"Sampai jumpa. " Aku melambaikan tanganku kepada sejumlah teman-temanku, kemudian mulai beranjak menyentakkan kakiku yang terbalut stocking hitam meninggalkan rumah Else. Kami baru saja mengadakan pesta kecil-kecilan untuk merayakan selesainya ujian semester kelima. Rasanya melelahkan juga, tapi cukup menyenangkan karena Janet dan Laura begitu gila sehingga tak berhenti membuatku tertawa. Selain itu, kami cukup lega karena akhirnya bisa lepas dari pengawas ujian yang merupakan dosen kami sendiri, Mr. Harvey yang terkenal killer di jurusan Kimia, di George Washington University.Aku mengutak-atik ponselku yang bermerk Zwagn. Ada sejumlah pesan yang belum ku baca. Salah satunya dari ibu yang menyuruhku untuk segera pulang. Aku hanya tersenyum menatap kalimat itu yang diakhiri dengan sebuah emoticon cemberut. Tak perlu membalasnya, lagipula aku sudah dalam perjalanan.
Ku langkahkan kakiku yang jenjang untuk berjalan lebih cepat. Tapak sepatu high heels ku sesekali berbunyi terketuk dengan jalanan aspal. Malam ini sungguh sepi. Padahal ini baru jam sembilan. Apakah selalu sepi seperti ini. Sebaiknya aku lewat jalan potong saja supaya cepat sampai dirumah.
Begitu sampai di pertigaan, aku mengambil jalan lain. Jika biasanya aku terus berjalan lurus, kali ini ku arahkan langkahku berbelok ke kiri. Tentu saja agar tak membuang-buang waktu perjalanan. Disini juga sangat sepi. Aku hampir tak melihat rumah disini. Beruntungnya masih ada penerangan dari lampu jalan dan cahaya Bulan. Kalau tidak, pandanganku tentu saja akan dibutakan.
Udara benar-benar terasa dingin. Bodohnya aku tak membawa mantel saat datang ke rumah Else. Bisa-bisa aku terkena flu esok hari. Semakin lama aku berjalan, semakin aneh juga yang ku rasakan. Entah mengapa ada sensasi aneh, seperti ada yang sedang memandangiku atau membuntutiku. Apakah ada penjahat di sekitar sini? Jujur saja, ini pertama kalinya aku lewat jalan ini saat malam hari.
Langkahku terhenti. Aku tak bisa begini terus. Setiap kali aku melangkahkan kakiku, sensasi aneh itu terus menghantuiku seakan-akan memaksaku untuk memerhatikannya. Ku hembuskan nafasku perlahan, sebelum akhirnya aku memberanikan diri menatap sekitar.
Tak ada siapapun disini. Di Selatan, Utara, barat, Timur, dan bahkan diatasku tak ada siapa-siapa. Sampai pada akhirnya sebuah suara menghampiri telingaku. Suara yang sangat kecil, namun samar-samar masih terdengar. Bukan suara orang berbicara, tapi sebuah siulan. Siulan yang yang sangat halus dan berdurasi cukup panjang. Sepertinya si pemilik siulan ini cukup pandai dalam mengatur nafasnya. Tapi yang jadi pertanyaan adalah, siapa pemilik siulan ini?
Aku menoleh untuk kedua kalinya ke arah barat. Dan pandanganku yang pertama dan kedua jelas berbeda. Jika sebelumnya aku tidak melihat apa pun, kali ini penglihatanku menangkap sesuatu. Seseorang tampak duduk diatas bangku panjang dibawah lampu jalan. Wajahnya tidak kelihatan, karena ia membelakangiku dan tubuhnya ditutupi semacam jubah berwarna hitam sampai kepala. Kepalanya sedikit bergerak ke kanan dan ke kiri, dan ternyata siulan itu berasal darinya.
Pilihanku hanya dua saat ini. Menghampirinya, atau berpura-pura tak memerhatikan dan kembali melanjutkan langkahku? Baiklah, aku adalah mahasiswi jurusan kimia. Dan kami terdiri dari sekelompok orang yang suka mencari tahu sesuatu. Seperti mencari tahu zat yang terkandung dalam makanan, atau mencari hal yang berhubungan dengan teori atom rutherford. Namun kali ini aku bukan penasaran tentang hal yang berkaitan dengan jurusanku. Aku penasaran dengan orang itu. Orang yang sedang duduk sendirian disana.
Angin tiba-tiba saja bertiup dan menjatuhkan penutup kepalanya yang bersambungan dengan jubahnya. Dan yang pertama aku lihat adalah, rambutnya yang tergerai. Aku tercengang sesaat. Dia seorang gadis? Apa yang dilakukan seorang gadis sendirian disini? Maksudku hei, ini sudah malam dan tak ada siapa pun. Apa dia tidak takut?
Dia tak bergeming selama sepuluh detik setelah penutup kepalanya terlepas. Dan setelah itu, tangannya bergerak untuk meraih penutup kepalanya. Namun sebelum penutup kepala berwarna hitam itu terpasang di kepalanya, dia menoleh ke belakang. Ke arahku yang berjarak tiga meter di belakangnya.
Saat itu pula dapat ku rasakan tubuhku membatu, dan keringat bercucuran membasahi sekujur tubuhku. Pandangannya... Matanya yang memancarkan sinar kemerahan... Semua terlukis jelas disana seakan-akan dunia akan menelanku.
*****
Pencet Bintang boleh? 😂
Lanjutannya ditunggu yah😉NanChanZ
KAMU SEDANG MEMBACA
My Half Blood Girl
ערפדים(SEQUEL ROYAL BLOOD - DANIEL WILLIAM MANHIVE) Dia cantik, dan sangat wangi. Rambutnya hitam kelam, lurus sebahu menyerupai benang sutera. Maniknya Indah, seperti kaca bening kebiruan yang bisa meluluhkan siapa pun dalam satu kedipan. Senyumnya sep...