'Pertemuan itu lucu, singkat dan abstrak caranya. Siapa sangka dari pertemuan tidak jelas mempunyai arti yang besar setelahnya'
-RAINA FRANDALIA-
Tidak bisa dipungkiri setelah kejadian siang itu tiada hentinya otak Raina terus saja memikirkan pria itu. Entah karena kekesalannya yang masih saja membara di dalam hatinya atau ia masih terpukau oleh ketampanannya.
Kali pertama ia memikirkan seorang pria sampai seperti ini. Otak Raina di penuhi wajah pria itu. Kenapa bisa ia mempekerjakan otaknya hanya untuk memikirkan seorang pria yang membuat harinya tambah membuat moodnya sangat hancur.
Tapi bukankah seharusnya Raina berterima kasih kepada pria itu? Kalau saja tidak ada pria itu pasti Raina sedang kebingungan bagaimana ia akan mengisi perutnya dan membeli kado jika tas beserta dompetnya tidak ada, bahkan mungkin lebih parahnya sekarang ia akan pulang dengan berjalan kaki.
Raina terus menatap keluar kaca mobil walaupun tidak fokus pada apa yang ia lihat. Hanya bayangan-bayangan sekilas saja yang mampir dalam pengelihatannya. Raina sibuk dengan pikirannya sendiri. Hanya terdengar alunan musik-musik yang di putar di dalam mobil, Raina tak menghiraukannya. Padahal supir tadi sesekali memperhatikan kecantikannya. Bukannya Raina tidak tahu, akan tetapi ia tidak sedang ingin berdebat seperti tadi pagi. Ia hanya ingin tenang.
"Raina!" Setelah membanting pintu mobil dengan sangat keras ia melihat pada sumber suara yang memanggil namanya, ia langsung tersenyum selebar mungkin memberikan arti bahwa Raina sedang baik-baik saja "ayo masuk na" tak menunggu jawaban Raina seorang perempuan itu langsung menarik lengannya membawanya langsung ke dalam ruang tamunya yang sudah mulai ramai oleh keluarganya. "Gue ambil minum dulu ya na."
"Iyaa ambil sanah gue hampir dehidrasi nih haus banget" gumamnya dalam hati masih urung membuka mulutnya, ia hanya mengangguk dan tersenyum kecil kepada temannya yang bernama Luna itu.
Raina menundukan kepalanya yang seakan terasa sedang tertimpa satu karung beras, Raina menenggelamkan seluruh kekesalannya. Tak menunggu lama Luna pun datang membawa minum dan memberikannya kepada Raina.
"Nana gue ke Daniel dulu ya dia baru aja dateng nanti gue temuin lo lagi, nikmatin aja pestanya" sembari menerima gelas yang diberikan oleh Luna mulut Raina yang sudah terbuka lebar ingin bicara pun tertutup kembali karena Luna yang begitu terburu-buru menghampiri sang pacar.
Raina menghembuskan nafasnya berat dan bangkit memutuskan untuk berjalan-jalan disekitar halaman belakang rumah Luna yang lumayan besar dengan rumah yang bertingat dua ini. Ia sedikit membenarkan baju dress selutut berwarna merah muda polos dengan rempel dibagian roknya.
Lalu ia duduk dengan sembarang di bawah pohon rindang yang Raina tidak tau itu pohon apa, dengan bangku yang terbuat dari kayu dan sedikit sudah rusak. Memang terlihat tidak di benarkan tapi ini masih layak untuk diduduki.
Keadaan disini tidak ramai seperti di halaman depan, ia memutuskan kesini karena mungkin disini ia bisa beristirahat sejenak dan menyenderkan kepalanya pada pohon lalu membenamkan matanya merasakan angin yang meniup rambutnya menyapu wajah Raina yang cantik dan indah itu, hangatnya mentari senja membuat Raina semakin tenang.
Raina terkaget ketika ia merasa ada seseorang yang tengah menghalangi cahaya senja yang sedang menyinari wajahnya itu. Jantung Raina kembali berdetak saat matanya terbuka dengan sangat lebar dan terkejut ketika melihat seorang pria berdiri tepat dihadapannya sambil memegangi sweater berwarna abu-abu, pria yang mempunyai tinggi 180cm itu ada dihadapannya dengan tatapan sulit diartikan.
"Ngapain lo ada disini?" Pria itu membalikan badannya lalu bergeser kesamping kanannya dan duduk bersama Raina "Ah, gak penting juga gue tau!" Raina sudah mengambil nafas siap untuk bicara pun tiba-tiba dadanya begitu sesak melebihi sakitnya hati Son Oh Gong yang diikat oleh Geumggango. Raina manaikan bibirnya dengan muka kesal.
Raina tidak ingin berbicara sedikit pun pada orang ini. Kekaguman kepada ketampanannya hilang begitu saja, ia sangat murka sekali dengan sikap pria disampingnya. Kenal saja tidak toh. Raina berdiri dari tempat duduknya.
Sreetttt..
Raina merasakan ada yang aneh pada bajunya, and well baju Raina ternyata robek terkait paku yang menonjol di bangku tersebut. "Sungguh hari yang sial" gerutunya dalam hati sambil terpejam Raina sebisa mungkin mengatur nafasnya agar tidak menangis kali ini juga.
Dress bagian bawah Raina robek sebesar jari telunjuk dan jari tengah yang disatukan dengan panjang 10cm, robekan itu tepat di belakang dress Raina dibagian kaki sebelah kanan.
Tiba-tiba dengan cepat pria itu menutupi bagian bawah dress Raina dengan jaketnya, melingkarkan jaket itu pada Raina dan mengikat pada pinggangnya. Dan menarik Raina memasuki rumah Luna. Raina kaget dengan aksi yang sedang dilakukan oleh pria itu.
Dengan seenaknya saja pria itu masuk rumah orang dan menariknya ke sebuah kamar yang Raina kenal itu adalah kamar Luna. "Setelah lo curi tas gue sekarang lo mau apain gue?" Akhirnya Raina membuka suaranya meminta penjelasan kepada pria itu setelah pria itu selesai menelpon seseorang di sebrang sana.
"Jangan mikir macem-macem lo! gue bukan penjahat kelamin kali. Lo mau hadirin pesta pake dress robek kaya gitu?." Raina terdiam menjernihkan pikiran kotornya.
"Terus kenapa sembarang masuk ke rumah kamar orang tanpa izin?." Balasnya kepada pria di ambang pintu itu.
"Gue sodaranya, mau apa lo?."
"Cih.. sodara. Luna mana punya sodara kaya lo!."
"Kenyataannya" jawabnya dibarengi dengan kedua bahunya yang terangkat.
"Dasar pencuri!."
"What? Pencuri?."
"Iya lo pencuri. Kenapa lo tiba-tiba datang dan tas gue ada ditangan lo?"
"Sengaja" singkat padat dan tidak jelas apa maksud pria itu, ia senyum menampakan gigi putih dan rapihnya.
"Hah? Sengaja?."
"Iya sengaja."
"Psikopat lo ya. Kaki gue hampir copot dan lo bilang itu sengaja? Terus maksud lo apa?" Raina mulai naik pitam, kekesalannya hampir meledak. Ia hanya butuh granit untuk ia lempar kepada pria idiot itu.
"Haha gak usah ngegas gitu dong, maaf."
"Segampang itu lo minta maaf? Nasib gue dan orang yang tadi di kejar masa lo anggap itu angin lalu?."
"Dia gue bayar, gak ada masalah lagi kan" balasnya masih dengan tatapan tidak bersalahnya, sikap berdiri yang rilex sembari tangan kiri yg dimasukannya ke dalam saku.
"Nyebelin lo!."
"Nyebelin? Apa ngangenin?."
Raina menatapnya dengan sangat geram, granit sudah siap ia lemparkan siap untuk menghancurkan pria itu sampai berkeping-keping. "Cihh.. ngangenin lo bilang? Kenal juga kagak" Raina membuang tatapannya dengan tangan yang melipat di depan dada.
"Oh oke" Pria itu mendekati Raina dan mengulurkan tangannya "Kenalin gue Alfaro Hanafi cowok yang sedang ingin dekat dengan cewek cantik, kaya lo."
"Hah? Lo suka sama Raina Al? Apa gue gak salah denger?" Suara yang mengisi seluruh penjuru ruangan itu membuat Raina dan Alfaro terkejut karena kedatangannya yang tiba-tiba...
Bersambung...
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
RAINA - Percintaan Remaja
Teen Fiction"Takdir memang kekal, dan jodoh adalah takdir. Tapi jodoh bukanlah takdir yang sepenuhnya di pasrahkan. Seperti halnya harta, apa kita bisa mendapatkannya jika hanya berdiam saja?" -Jodoh itu kalo gada rintangannya ya gak asik!- Seorang gadis cantik...