"Dia sepertimu. "
Kalimat itu masih terngiang jelas dalam ingatan Daniel. Kalimat singkat yang diucapkan Emma tadi sore sungguh mengusik pikirannya. Walaupun ia tahu betul apa maksudnya. Dugaannya tidak salah lagi. Dia sejenis dengan Daniel. Pria itu menghela nafas, kemudian merebahkan tubuhnya di sofa empuk yang berada di kamarnya, dengan tubuh atletisnya yang hanya terbalut celana panjang. Tak lama kemudian, terdengar suara ketukan pintu, yang langsung diketahui Daniel bahwa iu adalah Zero.
TOK TOK TOK
"Masuk. " gumamnya singkat sambil mengusap wajahnya dan menghembuskan nafas kasar.
CEKLEK
Pintu terbuka, Zero tersenyum tipis memandang Daniel yang sedang duduk membelakanginya, "Selamat malam, pangeran. "
"Ada apa? " tanya Daniel kemudian tanpa basa-basi. Zero lagi-lagi mengulas senyumnya yang memang sangat manis, kemudian berjalan menghampiri Daniel.
"Apakah ada sesuatu yang mengganggu anda?" tanya Zero tanpa menghilangkan senyumannya.
Daniel menatap Zero dengan kening mengernyit, "Apa maksudmu? "
Zero menggeleng, "Tidak, saya tidak bermaksud apa-apa. Saya hanya ingin memastikan, bahwa segala sesuatu yang anda alami baik-baik saja. "
Daniel kembali menghela nafas, yang entah sejak kapan sudah merupakan hobinya, "Oke Zero, ku akui kau tahu banyak. Tapi percayalah, itu sangat menyebalkan. Layani aku hanya jika aku memerlukan. "
"Tentu, pangeran. Dan saya siap melayani anda sekarang. Yang artinya anda pasti sedang memerlukan bantuan. Saya benar kan? " ucap Zero lagi. Daniel menatap Zero sedikit lebih lama. Untuk beberapa alasan, Zero terlihat sangat menyebalkan.
"Apa kau tahu rumor di Black Street? " tanya Daniel mulai memecah keheningan, sekaligus mulai membuka topik.
"Ya, saya tahu. Gang yang sepi ketika malam hari itu kan? Saya sudah mendengar semuanya, termasuk kabar tentang mahasiswi George Washington yang menjadi korban. " jawab Zero dengan raut yang masih sama.
"Jadi berita itu memang sudah tersebar. Zero, apakah kita berpikiran sama tentang siapa pelakunya? " tanya Daniel lagi memicingkan mata.
Zero melebarkan senyumnya, sehingga matanya ikut menyipit, "Saya rasa begitu. "
"Hn. Baguslah. Ini cukup rumit. Sebenarnya tadi aku ke rumah sakit untuk menjenguk temanku. Tapi siapa sangka ternyata si Emma itu juga berada disana. Dia memang mengalami gangguan kejiwaan. "
"Lalu apa yang terjadi? " tanya Zero cukup penasaran.
"Dia terus berteriak seperti orang yang terkena terror. Saat temanku menanyakan seperti apa ciri-ciri gadis yang menyerangnya, dia hanya menyebutkan ciri-ciri fisiknya. Dan pada saat itu. " Daniel terdiam sejenak. Kata terakhir yang diucapkan Emma kembali menghantui pikirannya. Membuat Zero terlihat tidak sabaran untuk menunggu pria itu melanjutkan kalimatnya.
"Dia sepertimu. "
"Dia bilang, si pelaku sama sepertiku. "
"Apa? Jadi Emma sudah tahu siapa anda sebenarnya? "
"Itu tidak penting, Zero. Lagipula Aku tidak terlalu mengenalnya dan orang-orang tidak akan mempercayainya karena gangguan kejiwaan yang sedang ia alami. " ucap Daniel seraya mulai mengubah posisinya menjadi berbaring di sofa, dengan lengan sebagai pengalas kepalanya.
"Lalu apa yang akan anda lakukan sekarang? "
Daniel terdiam, kemudian menutup mata. Saat ia membukanya, matanya yang sejernih lautan tampak lebih biru dari biasanya, "Entahlah. Aku hanya ingin mencari tahu siapa dia sebenarnya, dan apa alasannya berbuat seperti itu. Yah walaupun itu agak merepotkan. "
KAMU SEDANG MEMBACA
My Half Blood Girl
Vampirgeschichten(SEQUEL ROYAL BLOOD - DANIEL WILLIAM MANHIVE) Dia cantik, dan sangat wangi. Rambutnya hitam kelam, lurus sebahu menyerupai benang sutera. Maniknya Indah, seperti kaca bening kebiruan yang bisa meluluhkan siapa pun dalam satu kedipan. Senyumnya sep...