Part VII (Aku Adalah Manusia)

115 10 0
                                    

Semoga ceritaku dapat menghibur hati yang tengah sedih juga para jomblo yang kesepian.

Selamat membaca.

***

Aku mengerjapkan mata beberapa kali. Apakah aku sedang bermimpi. Apakah sejak tadi aku sedang tertidur. Aku mencoba mencubit lenganku.

"Aauw."

"Tentu saja ini bukan mimpi, dasar manusia bodoh!" dia terkekeh.

"Kau seekor kucing? Kau bisa berbicara?" aku membuka suara.

"Tentu saja. Aku satu-satunya makhluk yang tidak tersihir karena kehadiranmu, manusia tak berguna!" dia menatapku tajam.

"Mengapa kata-katamu kasar sekali? Apa salahku?" aku tidak terima diperlakukan kasar oleh seekor kucing.

"Kesalahanmu? Kau ingin tahu?" sahutnya.

Aku mengangguk mengiyakan.

"Baiklah. Ikutlah denganku. Aku tidak akan memakanmu. Aku diberi anugerah agar tidak lapar selamanya," ia melangkah pergi lebih ke dalam perpustakaan. Tentu saja dengan keempat kakinya.

Di desaku memang ada beberapa orang yang memelihara kucing, tapi bulunya tidak selebat kucing penjaga perpustakaan ini. Warna bulunya sedikit keemasan. Semakin berkilau ketika terkena cahaya api dari obor yang menempel di dinding. Apakah ia selama ini tidak pernah keluar dari ruangan ini. Kasihan sekali.

Aku mengerutkan dahi. Bagaimana mungkin aku kasihan pada kucing yang berbicara kasar padaku. Aku pasti sudah gila.

Aku mengekori kucing itu sampai jauh masuk ke dalam perpustakaan. Sesekali aku mencuri pandang ke rak-rak buku yang sudah tua itu. Aku sangat penasaran tentang buku apa saja yang disimpan di sini.

***

Di sinilah aku. Ruangan yang sepertinya dijadikan tempat bekerja si Kucing itu.

"Apa maksudmu dengan berbicara kasar padaku tadi? Apa salahku?" kata-kata itu meluncur dengan mudahnya. Aku tidak dapat menahannya lagi.

Aku masih di ambang pintu. Agak takut untuk melangkah masuk. Apa yang akan terjadi padaku. Dengan seekor kucing.

"Duduklah dulu, kenapa manusia satu ini sangat tidak sabaran? Tidak bisakah kita berbicara dengan tenang?" dia dengan elegannya duduk di kursinya.

Aku menurutinya. Aku duduk berhadapan dengan kucing aneh itu.

"Baiklah manusia. Aku akan menjelaskan masalahnya. Kenapa aku sangat ingin mengusirmu dari desa ini," aku bisa melihat tatapan kebencian yang ditujukan padaku.

"Apa masalahnya? Tak bisakah kita percepat saja? Aku bisa mati penasaran," jawabku sekenanya.

"Karena kau adalah anthros. Kau adalah manusia biasa. Kau berbeda dengan penduduk desa ini," kucing itu menatap lurus kearahku.

"A-apa maksudmu? Aku memang manusia. Lalu apa bedanya dengan para penduduk di desa ini?" tanyaku.

Aku mengerutkan dahi. Mengapa kucing ini sepertinya ingin berbasa basi denganku.

"Penduduk desa ini adalah mageia. Mereka memiliki bakat sejak lahir yaitu sihir tumbuhan. Sedangkan kau hanya manusia biasa. Garis bawahi ... biasa," jelasnya.

Mageia : Sihir TumbuhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang