Bagian Hidup 1

538 107 10
                                    

Keputusan gue udah bulat

Anetta memandang nanar ke dinding putih ruangan kamarnya. Kemudian, beralih memandang selang infus yang masih bertengger di tangannya. Merasa lesu dan akhirnya merebahkan diri serta menghela napas panjang, mencoba memejamkan matanya.

Cukup, gue beneran nggak kuat lagi.

Keadaan seperti ini bukanlah keinginan Anetta. Mana dia tahu bahwa dia bukanlah anak Antariksa Priambodo, mana dia tahu bahwa segala yang dia punya maupun dia inginkan memang bukanlah haknya. Dan selama ini Anetta berperang dengan angin. Keinginan terpendamnya akan susah terwujud sekuat apapun dia berusaha karena sebenarnya dia tidak berkemampuan untuk itu.

"Yeah, gue emang saudara tirinya Cinderella," ucap Anetta sarkastik kemudian tertawa, tertawa akan kebodohan dirinya sendiri.

Tanpa Anetta sadari pikirannya melayang ke sosok laki-laki yang selama beberapa bulan ini menemaninya. Laki-laki yang membuat Anetta bertanya akan statusnya.

Siapakah dia bagi Danish?

Sebelum Anetta mengetahui siapa dia sebenarnya, dia dan Danish adalah pasangan mutualisme, pasangan yang cocok berdasarkan kebutuhan dan keinginan. Hanya saling melampiaskan hasrat tanpa berbicara perasaan. Kini, setelah Anetta mengetahui siapa dia, rasanya Anetta ingin memastikan siapa dirinya bagi Danish.

Kenapa?

Anetta menggeleng perlahan menyadari dia sendiri tidak tahu pasti apa jawaban atas pertanyaannya.

"Terlalu banyak melamun di rumah sakit malah kesambet loh,"

Anetta langsung menengok ke asal suara. Ternyata yang datang adalah dokter yang selama ini melakukan visit. Kirain....

"Pasti ngiranya yang datang pacar kamu ya?"

"Asal deh," ujar Anetta ketus. Selama seminggu Anetta di rumah sakit akibat kebodohannya cukup membuat Anetta tidak usah basa basi busuk di depan dokter yang sering dia panggil Pak Dok Dok. Padahal nama aslinya sendiri cukup bagus. Firhaus Endi.

"Kalau semangat jutek kayak gini terus, udah pertanda siap siap pulang dari rumah sakit." Endi mulai mengecek tensi darah Anetta dan juga mengecek apakah luka di pergelangan tangan Anetta sudah mulai mengering. Sekali lagi melihat memastikan infus Anetta berjalan lancar. Sebenarnya bisa saja dia mendelegasikan hal tersebut ke suster tapi entah kenapa, Anetta seperti mendapat kunjungan rutin dari Dokter Endi.

"Kapan bisa pulang?" tanya Anetta ketika melihat Endi siap siap meninggalkan kamarnya.

"Sore ini bisa. Ingat ya, ngiris pergelangan tangan itu bukan hobi yang baik. Kalau mau ngiris ... ngirisin bawang di rumahku aja, kita masak berdua."

Anetta memutar bola matanya mendengar gombalan si dokter. Nggak ada yang lebih aneh lagi apa gombalannya?

"Semoga lekas sembuh."

Dan tanpa Anetta sadari, ia mengangguk pelan.

***

"Kakak mau kemana?"

Pertanyaan yang diutarakan oleh adiknya membuat Danish mengerutkan dahi.

"Bukannya tadi gue udah pamit mau ke kantor trus pulang telat karena mau ngajakin Netta makan ya?"

"Hahahaha, maaf, lupa," cengir adiknya, Risa.

"Keadaan Kak Netta dah membaik?" tanya Risa lagi sambil mengekor di belakang Danish yang sibuk di depan cermin lalu berjalan keluar kamar kemudian turun mengambil sepatunya.

PastoireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang