Seringkali jatuh berkali-kali seperti hujan tak jarang juga dihindari seperti dinginnya hujan-hujan yang serta begitu dibenci karena datang tiba-tiba, akan tetapi meskipun hujan selalu seperti itu hujan selalu bangkit memberi pelangi yang indah setelahnya. Begitulah definisi hujan. Aku senang oleh hujan karena hanya berada diantara merekalah aku merasa tidak selalu kelam.
-RAINA FRANDALIA-
"Tidak ada perkenalan yang tidak direncanakan, mata mungkin hanya melihat tapi hati tidak mustahil untuk terikat"
Pagi mulai menyapa kepada setiap insan manusia yang sudah siap untuk memulai aktivitas seperti biasanya. Semua orang sudah sibuk pada pekerjaannya masing-masing. Udara pagi ini sangat dingin, hujan yang turun sepanjang malam hari ini membuat udara pagi hari semakin menusuk dalam raga.
Terutama keluarga kecil yang menghuni rumah sederhana di tepi jalan raya puncak, dengan halaman yang sekiranya seluas lapangan Basket, dengan air mancur yang indah di tengah bunga-bunga yang melingkari kolamnya, tepat berada di halaman berdampingan dengan garasi mobil juga pintu gerbang dengan warna cat putih senada dengan tembok rumah juga lantai terasnya yang bermotif abstrak namun indah memberikan nilai arsitektur yang tinggi, minimalis tapi terkesan mewah.
Mereka pun mulai tergerak dari istirahat malamnya. Ditemani suara burung-burung empunya Desta Frandoz yakni ayahanda dari Raina Frandalia yang berkicau menyambut udara pagi yang sejuk dan segar.
Yang lain sibuk mungkin berbeda dengan Raina. Meskipun ia anak sulung yang sudah hampir lulus SMA ia begitu sangat manja, lebih tepatnya pemalas. Berbeda dengan kedua adiknya yang sekarang ini sedang berlibur di rumah neneknya di Kota lain. Dibandingkan dengan Raina mereka rajin meskipun tidak terlalu.
"Nana? Apa kau sudah bangun?" Suara lembut khas dari Julia yakni sang ibunda dari Raina tengah membangunkan anaknya yang bermalas-malasan dalam kasur queen size dengan selimut yang menutupi seluruh tubuhnya, ditemani dengan dua puluh boneka kartun animasi Doraemon dari yang ukuran dua kepal tangan dewasa hingga sebesar anak berusia 5 tahun pun ikut terbaring menemani tidurnya.
(Nana adalah panggilan sayang dari orang tua Raina)Karena udara yang begitu dingin pagi ini membuat tempat ternyamannya selalu me-Nina bobokan Raina, begitu selepas dua rakaat yang ia laksanakan sembari mata yang setengah terbuka ia pun memutuskan untuk kembali ke alam bawah sadarnya dengan mukena dan sajadah yang ditaruh dengan asal.
"Emm.. Jam berapa emang Bun?" Balasnya dengan jalan bermalas-malasan karena ibundanya tiada henti mendobrak alam sadarnya dan dengan berat badan eh maksudnya dengan berat hati Raina membuka pintu kamarnya menghampiri ibundanya dengan tatapan memelas.
Pagi ini memang Raina libur sekolah karena masih dalam masa libur panjang kenaikan kelas. Tetapi ia harus datang ke acara ulang tahun temannya, ditambah ia belum beli kado untuk ia berikan pada temannya itu.
Julia mengusap pipi anak sulungnya itu dengan senyum tipis yang dihiasi dengan lesung pipi dan dagu yang indah, siapapun yang melihat Julia tidak akan menyangka bahwa ia sudah mempunyai tiga anak dan akan genap menjadi empat. (Maafkan karena lebih dari program pemerintah:v).
Namun Raina pun tidak kalah cantiknya dengan Julia meskipun Raina tidak diturunkan lesung pipi oleh ibundanya ia lebih terlihat cantik dari Julia, mungkin karena ia masih muda haha. Wajah oval dengan hidung yg mancung juga bibir yang indah membuat Raina menjadi primadona di sekolahnya, ditambah postur tubuhnya yang tinggi dan berisi sungguh sempurnalah Raina Frandalia.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAINA - Percintaan Remaja
Teen Fiction"Takdir memang kekal, dan jodoh adalah takdir. Tapi jodoh bukanlah takdir yang sepenuhnya di pasrahkan. Seperti halnya harta, apa kita bisa mendapatkannya jika hanya berdiam saja?" -Jodoh itu kalo gada rintangannya ya gak asik!- Seorang gadis cantik...