Pria itu yakin ia akan bertemu dengan gadis itu, sampai-sampai ia rela datang ke tempat dimana pertama kali bertemu dengan gadis itu, di pasar yang ramai dengan suara-suara pedagang.

        Ini bukan pertama kalinya ia bertemu dengan seorang gadis, ketampanannya mampu meluluhkan pandangan, ketika pertama kali bertemu dengannya. Gadis berkuncir satu, memberikan banyak pertanyaan di hatinya, siapa namanya? Dia orang Indonesia kah? Atau orang Jepang? Bisakah ia bertemu dengan gadis itu lagi?   

       Pertanyaan itu selalu mengusik pikiran. Ia menjadi pria yang rajin ke pasar hanya untuk membuktikan keyakinannya. Atau bahkan ia menyapa setiap gadis yang berkuncir satu, tanpa melihat wajahnya terlebih dahulu. Memalukan. Hasratnya ingin bertemu gadis itu tak mampu dikalahkan, banyak cara untuk melupakan tetapi selalu ada saja cara mengingatnya.

***

On Back

         "Anjanhii," pancaran matanya senduh, ada rasa bersalah yang terselip.     
     
        "Pergi...!"    

      Jika kepercayaan telah terhianati, tidak ada lagi kesempatan untuk menerima kepercayaan. Morgan terus memanggil Anjanhi, berusaha membuang  pandangannya agar air mata yang tertahan tak ikut tumpah di situasi ini. Kepalan tangan menjadi bukti yang kuat jika ia menahan sesuatu. Menahan kekacauan yang terus mengoyak-ngoyak suasana hatinya. 

        Sedangkan gadis yang berbeda dihadapannya, terus menumpahkan butiran bening dari sudut mata yang sipit. Pandangan kosong, wajah pucat dan mata sembab menjadi bukti kehancurannya saat ini. Gadis tegar yang selama ini tinggal dengan mama dan kedua kakaknya, kini menangis tanpa daya di depan pria yang dikenalnya karena sebuah kertas.   

     "Tapi, bukan aku yang melakukannya. Bukankah kita sudah bersahabatan cukup lama?" Pria itu mencoba meyakinkan.    

   "Egh, persahabatan? seorang sahabat gak akan tega melakukan ini Morgan!" Hime menolak apapun yang Morgan katakan.

     "Hanya kamu yang tau ambisi terbesarku. Menjadi pemenang kontes design visual itu dan berangkat ke Jepang," Lanjutnya.     
      "Aku mengerti, dengarkan dulu penjelasanku!" nada bicara Morgan mulai kukuh.    

     "Sepekan ini kamu juga tau aku bergadang demi mencapai hasil yang memuaskan. Tapi sekarang? Orang yang aku percaya, menyia-nyiakan usaha dan kerja kerasku," Anjanhi berapi-api.

----------------

      Wah.... Sebenarnya Anjanhi dan Hime ini orang yang berbeda atau orang yang sama ya? Terus... Gimana kelanjutannya reader???....

     Boleh dong Kinkin tau perasaan readers gimana setelah membaca bagian awal ini??? Kalau banyak yang suka... Kinkin janji bakal lanjutkan...

-Kinoyu Arishima-

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 15, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

A Little WordTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang