Pagar Dan Rencana Yang Gagal

16 4 12
                                    

Seorang gadis menatap langit malam dari pinggir jendela kamarnya dengan sendu. Ia meremat kuat bajunya. Perasaan sesak terus menerus melingkupi dadanya. Bahu gadis itu bergetar, tak mampu lagi menahan gejolak di dalam hatinya. Air matanya pun lolos satu persatu menghiasi wajah cantiknya. Isakan yang tadi terdengar lirih, sekarang semakin menjadi. Bahkan semakin keras.

Gadis itu memilih membenamkan wajahnya diantara kedua lengannya. Mengabaikan ponselnya yang menjadi alasan kuat gadis itu seperti ini. Tadi, setelah membaca sesuatu di ponselnya, perasaan gadis itu menjadi tercampur aduk. Membuat emosinya tak terkontrol. Ia menggigit bibirnya kuat-kuat agar isakannya berhenti. Mungkin bibirnya kali ini sampai lecet.

Setelah sekian lama tenggelam dalam tangisannya dan merasa sudah dapat mengontrol perasaannya, gadis itu mengahapus air mata di wajahnya dengan kasar seraya berteriak,

"Dasar author jahat! Enak aja misahin Laras sama Devan! Sakit hati  eneng, thor! Sakit! Eneng gak bisa diginiin! " Cewek itu meluapkan segala emosinya.

Lho, kok?

Eitss.. Jangan mengira jika gadis itu sedang patah hati karena diputusin pacarnya, ya. Memang gadis itu patah hati, tapi patah hati gara-gara tokoh utama cerita kesayangannya lebih memilih gadis lain daripada sahabatnya yang sekian lama menyukainya.

Terlalu berlebihan? Memang. Tapi memang begitulah kelakuan Diandra Margaretha Alexy.

" Diandra, ini udah malam. Cepat tidur!" Teriak Helen, mama gadis tersebut.

Diandra, atau biasa dipanggil Dian kaget setengah mati. Ia kira mamanya sudah tidur.

'mati aku!' ujarnya dalam hati setelah melihat ke arah jam yang menunjukkan pukul sebelas lebih.

"Iya ma, ini Dian baru mau tidur!" teriak Dian.

Buru-buru Dian menutup jendela kamar dan gordennya. Ia mematikan lampu dan segera menaiki kasurnya, membungkus tubuhnya dengan selimut. Esok ia harus berangkat pagi, untuk memulai misinya di tahun pelajaran baru. Ia berdoa semoga besok dapat menjalankan misinya dengan baik dan lancar. Setelah itu, matanya mulai terpejam. Mengantarkan dirinya menuju alam mimpi.

***

Esok harinya....

"Astaga! Ya amapun! Oh My God! Kok udah jam segini?! Jam bekernya kok nggak bangunin gue?! Dasar jam beker gak tau diuntung!" umpat Dian.

Dian segera melompat dari tempat tidur dan menyambar handuknya dengan cepat. Menutup kamar mandi dengan keras dan merapalkan sumpah serapah yang ia tujukan pada jam bekernya selama ia mandi.

Tak butuh waktu lama, Dian sudah keluar dari kamar mandi dengan segar. Memakai seragam dan menyisir rambutnya dengan cepat. Dian menatap pantulan dirinya di kaca. Sudah rapi! Sipp! Digendongnya tas bewarna abu-abu ke punggungnya. Dengan langkah cepat, ia menuruni anak tangga dan menuju ruang makan.

Sampai di ruang makan, Dian sudah disuguhi dua lembar notes dari mamanya yang mengatakan harus pergi ke restoran pagi-pagi untuk mengurusi beberapa hal. Dan yang satunya lagi tak ia baca. Mungkin mamanya akan terlambat pulang?

Dian meletakkan lagi notes itu dan beralih mengambil segelas susu dan meneguknya dalam singkat. Dalam 6 detik gelas tersebut sudah kandas tak berisi. Ia mencomot satu roti berselai blueberry dan menggigitnya sambil keluar rumah. Ia menali sepatu dengan tergesa dan mengunyah rorinya dengan cepat. Waktunya berangkat!

Dian mengeluarkan sepedanya. Setelah memeriksa pintu rumah sudah terkunci, Dian segera mengayuh sepedanya dengan kuat. Untung rumah Dian tidak terlalu jauh dari sekolah, jadi ia tidak akan terlambat.

YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang