A NaruSasu Fanfiction
Disclaimer : Masashi Kishimoto.
YOUR DADDY! (Chapter 04)
.
.
.
.
.
'Papa!'
'Papa! Tolong aku!'
'Papa!!'
.
.
'Bertahan Sarada, Papa sebentar lagi datang menolongmu!' Sasuke membatin menenangkan dirinya sendiri. Kedua matanya terpejam erat saat kepalanya mulai membuat bayangan-bayangan mengerikan tentang Sarada yg sedang dalam bahaya. Itu sangat membuatnya gelisah dan tidak nyaman. Jantungnya juga semakin tak karuan saat kepalanya membuat bayangan-bayangan brengsek yg mengacaukan focusnya itu.
"Sasuke!"
"A-apa!?" Jawab Sasuke gelagapan saat Naruto memanggilnya. Dilihatnya pria pirang yg jauh lebih muda darinya itu sedang menatap lurus ke jalanan. Raut wajahnya sangat serius, sementara tangannya sangat lincah membawa mobilnya bermanuver bak driver profesional melewati banyak gang di jalanan. Benar-benar pemuda yg tak terduga.
"Jangan berpikiran negatif! Kita harus focus untuk menemukan Sarada, dattebayo!"
"Aku khawatir, bagaimana jika Sarada di--"
"Cukup, Sasuke! Aku tidak ingin mendengar pikiran-pikiran negatifmu sekarang."
"Tapi, Naruto!"
"Dengar.."
Mendadak Naruto menghentikan laju mobilnya. Membuat suara berdecit yg cukup keras hingga meninggalkan jejak bekas ban di aspal hitam. Bersyukur mereka berhenti di depan sebuah gang gelap yg sepi hingga tak ada yg celaka karena ulah Naruto yg ugal-ugalan menghentikan mobil Sasuke.
"...Sasuke. Percayalah padaku!"
Sasuke nampak menelan ludahnya paksa. Ditatapnya wajah Naruto yg menyiratkan keyakinan yg begitu dalam untuknya. Iris biru Naruto berkilat menyiratkan sebuah keyakinan yg begitu besar. Seakan mampu menghipnotis Sasuke saat itu juga. Sasuke diam, baru kali ini dia berjumpa dengan sosok seperti Naruto. Sosok yg sangat kontras dengannya, yang mampu meluluhkan hati dinginnya dan mendekapnya erat bak seorang yg posesif. Naruto memang terlalu muda untuknya, sangat muda bahwa Naruto lebih cocok ùntuk menjadi Kakak dari Sarada daripada menjadi Ayahnya. Mengingat usia Naruto yg baru 17 tahun, Sarada 16 tahun, sedangkan dirinya sudah 35 tahun dan merupakan seorang Duda.
Tapi meski begitu, Naruto memiliki satu hal yg tak dimiliki orang lain. Yaitu, semangat yg kuat hingga menjadikannya sosok yg tangguh dan mandiri. Dan itu adalah hal yg dicari Sasuke selama ini.
.
.
.
"KYAAAA!!!!"
"Ugh!? Suara apa itu?"
"Itu Sarada, Naruto!"
"SARADA!?"
Naruto sesegera mungkin menajamkan matanya. Melihat kearah dimana Sasuke menunjuk dari balik kaca mobil. Jauh di dalam gang yg cukup panjang, dimana ada banyak drum dan cahaya yg minim. Terdengar suara lengkingan anak perempuan yg cukup keras. Insting Sasuke langsung bereaksi, dia tau itu adalah suara putrinya yg berteriak ketakutan. Kedua onyxnya menatap tajam ke arah sana, dan benar saja berkat penglihatannya yg kelewat tajam, Sasuke dapat mengetahui bahwa Sarada ada di ujung gang gelap itu. Dan Sarada sedang dalam bahaya.
"Kita harus kesana Naruto!!"
Dengan tergesa, Sasuke melepas seatbeltnya lalu mendobrak pintu mobilnya. Jantungnya sudah berdegup begitu keras sampai rasanya akan meledak. Firasatnya sebagai seorang Ayah mengatakan, bahwa putrinya sedang tidak baik-baik saja.
"Tunggu, Sasuke!!"
Naruto yg melihat Sasuke sudah keluar lebih dulu, sesegera mungkin mematikan mesin mobil, melepas seatbelt, lalu menyusul Sasuke yg sudah masuk ke dalam gang. Firasatnya juga sama buruknya dengan firasat Sasuke saat ini.
"Sasuke! Kita butuh polisi, dattebayo!"
"Um! Aku mengerti!"
.
.
.
"HAHAHA!! Ini menyenangkan bukan Sarada? Seru ya! Hahaha!" Sumire tertawa kesetanan saat tangannya dengan brutal memotongi rambut Sarada. Rambut hitam seindah milik Sasuke itu awalnya sepanjang punggung, tapi kini sudah berkurang sampai batas leher. Sumire memangkasnya.
"Gggrrr.. Lepaskan aku Brengsek! Aku bersumpah akan melakukan hal yg sama pada mu suatu saat nanti!!" Gertak Sarada pada Sumire yg masih memotongi rambutnya. Iris hitamnya berlinangan air mata. Itu adalah rambut kesayangannya. Rambut yg dia panjangkan bersama dengan kenangan Mamanya. Dan saat ini, Sumire dengan seenaknya memangkas mahkota kebanggaannya. Ini sudah tidak bisa ditolerir oleh Sarada.
"Menangislah! Menangis Sarada! Tidak akan ada yg bisa menolongmu disini!! TIDAK ADA!!"
Sarada kembali terisak. Air matanya semakin deras mengalir, itu justru membuat Sumire semakin menggila. Rasa benci nya pada Sarada yg selalu membuatnya iri kini sudah terbalaskan. Sumire dengan mudahnya mengalahkan si nomor satu, Uchiha Sarada. Dan membuatnya berteriak tak berdaya karena ulahnya.
"Papa!! Papa tolong aku!!"
Pada akhirnya Sarada melolong keras memanggil Sasuke. Berharap Papa nya datang untuk menyelamatkannya dari si gila ini sebelum Sumire akan memangkas habis rambutnya. Atau bahkan akan melukai fisiknya lebih dari ini.
"Panggil Papamu! Dia tidak ada disini!"
"PAPAAA!!" Teriak Sarada sekeras mungkin sampai membuat Sumire jengkel.
"Brengsek! Suaramu berisik sekali rupanya! Diam kau!"
"Ugh!!"
Leher Sarada tercekat, Sumire mencekiknya kuat. Membuatnya tak bisa bernapas dengan lancar. Napasnya sudah memburu, pandangannya yg sudah kabur semakin menjadi-jadi karena kepalanya sudah sangat pening. Kacamatanya sudah tak lagi bertengger di wajah cantiknya. Sumire audah menginjaknya sedari tadi. Menghancurkannya, padahal kacamata itu adalah pemberian Sakura. Dan juga berharga bagi Sarada.
"Sebentar lagi, aku akan melenyapkanmu, Uchiha tak tahu diri." Desis Sumire, matanya berkilat tajam saat menatap wajah tak berdaya Sarada di tangannya.
"Seperti nya kedua matamu ini bagus jika kujadikan hiasan di dashboard mobilku." Lanjut Sumire semakin kesetanan.
"K-kau akan menyesal, Sumire!" Sarada memaksakan untuk berbicara. Meski sangat sulit berbicara dalam keadaan tercekik seperti ini. Tapi, memang dasar Sarada ini keras kepala sama seperti Sasuke. Dalam keadaan apapun, jangan sampai benar-benar kehilangan harga diri. Uchiha itu mahal. Jangan mau diperlakukan murahan.
"AHAHAHA!!" Tawa Sumire menggelegar di tengah malam. Benar-benar tawa seorang psikopat.
"Aku sama sekali tidak takut pada ancamanmu, Uchiha!" Detik berikutnya, tangan Sumire yg masih memegang gunting terangkat ke udara. Membuat kilatan tajam pda gunting itu. Cahaya disana memang minim, tapi Sarada bisa melihat dengan jelas bagaimana gunting itu menampakkan keruncingannya.
'Aku akan mati. Naruto-niisan, tolong!' Batin Sarada sedikit gentar. Disaat seperti ini, hati kecilnya membatin memohon pada Tuhan agar Naruto datang menolongnya.
"MATI KAU!!!"
.
.
.
ZRASH!!!
Suasana mendadak hening saat gunting itu membuat darah terciprat tak beraturan. Hingga menetes ke tanah, dapat disimpulkan bahwa gunting itu menusuk sangat dalam.
"Jika sampai benda ini melukai Sarada ku, aku bersumpah tak akan mengampunimu Sumire!"
Mata Sumire membola saat gunting nya menancap dalam di telapak tangan seseorang yg dia kenal.
"Na-Naruto-senpai?"
"Naruto?" Merasa mendengar nama Naruto, Sarada segera membuka matanya. Dan dia terkejut bukan main dengan apa yg sedang terjadi di depannya. Tuhan menjawab permohonannnya untuk mengirim Naruto agar menolongnya saat ini juga.
"Tak akan ku biarkan kau melukainya!!" Seru Naruto marah.
Tangan kanan Naruto ada tepat di depan wajahnya. Dan.. Dengan darah yg mengalir deras. Naruto menahan serangan Sumire dengan tangan kosong. Membuat ujung gunting yg runcing itu menancap pada telapak tangan besarnya, bukan pada mata Sarada.
"Naruto-niisan!" Reflek Sarada berseru memanggil Naruto yg ada di depannya. Sarada tak percaya, bahwa Naruto datang disaat seperti ini.
.
.
.
BRUAAK!!
Terdengar suara pria yg mengerang kesakitan karena di lempar menghantam drum yg ada.
"Papa!"
Sasuke menengok sambil membersihkan lengan jasnya yg kotor. Baru saja dia menghajar habis-habis dua pria bodyguard Sumire. Menghajar dua pria besar itu secara membabi buta dan tanpa ampun. Bahkan itu semua dilakukan tidak butuh waktu lama dan dengan tangan kosong, sama seperti yg dilakukan Naruto. Meski Sasuke sangat mudah di dominasi Naruto saat diranjanh, tapi jangan salah, Sasuke juga seorang pria. Dia juga Uchiha, Uchiha tak akan mudah dikalahkan. Mereka hebat.
"Sarada!"
Setelah berhasil membereskan pria kekar itu, Sasuke segera berlari menghampiri Sarada yg terikat. Lalu melepaskan ikatan itu.
.
.
.
"Sudah cukup Sumire! Hentikan perbuatan bodohmu ini!" Kata Naruto memperingatkan. Pasalnya Sumire masih membeku di tempat sambil terus menekan gunting itu agar semakin dalam menancap ke telapak tangan Naruto.
"Tidak! Naruto-senpai, kenapa!?"
"Apanya yang kenapa, dattebayo!? Ughh!" Tanya Naruto tak paham. Naruto sedikit meringis saat dia merasa tusukan itu semakin dalam. Naruto yakin, pasti sebentar lagi ujung runcing gunting ini akan menembus punggung tangannya.
"Kenapa kau lebih memilih Sarada daripada aku, Senpai!? Kenapa!?" Teriak Sumire frustasi. Tubuhnya bergetar, sepertinya Sumire lemah dengan Naruto.
"Apa maksudmu!?"
Sumire menggigit bibir bawahnya mendengar pertanyaan Naruto. Tangannya masih mencengkram kuat guntingnya, padahal tubuhnya sudah gemetar hebat. Dia tak menyangka, bahwa dia justru melukai Naruto. Orang yg disukainya.
"Selama ini, aku menyukai Naruto-senpai. Aku selalu berusaha agar terlihat di depanmu! Aku selalu memperhatikanmu! Aku selalu ingat apa yg kau suka dan tidak suka! Tapi, kenapa kau sama sekali tak melihatku!?"
.
.
.
Naruto terdiam setelah mendengar perkataan Sumire. Naruto sama sekali tidak tahu bahwa gadis ini menyukainya. Memang Naruto mengenal gadis ini, itu juga karena dia sekelas dengan Sarada. Jika bukan karena itu, Naruto juga pasti tidak akan kenal bahkan tahu namanya. Lagipula, kenapa Sumire menuduhnya menyukai Sarada? Padahal Naruto sendiri jatuh cinta pada Papa nya Sarada. Uchiha Sasuke.
"Aku menyukaimu, Naruto-senpai!!"
Mendengar Sumire menyatakan cinta nya pada Naruto, Sasuke terkekeh meremehkan.
"Tunggu disini, Sarada." Ucap Sasuke lembut sambil menyentil pelan dahi Sarada yg tadi dipeluknya. Sarada yg sudah merasa aman pun mengangguk patuh. Membiarkan Papa nya kini berada di samping Naruto untuk segera menyelesaikan pertikaian ini.
"Ehem!" Sasuke berdehem keras. Dengan gaya khasnya, Sasuke membenahi dasinya yg sedikit kacau. Tak lupa, jas hitamnya juga Ia benahi. Badannya yg tinggi langsing, kini berdiri tegap di samping Naruto.
Baik Sumire ataupun Naruto, mereka sama-sama mengalihkan pandangan untuk memandang Sasuke yg terlihat menawan.
"Maaf Nona, apa tadi kau bilang menyukai anak ini?" Tanya Sasuke sarkastik pada Sumire. Sumire pun mengangguk, dia kenal sosok ini. Uchiha Sasuke, ayah dari Sarada.
"Tapi maaf.." Sasuke menjeda kalimatnya untuk menarik kemeja Naruto. Membuat Naruto secara otomatis menempel pada tubuh Sasuke. Hingga telapak tangannya yg td masih terhubung dengan tangan Sumire pun ikut terlepas. Membuat tangan Naruto dengan gunting yg masih menancap di telapaknya itu reflek memeluk pinggang Sasuke.
"...karena anak ini, sudah jadi milikku!"
.
.
.
CUP!
Tanpa Naruto sadari, Sasuke mencium bibirnya. Tepat di depan Sumire dan Sarada. Gadis seumuran Sarada ini hanyalah masalah kecil baginya. Tentu Sumire tidak selevel dengan Sasuke. Bahkan jika Sumire dengan ikhlas memberikan kehormatannya pada Naruto, Sasuke berani bertaruh jika Naruto pasti akan memilih dirinya yg tentu saja jauh lebih nikmat.
"Papa!" Reflek Sarada berteriak histeris saat melihat adegan dewasa di depan matanya.
Sementara Sumire, mematung di tempat. Mulutnya sedikit terbuka karena tak percaya akan apa yg dilihatnya saat ini. Seseorang yg disuka nya selama ini, ternyata adalah seorang gay.
"Benar kan, Naruto?" Tanya Sasuke dengan nada menggoda setelah melepas ciuman mereka. Membuat sehelai benang saliva tipis tercipta menyatukan bibir mereka. Naruto yg masih shock hanya mengangguk patah-patah mengiyakan. Dia bahkan sampai lupa akan rasa sakit ditangannya, gunting itu belum lepas dari telapak tangannya.
Sumire memang terkejut, tapi hanya sesaat saja. Hingga sampai akhirnya dia sadar bahwa Ayah dari Sarada sudah benar-benar mendapatkan Narutonya. Oke, itu membuatnya sangat marah.
"K-kau.. beraninya!! Beraninya melakukan itu pada Naruto-senpai!! Menyingkir kau Uchiha brengsekkk!!!"
"Sasuke! Awas!"
Dengan reflek yg sigap, Naruto segera memutar tubuh Sasuke agar berada di belakangnya untuk berlindung. Sumire melakukan serangan tiba-tiba. Tak disangka, Sumire menyimpan sebuah pisau dibalik jaketnya. Benar-benar gadis yg licik!
Lalu dengan ganasnya Sumire sedang mengarahkan pisau itu pada Sasuke. Namun, kini pisau itu mengarah tepat pada Naruto karena Sasuke berhasil Naruto singkirkan di balik punggungnya.
"Mati saja kalian!!"
"Naruto-niisan!!" Teriak Sarada histeris ketakutan. Pasalnya, Naruto sudah tak memiliki waktu untuk menghindari pisau itu.
.
.
.
GREB!
"Wow! Calm down, anak manis!"
"Huh!? Lepaskan aku! Lepas!!"
Seorang Polisi berhasil menghentikan gerakan Sumire yg membahayakan. Kedua tangannya ditahan dibelakang, lalu polisi berambut perak itu mengambil paksa pisau yg di genggam Sumire lalu membuangnya.
"Polisi?" Gumam Sarada saat samar-samar dia berusaha mengenali siapa sosok berseragam yg datang tepat waktu itu.
"A-aku selamat."
Dada Naruto naik turun saat dia melihat Sumire diringkus di depannya. Bernapas lega, kali ini Naruto selamat. Polisi suruhan Sasuke, datang sangat tepat waktu.
"Kami akan membawanya, Tuan-tuan." Kata Kakashi sambil memborgol tangan Sumire. Berhubung tangannya sudah diborgol, kini Sumire dan juga dua bodyguardnya yg sudah babak belur hanya bisa pasrah mengikuti polisi ini yg menggiringnya ke mobil polisi di ujung gang. Mereka di tahan.
"Kami akan urus anak itu dan dua orang suruhannya, Tuan Uchiha. Apa ada yg bisa aku bantu lagi untukmu?" Salah seorang polisi lain bernama Iruka itu bertanya sopan pada Sasuke sambil tersenyum.
"Tidak. Sudah cukup. Kami akan pulang." Jawab Sasuke.
"Baiklah. Hati-hati. Jika ada masalah, hubungi kami."
"Hn."
Setelah membungkuk sopan, Polisi bernama Iruka itu pun segera pergi menyusul rekannya yg sudah pergi lebih dulu. Meninggalkan Naruto, Sasuke dan Sarada disana.
.
.
.
Mereka bertiga terdiam, menatap kepergian Iruka dan rekannya, Kakashi. Hingga pada akhirnya, Sarada membuka pembicaraan.
"Papa?" Panggil Sarada sambil berjalan mendekati Sasuke. Seragamnya sangat kotor, sobek, bahkan ada bekas darah yg menempel. Rambutnya juga sangat berantakan karena Sumire memotongnya secara brutal. Bersyukur, rambut hitamnya masih sepanjang bahu.
"Sarada!" Sasuke lantas memeluk Sarada yg menghampirinya. Mengusap punggung anak gadisnya sambil sedikit berlinang air mata.
"Maaf, Papa terlambat. Jika saja Papa datang lebih awal, kau tak akan mengalami hal ini, Sarada." Kata Sasuke sambil mengeratkan pelukannya. Dia memohon maaf kepada putrinya yg sudah terlanjur kacau.
"Papa sudah gagal menjagamu."
Sarada terdiam saat Sasuke berkata seperti itu. Entah kenapa rasanya pedih sekali di dalam dadanya. Sasuke gagal menjaganya? Jika memang gagal, seharusnya saat ini dia sudah mati di tangan Sumire bukan?
"Maafkan Papa, Sarada." Ucap Sasuke lagi. Suara baritone sexy nya kini berubah menjadi suara yg serak menahan tangis. Hati siapa yg tak hancur saat melihat putri kesayangan satu-satunya sampai seperti ini. Jika manusia sekelas Sasuke saja sampai mampu berurai air mata, itu tentu hal yg sangat menyedihkan.
"Tidak, Pa. Papa berhasil menolongku."
"Sarada?"
Sasuke terkejut saat dia merasa Sarada tengah membalas pelukannya. Sudah lama, Dia tak merasakan pelukan dari putri kecilnya seperti ini. Beberapa bulan berlalu dengan hubungan mereka yg tidak baik hingga menyebabkan Sasuke dijauhi oleh putrinya sendiri.
"Maafkan aku, Pa. Seharusnya aku tidak berbuat seperti ini pada Papa." Lanjut gadis kecil Sasuke.
Mendengar Sarada meminta maaf padanya, Sasuke segera menarik diri dari pelukan putrinya. Membenahi posisi jongkok nya agar bisa menatap wajah putrinya, Sasuke pun tersenyum sangat tulus di depan Sarada.
'Papa! Tersenyum?!'
'Sasuke bisa tersenyum seperti itu!?'
Baik Sarada ataupun Naruto yg menyaksikan hal langka itu, mereka berdua sama-sama terkejut. Bagaimana tidak, selama ini Sasuke yg terkenal dingin, cuek, dan angkuh bisa tersenyum sangat tulus seperti itu? Ini luar biasa. Seperti melihat malaikat maut yg mendadak Henshin berubah menjadi malaikat syurga. Senyuman Sasuke, cantik sekali.
"Papa memaafkanmu, Sarada." Ucap Sasuke.
"Terima kasih, Papa!"
Sarada pun tersenyum bahagia sambil kembali memeluk Sasuke. Bahagia, karena Papa nya mau memaafkan semua perbuatannya selama ini. Sarada sadar, bahwa apa yg dilakukannya selama ini merupakan sebuah tindakan yg tidak seharusnya. Perilaku yg buruk yg seharusnya tidak boleh dilakukan oleh remaja seusianya. Yang menyebabkan dirinya berada dalam situasi berbahaya seperti ini. Bersyukur, Sasuke memiliki respond yg cepat dan Naruto ada disampingnya untuk menemani Sasuke mencari Sarada. Jika kedua orang ini, lambat sedikit saja maka dapat dipastikan bahwa nyawa Sarada akan segera melayang di tangan Sumire yg sudah sakit jiwa.
.
.
.
Melihat Sarada dan Sasuke saling berpelukan bahagia, membuat Naruto tanpa sadar ikut tersenyum bahagia. Dia bersyukur pada Tuhan, karena sampai tepat waktu dan menyelamatkan Sarada sebelum semuanya terlambat.
"Ugh!" Naruto meringis, mendadak telapak tangannya memberikan rasa sakit yg luar biasa.
'Sial, sakit sekali!' Batinnya sambil menahan rasa sakitnya yg luar biasa. Dia bahkan sampai lupa jika telapak tangannya tertusuk gunting dengan cukup dalam. Sepertinya darahnya juga masih menetes dari luka itu.
"Naruto!" Reflek Sasuke segera beralih untuk menghampiri Naruto yg tiba-tiba terduduk sambil mengerang kesakitan.
"Naruto-niisan! Kyaa! D-darahnya..." Sarada memekik keras saat matanya melihat tangan Naruto yg merah berlumuran darah.
"Naruto, kita ke rumah sakit sekarang! Sarada cepat ikut Papa ke mobil!"
"Umm!!"
Sasuke kemudian memapah Naruto untuk mrmbantunya berjalan. Sasuke yakin, Naruto sudah kehilangan banyak darah sekarang. Dia harus bergerak cepat ke rumah sakit terdekat jika ingin menyelamatkan Naruto. Sementara Narito sendiri tidak merespond perkataan Sasuke, dia terlalu sibuk menahan rasa sakitnya sampai membuat kepalanya pening.
"Bertahanlah, Naruto."
.
.
.
Setelah mendudukkan Naruto di mobilnya, dan memastikan semuanya aman termasuk Sarada, Sasuke dengan brutal memacu laju mobilnya dan mencari rumah sakit terdekat. Menyetir dengan kontrasi penuh tanpa melihat spidometer, masa bodoh! Dia harus cepat, Naruto nya dalam bahaya.
"Pelankan mobilnya, Teme. Kau membahayakan Sarada!" Protes Naruto. Naruto merasa Sasuke terlalu bringas melajukan mobilnya. Hei, itu berbahaya!
"Diam, Usuratonkachi! Kau harus segera di tangani!" Tandas Sasuke tegas. Dia Uchiha, Uchiha tidak suka diprotes.
Naruto terkekeh melihat wajah Sasuke yg panik sambil menyetir. Padahal baginya luka ini tidak seberapa. Hanya sakitnya yg gak nyantai. Antara nyeri dan perih semua bergabung menjadi satu hingga membuat kepalanya pusing.
'Naruto-niisan..' Sarada duduk di jok belakang. Dimana dia bisa menyaksikan dengan jelas Naruto sedang menggoda Sasuke yg panik. Naruto melakukannya, agar Sasuke tidak terlalu khawatir pada dirinya yg terluka. Memang sakit, tapi jauh lebih sakit luka di hati karena kau hidup dalam kesendirian.
'..dia menolongku. Sampai seperti itu.' Lanjut Sarada dalam batinnya. Dia masih menatap sosok Naruto yg tengah tersenyum seperti biasanya. Padahal dia sedang terluka parah.
'Semuanya gara-gara aku. Karena aku, Papa dan Naruto-niisan sampai seperti ini.' Sarada menunduk. Rasa bersalah menyerang hati terdalamnya. Papanya sampai rela tidak tidur hanya untuk memcarinya. Sedangkan Naruto, sampai rela terluka demi melindungi dirinya.
'Apakah mereka begitu menyayangiku?'
.
.
.
CKIT!!
Suara ban mobil Sasuke berdecit kemudian berhenti di depan rumah sakit. Dengan terburu-buru,Sasuke segera keluar dari mobilnya. Dan hendak menolong Naruto untuk keluar dari mobilnya. Namun sayang, Naruto sudah berdiri di samping mobilnya sebelum Sasuke menolongnya. Lucu sekali!
"Sarada, ikut Papa." Perintah Sasuke pada Sarada. Sebagai anak yg baik, tentu Sarada menuruti perkataan Sasuke.
Mereka bertiga segera memasuki rumah sakit. Tanpa butuh waktu lama, beberapa suster segera menghampiri mereka. Lalu membawa Naruto ke salah satu ruangan untuk segera mendapat pertolongan. Karena tidak boleh masuk, Sasuke dan Sarada menunggu Naruto di luar ruangan dengan duduk berdampingan.
"Papa?" Panggil Sarada pada Sasuke. Anak itu tidak tahan dengan keheningan diantara mereka berdua.
"Ada apa?"
"Apa menurutmu Naruto-niisan akan baik-baik saja?" Tanya Sarada cemas. Dia sampai tak berani menatap wajah Papa nya dan memutuskan untuk memilih menunduk. Sasuke yg sebelumnya tidak memandang putrinya, kini beralih untuk menatapnya. Sedikit terkejut, Sasuke melihat Sarada menunduk begitu dalam disampingnya. Kedua tangan putihnya meremas gelisah rok seragam sekolahnya. Sasuke paham, Sarada sedang khawatir pada Naruto.
"Ini semua salahku, Pa. Semua ini karena aku! Aku yg membuat Naruto-niisan terluka. Ini salahku.." Sarada berucap sambil terisak. Padahal dia sudah menahan air matanya agar tidak jauh menetes, tapi gagal. Akhirnya gadis itu menangis juga.
"Sarada?"
"Maafkan aku Pa! Maafkan aku! Ak-huh!?"
Kalimat putri Sasuke ini terhenti saat Dia merasa Sasuke menariknya. Menyenderkan kepalanya di dada bidangnya sambil mengelus lembut kepalanya. Hal yg selama ini tak pernah Sasuke lakukan pada Sarada.
"Sarada, dengar. Papa yakin kau juga mengenal Naruto. Dan tanpa perlu Papa jelaskan padamu, tentu kau sudah tahu seberapa kuat Naruto itu, bukan?"
"He-eh?" Sarada mengerjabkan matanya bingung. Dia perlu waktu untuk mencerna kalimat Sasuke barusan.
"Percayalah. Dia akan baik-baik saja.." Kini Sasuke berucap sambil menatap kedua bola mata Sarada. Warna yg sama dengan miliknya.
"..untuk kita berdua." Lanjut Sasuke.
Tubuh Sarada yg tadinya bergetar karena takut, kini sudah terdiam. Saat Sasuke berkata seperti itu sambil tersenyum padanya, mendadak ada bayangan Naruto yg sedang tersenyum muncul di kepalanya. Naruto tersenyum begitu cerah dalam bayangannya. Senyuman yg mampu membuat siapa saja ikut tersenyum karena melihatnya. Sebuah senyuman penuh keyakinan bahwa semua akan baik-baik saja. Percayalah!
"Sumire memotong rambut kesayanganmu." Ucap Sasuke, tangan putihnya terulur untuk sedikit merapikan rambut Sarada yg sangat acak-acakan.
"Tidak apa-apa, Pa. Ini akan panjang lagi, dengan kenangan yg baru."
.
.
.
TING!
Sebuah bunyi sederhana diiringi seorang dokter dan beberapa suster yg keluar ruangan membuat Sasuke segera beralih untuk mendatangi dokter itu. Sedikit bertanya beberapa hal untuk memastikan keadaan Naruto di dalam sana. Dan dokter itu tersenyum pada Sasuke diiringi sebuah jawaban yg melegakan kedua Uchiha itu.
"Tuan Naruto baik-baik saja. Kalian boleh menemuinya." Ucap Dokter cantik dan sexy itu sambil tersenyum ramah. Kemudian berjalan meninggalkan Sasuke dan Sarada. Setelah mendengar jawaban itu, secepat mungkin Sasuke segera memasuki ruangan dimana Naruto berada. Tak mau ketinggalan, Sarada pun dengan secepat mungkin juga menyusul langkah Sasuke untuk melihat keadaan Naruto di dalam sana.
.
.
.
"NARUTO!" Panggil Sasuke.
"Kau baik-baik saja. Syukurlah!" Lanjutnya.
"Hehehe. Ini hanya luka kecil, Teme." Jawab Naruto dengan kekehan khasnya, tak lupa dia membalas pelukan yg Sasuke berikan untuknya. Telapak tangannya sudah selesai diobati dan diperban oleh Dokter Tsunade.
"Bodoh!" Gerutu Sasuke karena Naruto justru terlihat meremehkan lukanya.
"Naruto-niisan!"
Suara Sarada menginterupsi Sasuke dan Naruto. Tentu saja spontan Sasuke segera melepaskan pelukan mesranya pada Naruto sekarang juga.
"Sarada! Apa kau terluka?" Tanya Naruto cemas. Dan Sarada menggeleng sebagai jawabannya. Gadis itu kini berdiri di samping ranjang Naruto dengan raut wajah yg sedih.
"Sumire memangkas rambutmu. Itu benar-benar keterlaluan." Kata Naruto.
"Tidak apa-apa, Naruto-niisan." Jawab Sarada menjeda kalimatnya.
"Maafkan aku, Naruto-niisan. Semuanya karena aku! Semuanya salahku. Aku yg menyebabkan Naruto-niisan terluka sampai seperti ini. Aku menyesal! Maafkan aku, Naruto-niisan!" Ucap Sarada yg membuat Naruto kaget.
Tapi, setelahnya Naruto tersenyum mendengar Sarada meminta maaf padanya. Padahal sebenarnya, tanpa meminta maaf sekalipun Naruto sudah memaafkan Sarada. Semua ini bukan salahnya, ini hanya sebuah insiden kecil yg membuatnya mendapat luka kecil.
"Tidak perlu meminta maaf, dattebayo! Lihat, aku baik-baik saja." Jawab Naruto seriang mungkin seperti biasanya. Kedua tangannya terentang membuat gerakan lucu yg menandakan dirunya baik-baik saja. Naruto tidak ingin membuat Sarada khawatir lebih dari ini.
"Ta-tapi.."
"Bukan salahmu, Sarada." Ucap Naruto cepat memotong kalimat Sarada.
"Aku bersyukur kau selamat. Itu yg terpenting bagiku." Lanjut Naruto.
"K-kenapa begitu?" Tanya Sarada tergagap dan tak mengerti.
.
.
.
"Because, I am Your Daddy!"
"Ha-h?! My Daddy?" Ulang Sarada. Sepertinya gadis ini sedang kehilangan focusnya.
Melihat reaksi putrinya, Sasuke tersenyum. Kemudian dia mendudukkan dirinya di samping di tepi ranjang Naruto. Memasang pose khas CEO muda, Sasuke kembali tersenyum di depan Sarada.
"He is Your Daddy, Sarada." Terang Sasuke.
"Sarada, aku sudah berjanji pada Sasuke bahwa aku akan menjaga kalian berdua. Aku sangat menyayangi kalian berdua. Dan aku juga akan berjanji padamu, bahwa aku akan menjadi Ayah yg terbaik untukmu, dattebayo!"
Sarada terdiam sejenak. Kemudian merubah ekspresi wajahnya menjadi tersenyum lebar. Sepertinya, dia sudah mulai paham. Bahwa Naruto tidak hanya mencintai Sasuke. Tapi juga dirinya.
"Aku juga menyayangi kalian! Papa! Ayah! Terima kasih!"
Sarada menghampur ke dalam pelukan Sasuke dan Naruto. Dia sudah berdamai dengan hati kecilnya. Yang sebelumnya tak bisa menerima kehadiran Naruto yg ternyata mencintai Papanya. Bukannya apa-apa, satu-satunya alasan Sarada tidak menerima Naruto sebagai kekasih Sasuke adalah karena rasa takut. Sarada takut, jika suatu saat Naruto menikah dengan Sasuke, Sasuke akan lebih focus pada Naruto daripada dirinya. Sarada takut, jika Sasuke hanya memandang Naruto saja. Dan melupakan dirinya. Itu yg Sarada takutkan selama ini. Dia sudah kehilangan Sakura, dan Sarada juga tidak ingin kehilangan Sasuke dari hidupnya.
Namun, berkat kejadian malam ini, Sarada paham. Bahwa sesungguhnya, Naruto tidak hanya mencintai Sasuke, tapi juga menyayangi dirinya seperti anaknya sendiri. Naruto berjanji akan melindungi dirinya dan Sasuke sebagai seorang Ayah. Itulah janji Naruto yg akan selalu Sarada ingat. Dan mulai saat ini, Naruto yg awalnya hanya merupakan sahabat baiknya, sebentar lagi akan berubah status menjadi Ayahnya. Ayah dari seorang Uchiha Sarada.
.
.
.
"Yo! Jadi Sarada, kau ingin adik perempuan atau laki-laki?" Tanya Naruto konyol.
"Perempuan!" Seru Sarada kegirangan dan jadi tidak sadar bahwa Papanya dan Naruto tidak akan bisa menghasilkan seorang anak ataupun adik perempuan untuknya.
"Ayo Sasuke! Setelah ini kita buatkan adik untuk Sarada!"
"Mati saja kau, Bodoh!"
.
.
.
.
.
.
YOUR DADDY! The End.
Note (s) :
1. Terima kasih bagi para readers yg setia mengikuti Your Daddy! sampai tamat. Saya sangat bahagia.
2. Mohon support saya terus agar bisa menghasilkan fanfiction-fanfiction lainnya. Karena dukungan kalian sangat saya butuhkan.
3. Mohon maaf apabilan ada typo dalam penulisan fanfiction ini. Saya akan berusaha untuk lebih teliti lagi ke depannya.
.
.
Regards,Levi Lee.
KAMU SEDANG MEMBACA
YOUR DADDY! (Chapter 04)
Cerita PendekBagaimana perasaan Sarada saat sahabat baiknya yang bernama Naruto yang notabene adalah seorang Gay, harus bertemu dengan sosok Ayahnya yang kini adalah seorang Duda?