I see you ~ Silent

2.1K 166 10
                                    

Pertama kali aku melihatnya, ketika aku baru pindah apartement, dari jendela kamarku, aku bisa menangkap sosoknya yang berdiri di halte menunggu bus pagi.

Wajahnya? Jangan ditanya, jarak pandangku cukup jauh, dari lantai 26 ke jalan raya itu tidak tampak terlalu jelas, tapi apa yang dia lakukan menarik perhatianku.

Kalau dipikir-pikir, sebenarnya dia tidaklah melakukan tindakan aneh, tapi gerak-geriknya mengingatkanku pada seseorang, seseorang yang pernah menitipkan sesuatu untuk kujaga, tapi seseorang yang juga kutinggalkan begitu saja tanpa kabar.

Sudah seminggu aku mengawasinya, setiap jam 7 pagi, sambil menyesap kopi capucino kesukaanku dari balik tirai tipis jendela kamarku, aku tidak mau mengambil resiko jika saja dia sewaktu-waktu melihat ke atas dan mendapatiku sedang melihatnya (mustahil memang), berjaga-jaga saja apa salahnya.

Mengapa aku tidak langsung saja menghampirinya? Aku punya alasannya.

Pertama, aku baru membuka mataku jam 6.30, belum lagi rutinitas mengumpulkan nyawa yang memakan waktu sekitar 10 menit, ditambah kemalasan kaki untuk menginjakkan kaki ke lantai dan butuh 10 menit kemudian baru aku bisa memaksa diriku untuk bangun sepenuhnya, lalu cuci muka dan membuat kopi, maka tepat jam 7 semua rutinitas pagiku selesai (ini sudah berlangsung bertahun-tahun sejak aku menginjakkan kakiku ke dunia kerja), sulit untuk mengubahnya dengan bangun lebih awal, sedangkan orang tersebut selalu saja pada jam 7 pagi sudah berdiri di sana, menunggu bus jam 7.10.

Kedua, aku tidak yakin, aku takut bila aku berdiri dihadapannya dan ternyata bahwa itu benar-benar dia, apa yang harus aku lakukan? Dia tidak mungkin lupa padaku (kecuali dia tiba-tiba amnesia), wajahku (kata orang-orang) tidak banyak berubah, potongan rambutku pun hanya seperti itu-itu saja (aku memang orang yang membosankan), seperti itulah aku sejak beberapa tahun terakhir, tepatnya sejak aku kabur dari kehidupan lampauku.

Kamu ingin tau kisah hidupku? Jangan bertanya, pikirkan saja sendiri, aku benci menceritakannya, bahkan setiap mengingatnya saja membuat darahku mendidih dan rasanya ingin kubedah otakku dan kucabut kabel-kabel yang menghubungkanku dengan masa lalu.

Ketiga, aku khawatir, karena ingatanku terlalu kuat, aku tak bisa lupa semua tentang dia, ingatan tentangnya terpatri jelas di otak dan kenanganku, wajahnya tentu saja aku tak akan lupa, aku juga belum lupa rasaku setiap memandangnya, lebih-lebih tatapan yang ditujukan kepadaku, ketika dia tersenyum ataupun  dalam kondisi marah, aku bahkan belum lupa sentuhannya, ketika dia menggenggam tanganku ataupun sekedar mengelus pipiku dengan lembut, aku bahkan masih ingat minuman kesukaannya dan cara dia menyesapnya, aku juga ingat dengan jelas lagu kesukaannya yang masih sering terngiang-ngiang di telingaku, aku tak pernah lupa cara berjalannya, caranya berbicara dengan bibir seksinya, caranya tertawa hingga mata itu menghilang dan meninggalkan jejak berupa garis serupa bulan sabit.

Park Jimin, namanya. Lelaki yang terlalu baik buatku, terlalu sempurna, tapi aku terlalu tak baik untuknya, aku seperti virus atau bakteri yang menempel padanya dan bisa merusaknya bila selalu berada di sampingnya, aku takut ketika perasaanku padanya berubah, aku melarikan diri darinya, aku kabur bukan hanya dari rumah tapi juga darinya.

Ah, lupakan sejenak lelaki dari masa laluku itu, mari fokus pada lelaki yang berada 26 lantai di bawahku yang sekarang sudah naik ke bus yang akan mengantarnya ke tempat kerjanya (tebakanku dia bekerja).

Begitu bus itu menghilang dari pandanganku, akupun segera menghabiskan kopiku dan bersiap-siap untuk berangkat kerja.

Tiba-tiba laptopku berbunyi, ada notifikasi pesan e-mail yang masuk, aku menggerutu, rutinitas pagiku terganggu, tapi itu tidak lama, karena setelah membaca surel tersebut aku tersenyum, sebuah pekerjaan sudah menungguku, rasanya sudah lama sejak terakhir aku mendapatkan pekerjaan ini.

Aku membuka lampiran file tersebut masih dengan wajah sumringah hingga muncullah sebuah foto dihadapanku,  lelaki yang sangat tampan, dan senyum yang terlukis di wajahku menghilang seketika, setelahnya aku membeku, foto itu foto PARK JIMIN.

Aku membuka lampiran file tersebut masih dengan wajah sumringah hingga muncullah sebuah foto dihadapanku,  lelaki yang sangat tampan, dan senyum yang terlukis di wajahku menghilang seketika, setelahnya aku membeku, foto itu foto PARK JIMIN

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


tbc

Lanjut or not ya? masih bingung, sayanya juga bingung 😂😂😂

Oil city, 17 Maret 2018

I See You (Short Story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang