VII : Sakura

977 108 7
                                    

Kalau Hinata sedang panik, yang paling mudah untuk menenangkannya adalah dengan membawanya ke kedai di dekat sasana muay thai tempat Sakura berlatih. Setelah kelas berakhir, Sakura membawa Hinata untuk naik becak ke sasana yang memang tidak jauh dari kampus mereka.

Sebagai anak dari keluarga ningrat, Hinata hampir tidak pernah naik kendaraan umum, termasuk becak. Paling mentok naik taksi. Namun, jika ada kesempatan dan cuaca sedang baik, Hinata selalu merengek pada Sakura agar ditemani naik becak sampai di dekat kompleks perumahan Hinata. Dari tempat pemberhentian, Hinata dijemput oleh supir setianya agar tidak dimarahi ayahnya.

Sakura sudah paham betul bahwa meskipun berasal dari keluarga konglomerat, Hinata tetaplah gadis sederhana yang berbudi luhur. Sebenarnya, Hinata tak sungkan untuk berteman dengan siapa saja, namun karena sifatnya yang pemalu, orang-orang mengira ia adalah gadis sombong. Padahal jika seseorang sudah dekat dengannya, mereka akan merasakan kebaikan hati yang dipancarkan gadis bermahkota selembut sutra ini. 

Kini mereka terdiam menikmati minumannya masing-masing. Sakura si pecinta kopi, memesan Iced Cappucino, sedangkan Hinata yang simpel memilih coklat panas. 

"So," ujar Sakura memulai pembicaraan, "Aku tahu kau juga meragukan ide untuk langsung tidak berhubungan dengan Naruto."

Hinata hanya mengangguk pelan. Kemudian ia melihat Sakura dengan puppy eyes -nya yang membuat Sakura luluh. 

"Ya ya ya, aku tahu kamu tertarik dengannya." 

"Habisnya...." Ujar Hinata menjelaskan. "Kami baru chatting seru kemarin malam."

Hinata menjelaskan panjang lebar isi chatting dengan Naruto yang sebenarnya sangat nirfaedah. 

"Ih! Garing banget! Kamu memang seleranya yang receh seperti itu ya?" Sakura terbahak. 

"Garing tapi kamu ketawa!" 

"Ya aku ngetawain kamu, dasar Nata de Coco!" 

Mereka berdua tertawa lepas sampai-sampai Sakura tersedak kopi. 

"Ah! Sial kamu Nata!" 

Yang dimaki malah semakin tertawa terpingkal-pingkal. 

"Hei," lanjut Sakura setelah ia menenggak air putih yang diberikan pelayan, "Aku kangen loh, sama ketawamu yang seperti ini." 

Hinata tersenyum. 

Sekonyong-konyong ponsel Hinata berdering. 

"Ya?

Wah, mau dong! Ya... Ya... Apa? Kau bisa jemput aku? Kalau begitu jemput aku di kedai dekat sasana muay thai , ya! Sampai nanti, aku menyayangimu."

"Neji ya?" Tanya Sakura. 

"Iya, dia akan menjemputku di sini. Kami mau makan fettucini." 

Sakura sebenarnya sudah mengenal Neji, namun mereka menjadi teman akrab karena tak sengaja Sakura menemukan namanya di jejaring sahabat pena. 

"Kalau begitu, aku tunggu kamu dijemput Neji, baru aku berlatih tinju," ujar Sakura diikuti dengan anggukan Hinata.

"Saran kamu bagaimana, Sakura-chan? Bagaimana jika ia menghubungiku lagi?" Lanjut Hinata.

"Yah, agar kita waspada, coba dalam seminggu ini kamu tidak usah hubungi dia duluan... Namun, agar dia tak curiga, jawab saja seperlunya."

Sakura melihat Hinata yang mengangguk dengan semangat. Apa salahnya jika waspada, bukan?

"Sekarang gantian aku yang curhat, Nata," ujar Sakura dengan nada serius. "Omongan tetangga emang suka bikin naik darah."

Connected [Fanfiksi NaruHina dan SasuSaku]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang